Mohon tunggu...
Dian Purnomo
Dian Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang penulis lepas yang mengaabadikan beberapa praktik baik, biografi dan menulis non fiksi di sela-selanya. Crime-enthusiast, praktisi perlindungan anak, pejalan dan pemburu beasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita dari Yordania

21 November 2012   09:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:56 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bekerja Tidak Sesuai Ijin

EN sudah dua tahun ini bekerja di sebuah rumah makan Srilanka di down town Amman, Yordania. Padahal ketika berangkat ke salah satu Negara Timur Tengah tersebut, ijin yang dikantonginya adalah ijin kerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). EN memang meniatkan diri untuk hal tersebut. Tahun pertamanya dilewati dengan berat di rumah majikan, dengan pekerjaan yang membuatnya tidur paling banyak 5 jam sehari, harus mencuri-curi waktu untuk makan atau sholat atau kepentingan pribadi lainnya. EN tidak tahan lagi. Majikannya tidak bisa diajak bernegosiasi. Untuk mereka, EN sudah dibeli, maka dia menjadi hak milik. Dia harus mengerjakan apapun yang diperintahkan majikan, termasuk memetik kurma di musim dingin, mengecat dinding rumah dan membetulkan genting. Pekerjaan yang tidak pernah dibayangkan akan dikerjakanya sebagai PLRT di Yordania, karena memang di dalam kontrak dia dipekerjakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika.

Setelah lari dari majikannya, EN bertahan hidup dengan bekerja di rumah makan. Tentu saja pekerjaan ini adalah pekerjaan yang tidak memakai kontrak dan dia digaji minimal untuk pekerjaan yang cukup berat. EN harus mengerjakan semua pekerjaan, dari mulai membersihkan restaurant, memasak, menyajikan makanan, sampai mencuci piring. Satu-satunya pekerjaan yang tidak dikerjakannya adalah menerima pembayaran dari pelanggan. Pemilik restaurant yang biasa dipanggil dokter oleh orang-orang di lingkungan merekalah yang berperan sebagai kasir. Laki-laki bertubuh besar ini duduk sepanjang hari menerima uang mengalir ke kantongnya. EN hanya mendapatkan satu hari libur dalam seminggu, bergantian dengan rekan kerjanya, yang juga berasal dari Indonesia dan bernasib sama dengan EN.

EN dan temannya setiap hari harus melayani ratusan tamu restaurant tersebut dari jam 8 pagi sampai 9 malam. Rata-rata pengunjungnya adalah para pekerja migran yang datang dari berbagai Negara seperti Srilanka, Bangladesh, India, Etiopia, Nepal, termasuk Indonesia. Kebanyakan tamu dari Bangladesh dan Srilanka adalah pekerja migran laki-laki, sementara hampir semua tamu perempuan adalah pekerja migran yang berasal dari Indonesia, Filipina, Srilanka dan Bangladesh.

Asap rokok hampir selalu memenuhi rumah makan yang menyajikan makanan khas Srilanka, menjual obat-obat herbal dan makanan khas dari Negara-negara asal pekerja migran tersebut. Menurut rumor, rumah makan ini juga menjadi tempat terjadinya transaksi seksual antar pengunjung. Banyak pekerja migran Indonesia yang ditemui disana mengiyakan hal tersebut.

"Kalau nggak begini, mana bisa makan mbak? Kerja part time, sehari cuma dapat 25 dinar, itu juga mesti dibagi sama agen. Paling banter dapat 15 dinar, bersihnya. Mau makan pakai apa? Buat kontrakan aja 200 dinar sendiri sebulan. Yang di rumah mana tahu beginian? Tetep aja minta kiriman." Begitu menurut DS yang sudah satu tahun ini menjadi pengunjung tetap rumah makan tersebut.

Eskploitasi Seksual

Lain EN, lain pula SR. Ketika kami bertemu, sudah tahun ketiganya berada di Yordania. Tahun pertama dia mendapat majikan baik, yang meninggal dunia di tengah kontrak. Layaknya barang, SR diwariskan pada ahli waris sang majikan dan mendapatkan perlakuan semena-mena dari majikan baru tersebut. SR menjadi obyek eksploitasi seksual majikan laki-laki. Tapi SR tidak memiliki pilihan lain. Dia hanya memikirkan uang untuk dibawa pulang. Tapi apa daya, kontrak habis, uang yang dijanjikanpun tak pernah berwujud. SR kabur dari rumah majikan tanpa paspor dan dokumen apapun yang bisa membuktikan identitasnya. Setelah lari ke KBRI dan tidak mendapat bantuan berarti, SR lelah menunggu. Ironis, pelarian keduanya adalah justru lari dari pihak yang seharusnya menjadi tempat berlindung, KBRI.

SR berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri. Dia kembali ke majikan dan memaksanya mengembalikan dokumen yang ditahan. Majikan bermulut manis itu merayunya bahwa dia akan memberikan dokumen dan uang untuk membeli tiket hanya kalau dia mau menuruti keinginannya. Dia juga mengancam, kalau SR tidak mau dan kabur lagi, maka majikan itu akan melaporkan SR untuk kasus pencurian. SR bergidik membayangkan penjara. Sekali lagi dia tidak punya pilihan. Tetapi SR kembali harus menemui harapan kosong. Dokumennya tidak pernah dikembalikan.

Menurut laporan hasil kunjungan Satgas TKI, saat ini di Aman Yordania ada lebih dari 300 orang TKI bermasalah yang tinggal di penampungan. Masalah mereka beragam antara menjadi korban kekerasan baik fisik maupun seksual, pekerjaan tidak sesuai kontrak dan tidak digaji. Sementara total TKI yang masih bekerja di sana setelah masa moratorium mencapai sedikitnya 30,000 orang. Sementara itu belum pernah dilakukan survey jumlah TKI yang tinggal di luar rumah majikan maupun di luar penampungan KBRI seperti SR dan EN ini.

Sekarang SR tinggal bersama temannya di sebuah kontrakan yang lembab dan dingin di daerah kumuh di Amman. Dia bekerja part time membersihkan rumah dari jam 8 sampai 4 sore. Upahnya tidak seberapa. Ketika ditanya kenapa tidak ke KBRI untuk meminta bantuan mereka, jawabnya, "Di safara (KBRI) mah sama saja. Kalau nggak punya uang nggak bakalan dipulangkan. Satu tahun bisa lebih di sana. Saya mau ngirim uang anak saya pake apa, kalau nganggur di safara?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun