Mohon tunggu...
Dian Nur
Dian Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - So simple

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhaamadiyah Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Omnibus Law yang Kembali Mencuat Setelah Sidang Tuntutan MK

13 Desember 2021   19:24 Diperbarui: 13 Desember 2021   19:51 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Omnibus law kembali menjadi topik perbincangan setelah 1 tahun peluncurannya. Sebelumnya DPR RI telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang- undang pada 5 Oktober 2020. Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa Persidangan I 2020-2021 di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Istilah omnibus law ini pertama kali muncul saat Jokowi dilantik sebagai Presiden Ri untuk dua periode. Saat itu muncul konsep hokum undang-undang yang disebut dengan omnibus law. Saat itu Jokowi mengungkapkan rencananya untuk mengajak DPR membahas undang-undang yang akan menjadi omnibus law.

 Omnibus law sendiri secara terminology dalam Bahasa latin berarti untuk semuanya. Sedangkan dalam konteks hukum berarti hukum yang bisa mencangkup untuk semua atau satu undang-undang yang dapat mengatur segala hal. Dengan kata lain, omnibus law artinya metode atau konsep perbuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pwngaturnya berbeda menjadi satu paying hukum yang sama.

Omnibus law ini kembali mencuat setelah MK (mahkamah konstitusi) memerintahkan untuk pembentukan landasan hukum sebagai pedoman penyusun undang -- undang dengan metode Omnibus law. Hal tersebut adalah bagian dari putusan uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja setelah diadakannya rapat pada Kamis (25/11/2021).

"Mahkamah memerintahkan agar segera dibentuk landasan hukum yang baku untuk dapat menjadi pedoman di dalam pembentukan undang-undang dengan menggunakan metode omnibus law yang mempunyai sifat kekhususan tersebut," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo, dalam siding yang disiarkan secara daring.

Dalam putusannya tersebut, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Hal tersebut akibat menurut MK metode penggabungan omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas. Dengan kata lain metode yang digunakan apakah termasuk metode pembuatan UU baru atau telah melakukan revisian. 

Selain itu, dalam pembentukan UU Cipta Kerja ini dinilai tidak memegang asas keterbukaan kepada public, meskipun telah melakukan pertemuan dengan banyak pihak. Namun, pertemuan itu dinilai juga belum sampai pada tahap substansi UU dan draf UU Cipta Kerja juga tidak mudah diakses oleh publik.

MK memerintahkan pembuatan UU untuk dilakukan perbaikan pada UU Cipta Kerja dalam kurun waktu 2 tahun. Apabila dalam kurun waktu yang telah ditentukan perbaikan tidak dilakukan, maka UU Cipta Kerja akan dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Suharyoto mengatakan bahwa landasan hukum ini bertujuan untuk cara atau metode omnibus law ini memiliki aturan yang baku dan standar dengan memenuhi asas pembentukan undang-undang."Khususnya berkenaan dengan asas keterbukaan harus menyertakan partisipasi,masyarakat yang maksimal dan lebih bermakna, yang merupakan pengejawantahan pemerintah konstitusi pada Pasal 22A UUD 1945," kata Suhartoyo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun