Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mission Impossible, Berasa Jadi Agen Rahasia

23 Juli 2019   06:01 Diperbarui: 23 Juli 2019   06:27 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

10.57, pintu belakang belum terbuka.
10.58, teller masih belum muncul. Panggilan telepon kembali sambung menyambung, tapi saya sengaja mendiamkannya, karena saya tidak ingin kepanikan mereka ikut mempengaruhi saya yang mungkin saja bisa membuat saya ikut "meledak", sementara saya sendiri juga sudah merasakan tekanan yang cukup berat menunggu lambatnya sang teller kembali ke tempat saya menunggu.

10.59, beberapa pesan WhatsApp juga masuk, tapi saya tidak membacanya. Karena tanpa membacanya saja tensi saya juga sudah di atas normal, dan saya sudah bisa menduga pesan apa saja yang ada disana.

11.00 Teng!!!
Saya mengalihkan pandangan saya dari pintu tempat menghilangnya teller tadi. Saya tidak ingin nafas saya semakin sesak, tenggat waktu saya sudah habis. Saya juga sudah membayangkan kepanikan di dua tempat berbeda. Yang jauhnya ratusan kilometer dari tempat saya berdiri, maupun yang mungkin hanya sekitar 1 kilometer di selatan sana. 

Beratnya tekanan yang saya rasakan, apalagi telah melewati deadline, membuat saya hanya bisa pasrah. Apapun yang akan terjadi setelah ini, hingga saya bertemu dengan sang penghubung nanti, saya akan menerimanya dengan segala konsekwensinya. 

Saya hanya menjalankan amanah yang saya laksanakan dengan penuh ikhlas, tapi entahlah menurut penilaian Tuhan, maupun oleh orang yang memberi kepercayaan kepada saya. Saya tidak tahu apakah ini nanti akan berakibat panjang atau pendek, berakhir baik atau buruk buat saya. 

Mata saya terasa berat dan hangat, namun bunyi pintu terbuka menyadarkan saya dari lamunan. Dari balik pintu sang teller berjalan mendatangai saya, terlihat jelas di genggamannya terselip apa yang saya tunggu. 

"Maaf ya, pak, agak lama. Bapak tidak duduk di kursi, ya?" tanya sang teller sambil menyerahkan uang yang ada dalam genggamannya. Saya hanya menjawab sapaan sang teller dengan senyuman, lalu memasukkan 3 lembar dollar ratusan yang baru saya terima ke dalam tas, lalu bergegas berjalan keluar bank.

Walau dengan suasana hati yang tidak karuan, saya tetap berusaha secepatnya meninggalkan bank, menemui pengemudi Grab yang dengan sabar menunggu di sudut halaman. Melihat saya keluar dari bank dengan langkah yang tergesa, sang pengemudi nampaknya juga sudah mulai mengerti kalau saya sedang berkejaran dengan waktu. Diapun segera naik dan menyalakan motornya. Tanpa banyak omong lagi saya juga segera membonceng di belakang.

Baru saja kami keluar dari halaman bank dan masih berada di gerbang, sebagaimana saat kedatangan saya kesana tadi, kemacetan belum terurai. Otak saya bekerja cepat dan mengambil keputusan, tidak mungkin saya dengan cepat menuju kedutaan dengan kondisi lalulintas yang amburadul begini. 

Saya turun dari Grab, mengambil selembar uang yang tadi saya mabil di ATM dan memberikannya kepada pengemudi Grab. "Sudah mas, ya..." kata saya kepada sang pengemudi yang menerima uang dalam keadaan bingung.

Saya berlari keluar dari gerbang, belok kanan melewati trotoar yang sudah tidak ketahuan bentuknya, sehingga saya lebih sering berlari di pinggir jalan menuju selatan, melawan arus kendaraan yang datang dari arah Pasar Minggu. Sesekali saya memperlambat lari untuk menormalkan nafas yang sesak, lalu kemudian mempercepat langkah saya lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun