Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nikmatnya Pemilu di Zaman Tanpa Gawai dan Sosial Media

17 Maret 2019   09:14 Diperbarui: 17 Maret 2019   09:28 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanda gambar 10 Partai yang ikut Pemilu 1971 Gambar: KPU

Riuhnya sorak sorai yang sebagian diantaranya diiringi dengan ujaran kebencian, fitnah, hoax serta komentar saling menghujat di media sosial seperti facebook dan twitter, membuat suasana maupun aroma pemilu yang didahului dengan kampanye, menjadi tidak nyaman.

Hal ini dipermudah lagi oleh adanya pemilihan presiden secara langsung dengan calon presiden yang hanya terdiri dari dua orang. Sehingga perang kampanye ini benar-benar seperti adu tinju berhadapan face to face di atas ring. Saling serang diantara pendukung menjadi sangat masif, karena tidak adanya lawan kedua dan ketiga pada saat bersamaan. 

Kehebohan ini juga dibantu dengan sangat baik oleh kecanggihan tehnologi komunikasi internet, beserta perangkatnya yang hanya seukuran telapak tangan dan begitu mudah diakses dimanapun, selagi ada sinyal dari operator. Mulai dari bangun tidur, hingga tidur lagi, keriuhan di media sosial ini tak pernah berhenti sedetikpun, selagi tangan masih rajin bermain di layar handphone.

Tahun 1971 adalah awal saya mengikuti keriuhan suasana pemilu. Sayangnya saat itu saya tidak bisa ikut memilih karena usia saya masih kurang 1 tahun dari batas usia yang bisa jadi pemilih. Keriuhan itu bisa saya nikmati karena saat itu saya tinggal di Harian Haluan, Padang, yang berada di jalan Damar. Magang di surat kabar harian terbesar di Sumatera Barat saat itu, bersama Singgalang yang saat itu masih berstatus surat kabar mingguan.

 Di ruang redaksi Harian Haluan itulah saya menikmati berita pesta demokrasi yang berdatangan dari seluruh Indonesia, karena Haluan serta beberapa koran lainnya, termasuk yang terbitan Jakarta, saling memberikan koran harian terbitan mereka yang dikenal dengan istilah nomor tukar. Koran terbitan terjauh yang saya baca adalah Harian Surabaya Post, terbitan Surabaya. 

Pemilu 1977 adalah pemilu pertama dimana saya sudah mempunyai hak pilih. Saat itu saya tidak lagi tinggal di Haluan, tapi mengabdi sebagai pengurus Panti Asuhan Aisyiyah Kamang, kampung saya, dimana saya pernah menjadi anak asuh sedari 1965 hingga 1969. 

Peserta pemilu saat itu hanya tiga partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dengan tanda gambar Ka'bah, Golongan Karya atau Golkar dengan tanda gambar Beringin dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI dengan tanda gambar Kepala Banteng. Tiga partai ini adalah hasil penggabungan 4 partai bernuansa Islam menjadi PPP dan 5 partai nasionalis menjadi PDI dan Golkar yang berdiri sendiri sebagai pemenang pemilu 1971.

Karena berpengalaman dibidang reklame, saya sempat dimintai bantuan pengurus PPP untuk membuat beberapa tanda gambar berukuran 1 x 1,5 meter untuk di pajang di tempat strategis Kecamatan Tilatang Kamang. Sebagai penyemangat, setelah tugas selesai saya diberi 1 lembar kemeja dengan tanda gambar Ka'bah yang bertebaran di selurah badan.

Kemeriahan kampanye saat itu ada pada penempelan tanda gambar peserta pemilu. Persaingan penempelan tanda gambar itu hanya ada di dua peserta, yaitu, PPP dan Golkar. Sementara PDI hanya menempelkan tanda gambar mereka yang seukuran kertas kwarto itu secara sporadis di beberapa tempat, yang dilakukan tim kampanye mereka di tingkat kabupaten Agam.

Karena tidak adanya media sosial, maka kehebohan masa kampanye itu hanya ada di palanta lapau alias warung kopi dan di bengkel perabot. Siaran televisi saat itu belum sampai ke kampung kami. 

Kampanye terbuka pun hanya diisi oleh dua partai, PPP dan Golkar. Saat giliran kampanye PPP, partai berlambang Ka'bah tersebut menghadirkan juru kampanye tingkat propinsi, yaitu Datuk Gunung Hijau. Sementara Golkar yang kampanye di nagari Kamang Mudik, menghadirkan juru kampanye tingkat nasional, yaitu Prof. Emil Salim. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun