Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bermain di Pasar Ternak

9 Maret 2019   09:48 Diperbarui: 10 Maret 2019   11:27 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Pasar Ternak / Antara

Artikel sebelumnya...

Setelah pak Uwo pergi meninggalkanku dan pulang kembali ke kampung, tinggallah kami berdua dengan amai Tiara di ruang tamu itu. Walau aku diajak ngobrol, tapi aku lebih banyak diam, kadang aku hanya menjawab ya atau tidak. Aku lebih sering melamun sambil membayangkan seperti apa gerangan panti asuhan yang akan aku tempati itu.

Mungkin merasa bosan menghadapiku yang lebih banyak diam, akhirnya amai Tiara mengatakan padaku, bila aku ingin bermain silakan di halaman rumah tapi jangan jauh-jauh, atau main di belakang rumah, karena di belakang ada oloh, nama yang diberikan oleh orang kampungku untuk bengkel kerja para tukang pembuat perabot atau peralatan rumah tangga. Setelah itu aku lalu ditinggal sendiri di ruang tamu.

Seperti yang diceritakan oleh etekku di kampung, amai Tiara itu tinggal di Payakumbuh bersama keluarga anak dan menantunya yang mempunyai toko perabot rumah tangga disana, kini aku berada di rumah yang dikatakan etekku itu. Seperti yang dikatakan etekku juga, gelar adat menantu amai Tiara itu Datuak Bindurai Basa. Salah seorang penghulu adat dan kepala suku di kampungku.

Seorang diri di ruang tamu rumah, aku merasa tak enak, sepi dan tak ada teman bermain. Aku lalu menuruti apa yang dikatakan amai Tiara, turun dari rumah. Dari tangga depan aku turun. Berhenti sejenak di anak tangga terbawah, melihat halaman dan jalan yang aku lewati beberapa jam yang lalu membentang di depan rumah. Aku turun ke halaman, terus ke jalan. 

Tidak ada mobil yang lewat, kecuali hanya sepeda yang sering melintas. Aku melihat kekiri, darimana aku tadi datang bersama Pak Uwo. Sepi, tak ada kendaraan yang datang dari arah sana. Yang terlihat hanya anak-anak bermain di jalanan, serta ayam bersama anaknya yang berkerumun dekat induknya, dan seekor anjing yang berjalan kepanasan dengan lidah terjulur. 

Aku mengalihkan pandanganku ke arah berlawanan, sebelah kanan jalan. Tidak jauh dari tempat aku berdiri, aku melihat jalan bersimpang tiga. Di seberang persimpangan, aku melihat gedung panjang, mirip bangunan sekolah yang banyak aku lihat sepanjang perjalanan pagi tadi. 

Rasa ingin tahu, membuat aku berjalan menuju simpang tiga, karena di sana terlihat lebih ramai daripada tempat aku berdiri. Di bawah keteduhan rimbunan daun kayu yang tumbuh di lapangan sebelah kiri jalan, yang melindungi aku dari sengatan matahari siang menjelang sore, aku berjalan menuju simpang tiga. 

Walau tak begitu ramai, tapi yang pasti, di simpang tiga itu lebih banyak orang yang berlalu lalang, dibanding di depan rumah amai Tiara. Saat aku sampai di simpang tiga, aku melihat ke kiri dan kemudian ke kanan. Karena simpang ke arah kanan tidak begitu ramai, aku lalu berjalan menyusuri jalan yang ke kiri. Karena di kejauhan aku melihat di sana lebih ramai dari simpang tiga ini. Aku ingin tahu, ada apa di sana. 

Karena tidak ada lagi tumbuhan kayu yang daunnya rimbun, aku berjalan di bawah teriknya matahari. Untungnya aku bisa berjalan di atas rumput yang tumbuh di pinggir jalan, sehingga telapak kakiku tidak kepanasan, seperti bila aku berjalan diatas aspal. Tapi kini kakiku penuh dengan debu jalanan, yang membuatnya kelihatan memutih hingga ke betis dan semakin menipis tiba di lutut dan ke atasnya. 

Aku semakin dekat dengan pusat keramaian yang ada di depanku. Di sebelah kiri jalan aku melewati lapangan yang pinggirnya dipagar dengan tembok berwarna putih yang lebih tinggi dari tubuhku, sehingga aku tidak tahu ada apa di balik tembok itu. Tapi lamat-lamat aku mendengar suara kambing yang mengembek maupun lenguhan suara sapi atau kerbau yang lagi memakan rumput. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun