Mohon tunggu...
Dian Kaizen Jatikusuma
Dian Kaizen Jatikusuma Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ingin menjadi laki-laki subuh..\r\n\r\n\r\nfb: Dian Jatikusuma\r\n\r\ntwitter: @DianJatikusuma\r\n :)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Data, Data, Data!

24 November 2012   18:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:43 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13537830291622837633

[caption id="attachment_211187" align="aligncenter" width="444" caption="Banner INSW di situs http://www.insw.go.id/"][/caption]

Kita misalkan, sebuah perusahaan dari Kanada ingin berinvestasi di Sumatera Utara.. Perusahaan tersebut mengutus seorang agennya ke Sumut, yang kemudian menemui pegawai pemerintahan yang terkait, lalu terjadilah pembicaraan imajiner ini:

Agen : “Maaf pak, kami ingin berinvestasi di Sumut”

Pegawai : “Waaah.. Welkam, welkam.. Bagus itu. Ada yg bisa kami bantu?”

Agen : “Kami bergerak di bidang kopi.. Di Sumut, yang kami dengar, penghasil kopi terbaik ada di kabupaten Sidikalang?”

Pegawai : “Ooooh, betuuul itu.. Terus?”

Agen : “Berapa ya pak, produksi kopinya per tahun?”

Pegawai : “Errr.. Hmmm.. Maaf, itu datanya dinas perkebunan.. Mas minta ke sana aja ya..”

Agen : (bingung) “Ya udah ga papa.. Kalau kami mau bangun pabrik di Sidikalang, di mana ya zona industrinya? Kan ga lucu, kalau kami membangun pabrik di kawasan untuk pedagang kaki lima..”

Pegawai : “Hahahaha.. Tentu saja ga boleh.. Eh, tapi maaf ya mas, itu yang tahu Bappeda..”

Agen : (mulai stress) “Waduh.. Lalu, ada berapa banyak pabrik kopi yang ada di Sumut? Berapa ekspornya per tahun?”

Pegawai : “Hnaaaah.. Itu baru pertanyaan yang tepat mas! Itu bagian dinas kami!”

Agen : (Lega) “Alhamdulillaaah.. Jadi berapa pak?”

Pegawai : “Sayangnya data itu yang tahu orang bidang perdagangan luar negeri mas, kami ini bidang industri logam..”

Agen : (bentur-benturin kepala ke tembok, cakar-cakar dinding, lalu lari menghambur ke bandara sambil menangis tersedu-sedu..)

Wal Mart, jaringan pengecer terbesar di dunia, menghabiskan milyaran dolar, hanya untuk membangun sistem teknologi informasi, yang menghubungkan semua toko-tokonya. Semua jaringan toko itu tercatat penjualannya, persediaannya, pemasoknya, karyawannya, singkatnya, semuanya didata, termasuk jumlah pengutilnya.. Dari situ mereka mengembangkan analisa pemasaran, sehingga mereka tahu perilaku konsumen, barang apa yang dibutuhkan di musim tertentu di lokasi tertentu, sehingga mereka tidak akan menjual banyak krem anti sinar matahari di musim badai Katrina, dan tidak akan menjual peralatan mendaki gunung di tokonya di tepi pantai Miami.

Kenapa Wal Mart mau berinvestasi gila-gilaan untuk mengumpulkan data, dengan mengembangkan sistem teknologi informasi kedua terbesar setelah pentagon? Jawabnya sederhana: efisiensi. Sistem tersebut memastikan bahwa toko-tokonya tidak menyediakan barang terlalu banyak atau terlalu sedikit, menyerap sambutan dan keluhan dari konsumen sehingga bisa melakukan inovasi produk untuk kepuasan konsumen, menyimpan semua data penjualan secara akurat (sehingga penjualan satu batang jarum di toko cabang Timbuktu akan diketahui kantor pusat di Arkansas), dan mengetahui pemasok mana yang produknya lebih unggul dan lebih murah.

Nah, kembali ke agen investor yang malang tadi.. Berapa banyak dari kita yang bingung saat membutuhkan data, akan meminta ke mana? Berapa banyak yang saat mendatangi kantor pemerintahan untuk meminta data, hanya dijawab dengan mengangkat bahu dan pandangan kosong? Berapa banyak penduduk yang tidak terdata untuk pemilu? Berapa banyak bantuan yang nyasar, hanya karena tidak punya data yang valid, berada di gubuk mana orang-orang yang pantas menerima bantuan? Berapa banyak TKI yang bekerja di luar negeri? Berapa yang ditahan? Berapa banyak guru lulusan S1 di seluruh Indonesia? Berapa banyak yang sudah mengikuti ujian sertifikasi?

Kita bekerja, berdasarkan data. Jika pemerintah ingin melatih para pengrajin batu akik, tentu saja pemerintah harus tahu berapa banyak pengrajin batu akik di satu daerah, berapa produksinya, dan apakah daerah tersebut punya bahan baku yg dibutuhkan, sehingga bisa dikaji: apakah pantas industri batu akik di daerah itu dikembangkan.

Sayangnya, itulah yang sering kali belum ada: data. Atau jikapun ada, data-data tersebut dalam bentuk cetak, yang mengharuskan kita membongkar segunung berkas, hanya untuk mencari berapa produksi sikat WC di suatu daerah. Atau jikapun dalam bentuk cetak, ada beberapa data di beberapa dinas, yang kita jadinya bingung mengacu ke mana. Contohnya: data jumlah IKM penerima bantuan di suatu daerah, bisa dicari di dinas koperasi dan UKM, bisa di dinas perindustrian dan perdagangan, bisa juga di dinas sosial, atau bahkan dinas tenaga kerja dan BPS. Masing-masing punya binaannya sendiri, dan punya data sendiri, yang belum tentu sama. Yang mana yang jadi patokan?

Untunglah, pemerintah mulai sadar, sehingga banyak sistem informasi yang dikembangkan untuk mengumpulkan kepingan-kepingan data yang tercecer itu. Salah satunya adalah INSW (Indonesia National Single Window). INSW ini, saat ini dan nantinya, menghubungkan beberapa kementrian, ditjen bea dan cukai, BPOM, Bank Indonesia, bahkan Mabes Polri. Perusahaan-perusahaan yang mengurus izin ekspor dan impor, bahkan sudah bisa memasukkan dan memeriksa data ekspor impornya melalui internet, setelah terlebih dahulu mendaftar di kementrian. Ini tentu memangkas rantai birokrasi, yang sangat dibutuhkan perusahaan, yang umumnya butuh kecepatan pemrosesan dokumen.

Sistem pengurusan SIM dan STNK sendiri sudah menggunakan system informasi seperti ini, sehingga data-data kendaraan bermotor di seluruh Indonesia dapat diketahui. Sistem pengurusan KTP, juga sudah dimulai, sehingga ke depannya, diharapkan, tidak akan ada lagi satu orang memiliki tiga KTP, dengan status pernikahan yang berbeda-beda, hahaha..

Bahkan Kementrian Kominfo, setahu saya, juga sedang merancang software yang akan menampung semua data-data di berbagai dinas yang tersebar, sehingga masing-masing provinsi nanti akan memiliki bank data, yang menghubungkan semua SKPD yang ada melalui intranet, sehingga suatu saat, tidak ada lagi cerita harus membuat surat permohonan dan melewati rantai birokrasi yang panjang, hanya untuk mencari data di mana penjual lontong sayur yang paling laris di Medan. Dan kabar baiknya, bank data itu, kelak, akan bisa diakses masyarakat juga, sehingga transparansi semakin terwujud..

Dan percakapan dengan agen investasi tadi, kira-kira akan menjadi begini:

Agen : “Maaf pak, kami ingin berinvestasi di bidang kopi..”

Pegawai : “Ooooo… sebentar ya mas.. (ketik-ketik-ketik, enter!).. Nih, data sentra-sentra kopi di Sumut, jumlah produksinya pertahun, kualitasnya, jumlah ekspornya, lengkap dengan lokasi-lokasi yang bisa dijadikan pabrik di seluruh Sumut.. Cukup?”

Agen : “Anu pak… Sebenarnya, kami cuma ingin membangun warung kopi kok.. Boleh kami pakai trotoar di depan kantor bapak?”

Pegawai : (menatap kosong, lalu mulai menggigit-gigit keyboard..)

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun