Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dilema Produk Turunan Sawit dan Kabut Asap

18 September 2017   17:35 Diperbarui: 18 September 2017   17:55 2233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.sustainablepalmoil.org/

Gambar : Diagram fraksi dan produk turunan kelapa sawit

September 2015 Indonesia meributkan kabut asap. Saya sendiri sebagai warga Pontianak tak lupa bahwa kabut asap sudah menjadi bagian ingatan masa kecil saya di kota ini sejak 1990-an. Hanya saja belum ada pemberitaan yang meluas, menasional bahkan mendunia seperti sekarang. Dulu saya pikir ini adalah fenomena alam pertanda datangnya musim kemarau. Sampai akhirnya saya menyadari bahwa asap di lahan gambut tersebut lebih banyak disebabkan ulah manusia dibandingkan lahan kering yang tersulut cuaca panas El Nino.

Atas peristiwa Kalimantan dan Sumatera berkalang karbon ini, sebagian besar kita menuding pembukaan lahan (land clearing), baik untuk ladang atau perkebunan khususnya kelapa sawit. Kita sebagai orang yang merasa tidak terlibat langsung sebagai pelaku pembakaran lahan, lebih merasa feel free, menempatkan diri sebagai korban. Terpaksa menghirup udara bercampur asap. Hidung kami lama-lama kebal. Anjuran pemakaian masker sering diabaikan. Memakai masker pun bahkan tidak cukup efektif karena jenis masker N95 lebih sulit didapatkan di daerah.

Kita lupa bahwa perkebunan kelapa sawit telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan nilai ekonomi lahan gambut, dan berperan pada kemajuan infrastruktur daerah. Masalahnya adalah pembukaan lahan perkebunan sawit tersebut mengabaikan prinsip keberlangsungan ekologis.

Banyak di antara kita sebagai masyarakat umum tidak menyadari bahwa pola konsumsi kita sedikit banyak mempengaruhi tingginya permintaan minyak nabati. Sementara minyak nabati yang paling murah adalah kelapa sawit. Bayangkan, seluruh kebutuhan sehari-hari kita merupakan produk minyak sawit atau turunannya.

Apa saja yang ada dalam barang konsumsi kita sehari-hari? Mulai dari bahan tambahan makanan (cooking oil, salad oil, margarin, shortening), bahan baku kosmetik lauric acid sebagai bahan dasar detergen, shampoo dan sabun, glycerine sebagai bahan pelembab dasar kosmetik).  Dari tandan buah segar yang dipanen, akan diperas minyaknya menjadi CPO dan palm kernel. Industri antara yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO) dan jenis minyak inti sawit (PKO) disebut industri oleokimia. Dari kedua jenis produk ini dapat dihasilkan berbagai jenis produk untuk kategori pangan dan nonpangan.

Produk pangan yang dapat dihasilkan dari CPO dan CPKO, seperti emulsifier, margarin, minyak goreng, shortening, susu full krim, konfeksioneri, yogurt, dan lain-lain. Sedangkan produk non pangan yang dihasilkan dari CPO dan CPKO, seperti epoxy compound, ester compound, lilin, kosmetik, pelumas, fatty alcohol, biodiesel, dan lain-lain.

Di antara kelompok industri antara sawit tersebut salah satunya adalah oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Produk-produk tersebut menjadi bahan baku bagi beberapa industri seperti farmasi, toiletries, dan kosmetik (Depperin, 2009; ICN, 2009a; Gumbira-Sa'id, 2010 ).

Mengingat kegunaan minyak sawit sebagai bahan utama dan tambahan yang digunakan sehari-hari, maka tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa kita berbagi tanggung jawab bersama dalam peningkatan produksi minyak sawit. Dan bisa jadi minyak sawit tersebut dihasilkan di atas lahan yang dibuka dengan pembakaran sebagai upaya menekan biaya operasional.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun