Mohon tunggu...
Diana PutriArini
Diana PutriArini Mohon Tunggu... Psikolog - Diana Putri Arini

Penyuka filsafat hidup, berusaha mencari makna hidup agar dapat menjalani hidup penuh kebermaknaan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sandwich Generation: Apa dan Mengapa???

7 Juni 2020   17:09 Diperbarui: 7 Juni 2020   17:10 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mymoneywisetips.com

Saya pertama kali mendengar istilah sandwich generation di tahun 2019, saat seorang teman menjelaskan kondisi keluarga yang harus membiayai generasi sebelumnya (misal kakek/nenek) dan anggota kerabat lainnya (misal keponakan/bibi/paman). 

Saya jadi tertarik membaca artikel mengenai finansial terutama mengenai sandwich generation atau keuangan milineal. Mengapa saya begitu tertarik karena keluarga saya adalah salah satu dari sandwich generation di Indonesia. Ayah dan ibu saya adalah PNS, tapi sejak saya kecil saya sudah terbiasa berbagi dengan kerabat yang tinggal bersama keluarga kami. 

Setelah banyak membaca berbagai jurnal mengenai generasi sandwich, akhirnya saya memahami bahwa generasi ini terbentuk karena kegagalan mengelola keuangan serta pandangan bahwa anak sebagai 'investasi'. 

Mungkin, masuk akal ya jika generasi 50'an tidak mampu mengelola uang dengan baik karena latar belakang pendidikan yang tidak memadai. Namun tidak juga. Saya ingat pada bulan September 2019 saya mengikuti presentasi hasil seminar penelitian dosen Manajemen.

Hasilnya menunjukkan 87% penduduk Indonesia tidak melek terhadap literasi keuangan. Mereka tidak mampu mengelola alur masuk dan keluar keuangan yang menyebabkan terjadinya defisit setiap bulannya. 

Berdasarkan hasil riset tersebut menyebutkan tidak ada hubungannya antara tingkat pendidikan, jenis pekerjaan ataupun penghasilan terhadap literasi keuangan. 

Daya dari OJK (2016) mencatat tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya sebesar 29,7%, artinya dari 100 orang Indonesia hanya 30 orang yang memiliki pemahaman dan keterampilan memadai mengenai produk dan layanan keuangan. 

Apa dampaknya tidak melek terhadap literasi keuangan? selain perencanaan keuangan berantakan, kita akan terlibat dalam hutang konsumtif yang mengakibatkan hubungan sosial kita bermasalah. 

Ingat gak cerita viral ada seseorang yang bergaji 20juta/bulan, karena dampak covid menyebabkannya mendapatkan potongan penghasilan 50%, setiap bulannya dia harus membayar angsuran rumah sebesar 5 juta dan angsuran mobil 4.5 juta. akibatnya uang tersisa hanya 500ribu untuk kebutuhan keseharian, dia meminta bantuan dari pemerintah. 

Secara logika gaji 20 juta/bulan adalah penghasilan yang besar sekali seharusnya memiliki dana darurat cukup untuk kebutuhannya beberapa bulan. Saya yakin cerita ini bukanlah cerita yang langka, pasti ada teman dan kerabat kita yang terjebak dari pembayaran angsuran atau hutang yang menumpuk. 

Pepatah mengatakan besar pasak daripada tiang. Ini yang harus kita pahami, uang merupakan bentuk penukaran yang harus kita manfaatkan sebaik-baik mungkin. Uang akan cukup jika membiayai biaya hidup akan selalu kurang membiayai gaya hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun