Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan featured

Memahami tentang Mereka yang Belum Siap Menikah

1 Agustus 2018   08:23 Diperbarui: 7 Februari 2021   13:15 2699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat usia saya masih sekitar belasan tahun rasanya menikah adalah hal yang simple dan mudah. Pun saya sering heran dengan mereka-mereka yang belum juga menikah. 

Apa sesulit itu kah menikah? Melihat para seleberitis yang tak kunjung melepas masa lajangnya pun semakin membuat saya heran, padahal jika dilihat dari segi usia, fisik, apalagi materi, mereka sudah bisa dikatakan mampu untuk menikah, toh apa lagi yang mereka tunggu? lagipula menikah itu enak, nantinya gak bakal kesepian, punya anak, ada yang ngelindungin dan kalau ada masalah bisa cerita sama pasangan, mau kemana-mana pun bisa dianterin terus pulangnya ada yang jemput deh.

Namun saat mulai memasuki usia 20 tahunan, agaknya saya ragu pada pendapat sendiri tentang menikah itu mudah. Dibarengi dengan pengalaman yang semakin bertambah, akhirnya saya mulai paham bahwa menikah bukanlah perkara yang simple dan mudah seperti menjelaskan proses turunnya hujan atau kondensasi yang selalu itu-itu saja. 

Misalnya siklus dalam menikah adalah seseorang lulus pendidikan, mendapatkan pekerjaan, kemudian melamar atau menerima lamaran menikah dari pasangan. Namun sayangnya, siklus dalam menikah tidak lah selalu seperti itu.

Berbicara tentang menemukan pasangan hidup adalah sebuah takdir yang sudah digariskan, ya tentu saya percaya tentang itu. Namun untuk konteks ini, tidaklah untuk membahas takdir, melainkan saya mulai paham tentang mereka yang belum juga siap untuk melepas masa lajangnya. 

Mereka bisa saja dikatakan siap dalam segi usia, fisik, dan materi, namun dari segi mental belum tentu siap. Silakan dikatakan lebay tapi memang begitulah keadaannya, setiap orang memiliki jalan pikirannya masing-masing,  dan itu pun yang mulai mengganggu pikiran saya ketika mendengar kata pernikahan.

Mental saya seolah menjadi mundur untuk persoalan menikah. Bukan karena enggan menikah, toh siapa sih yang mau hidupnya kesepian tanpa pasangan? Tapi ada beberapa alasan yang menjadi bahan pertimbangan, mungkin hal ini dianggap sepele namun bisa hilang nantinya setelah memasuki fase pernikahan, dan alasan tersebut antara lain adalah :

1. Tak ada lagi "Me time"

"Me time" adalah moment yang paling berharga di mana seseorang dapat meluangkan waktu untuk dirinya sendiri tanpa kehadiran orang lain, entah itu keluarga, teman, atau pasangan. 

"Me time" bisa dilakukan dengan cara beristirahat atau memanjakan diri sendiri, baik itu membaca buku, merenung di kamar, santai dengan segelas minuman, nonton di bioskop sendirian, dan lainnya. 

Saat ini pun saya merasa beberapa kesempatan "Me time" saya akan hilang jika sudah menikah. Nantinya saya tak akan bisa lagi duduk sendirian sambil menikmati segelas minuman di tengah keramaian Mall kota selama berjam-jam, kemudian saya tak bisa lagi berlama-lama merenung di kamar sendirian, dan yang konyolnya adalah saya akan kesulitan menonton drama korea sendirian karena tugas sebagai seorang istri sudah menunggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun