Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Sosial dan Fenomena Labrak-melabrak di Sekolah

11 Mei 2018   06:33 Diperbarui: 11 Mei 2018   08:15 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://m.news24.com/SouthAfrica/Local/Maritzburg-Fever/bullying-at-school-is-a-concern-20180124

Jadi kejadiannya sudah beberapa bulan yang lalu. Saat itu keponakan saya yang masih duduk di bangku SMP tiba-tiba menangis dan menelepon mamanya untuk segara datang ke sekolahnya tanpa memberikan penjelasan apa-apa. Mendengar tangisan anaknya yang lumayan kencang di telepon, jelas membuatnya panik, apalagi mama dan ayahnya sedang kerja dan tak bisa datang ke sekolah, maka diminta lah tante saya yang sedang mengajar di dekat sekolahan ponakan saya ini untuk datang mewakili ke sekolah.

Sesampainya di sekolah ponakan saya, kemudian tante saya datang ke kelasnya dan menanyakan kenapa menangis ? Wah, ternyata jawaban dari ponakan saya cukup bikin menghela nafas, yakni "Aku mau dilabrak".

Ketika saya diceritakan tentang kejadian yang bikin panik keluarga tersebut, membuat saya kembali mengingat masa-masa sekolah saya saat dulu yang keadaannya memang masih mirip-mirip dengan generasi saat ini. Saat itu saya tak menanyakan kenapa ponakan saya ini akan dilabrak oleh temannya sendiri, atau mungkin bukan temannya, melainkan kakak kelas atau seorang siswa yang berbeda kelas. 

Sebab saya paham betul ketika seorang siswa dimusuhi siswa lain di sekolahnya pasti dikarenakan berbagai alasan yang itu-itu saja, yang berbeda hanya caranya saja.  Jika dulu seorang siswa mengundang pertengkerang hanya dengan cara mengejek langsung, merebut cinta monyetnya, main surat-suratan, memainkan mata sinis di kantin, atau menulis kalimat hujatan di tembok tangga atau toilet sekolah, maka berbeda dengan cara baru saat ini, yaitu melalui media sosial.

Sampai saat ini beberapa pelajar memang sedang asik-asiknya mengeluarkan unek-unek di media sosial, termasuk saya ketika masa alay saya yang masih berjaya di sekolah. Postingan berupa kalimat, foto, atau video di media sosial saat ini memang telah unggul menggantikan posisi tembok sekolah sebagai media menyiratkan perasaan kesal di dalam hati kepada siswa lain. 

Perang status, komentar, atau pesan melalui cepu di media sosial menjadi hal biasa, dan parahnya kalau keadaan sudah semakin memanas, maka diputuskan lah untuk mengadakan ajang labrak- melabrak.

Saya masih bisa bersyukur karena ponakan saya tidak jadi dilabrak oleh temannya (anggap saja temannya) di sekolah. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa banyak sekali video para pelajar yang dengan bangganya melakukan aksi labrak-melabrak yang ujung-ujungnya adalah tindakan kekerasan antar dua pihak. Jika berbicara jujur tentang kealayan saya, sebenarnya saya dan beberapa teman-teman saya pun pernah melakukan aksi melabrak siswa lain saat masih sekolah. 

Dan alasannya cukup alay, seingat saya saat itu terjadi perang media sosial yang dipicu oleh pertandingan bola, yakni team putri kelas saya tak terima jadi runner up atau juara dua, dan yang jadi wasit dalam pertandingan bolanya adalah satu kelas dengan lawan saya (yang menjadi juara satu), kemudian timbul lah rasa curiga wkwkkk. Tapi tenang saja, saat itu saya tidak merekam dan melakukan aksi kekerasan kok.

Salah satu keluarga saya yang berkewarganegaraan asing pernah mengirimkan saya sebuah video tentang pelajar indonesia yang awalnya sedang adu mulut kemudian dilanjutkan dengan perkelahian secara fisik. Jelas saya kaget dan bingung, kok bisa ya hal-hal alay seperti itu jadi bahan obrolan warga asing. Memang secara umum fenomena labrak-melabrak tidak hanya terjadi di Indonesia saja, di luar negeri juga banyak kok, tapi kalau merambah sampai luar negeri rasanya kejauhaan ah.

Sumber :Tangkapan layar Obrolan di Facebook
Sumber :Tangkapan layar Obrolan di Facebook
Berhubung pernah mengalaminya, maka saya bisa memahami emosi yang dirasakan oleh anak-anak alay saat ini. Sebisa mungkin, sesegera mungkin, emosinya harus tersalurkan agar mencapai rasa kepuasan tersendiri bagi mereka yang sedang bertengkar. Maka dengan melakukan aksi melabraklah anak-anak alay ini akan merasa puas. 

Tapi kok herannya mereka tak memiliki rasa takut ya ketika aksi melabraknya tersebut direkam dalam bentuk video, apalagi sampai diposting di media sosial. Padahal kebanyakan dari video pertengkaran pelajar, yang jadi si perekam video tersebut ya si teman-teman pelabrak juga, dan mereka aktor yang ada di video juga sadar bahwa aksinya sedang direkam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun