Mohon tunggu...
Dian Septi Purnamasari
Dian Septi Purnamasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - writers and researchers

-0- |: Halcyon-Solitude-Petrichor connoisseur :| 🐨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adakah Reinkarnasi?

25 Maret 2021   08:37 Diperbarui: 25 Maret 2021   09:10 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Reinkarnasi, reinkarnasi berasal dari kata re-inkarnasi. Inkarnasi secara bahasa memiliki makna menitis, menjelma, mewujud. Re artinya kembali atau berulang, seperti regenerasi dan sebagainya. Maka makna dari reinkarnasi adalah mewujud atau terlahir kembali. Mengenai hal itu bagi saya reinkarnasi hanyalah bentuk ide dari manusia yang sudah melekat dan mendapat kepercayaan terkhusus para penganut agama Hindu. Reinkarnasi sendiri ditujukan untuk mengkontrol pola dan sikap dari manusia agar ia mendapatkan suatu keadilan dari apa yang ia perbuat. 

Seperti penyajian argument moral oleh Vivekananda untuk reinkarnasi. Ia menghubungkan gagasan ini dengan theodicy (upaya untuk menyelesaikan masalah kejahatan dengan menyelaraskan keberadaan Tuhan dengan keberadaan kejahatan atau penderitaan di dunia) daripada meletakkan tanggung jawab atas semua penderitaan kita terhadap Tuhan. 

Hal tersebut menyatakan bahwa reinkarnasi, menurut Vivekananda, adalah sikap yang membuat kita bertanggung jawab atas penderitaan kita sendiri. Selain daripada itu pengenalan Samsara, ide sentral dari Upanishad, dimana semua fenomena sesungguhnya hanyalah penampilan sekunder yang dibutakan oleh ilusi, sehingga membuat manusia bertindak bodoh dan menderita. Reinkarnasi kemudian hanyalah takdir dari individu yang ditentukan oleh tindakan individu.

Saran bagi semua umat (tidak hanya umat Hindu), bagi pemeluk agama agar kiranya tidak memberikan kepercayaan yang terlalu mendalam sehingga dapat menyiksa batin dirinya, atau nanti pada akhirnya semua yang kita perbuat kembalinya tidak karena Tuhan, akan tetapi kembali kepada perasaan kita yang mengharapkan timbale balik dari yang kita perbuat. Dalam konteks lain, apakah kita beragama hanya mengharap surga dan neraka atau kebaikan dan keburukan, bukan untuk mengharap Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun