Mohon tunggu...
Dian Onasis
Dian Onasis Mohon Tunggu... Iruta Penulis -

Dian mulai belajar ngeblog tahun 2003. Sekarang menikmati passionnya di dunia menulis buku, terutama novel anak-anak. Sejak tahun 2008, telah menjadi kontributor untuk lebih dari 30 antologi, dan menghasilkan 7 novel anak.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

[Jalan-Jalan] Kebun Binatang Ragunan, Binatangnya Mannnnaaa?

2 April 2011   00:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 10356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_99561" align="alignnone" width="640" caption="Plang Kawsan Children Zoo, ada tulisan Freefortnya... "][/caption]



Sudah Diniatkan.

Sejak dua kali ke Zoo Guangzhou, China beberapa bulan lalu, aku sudah meniatkan dalam hati, bahwa kelak jika pulang ke Jakarta, Indonesia, aku akan mengajak putriku melihat kebun binatang Ragunan. Terakhir aku ke sana ketika usiaku 4 tahun, itu berarti puluhan tahun yang lalu. Ada kutitipkan sedikit harapan, bahwa bonbin Ragunan nantinya tak kalah keren dari bonbin Guangzhou.

Petunjuk Arah.

Sebagai orang yang tak begitu hapal jalan di Jakarta, penggunaan GPS lumayan membantu. Ketika kami sudah sampai di dekat pintu barat Ragunan, kami ternyata salah ambil belokan. Benar-benar di kawasan dekat Cilandak itu membingungkan. Walhasil kami harus memutar balik lagi. Baru yang ke dua kalinya kami mengambil belokan kanan yang benar ke arah Ragunan.

Petunjuk arah mengenai tiket dan penjelasan tempat parkirnya juga sedikit membingungkan. Aku kira, mobil bisa masuk. *Berharap seperti Taman Safari di Puncak, ternyata tak sama. Kamipun membayar sejumlah uang masuk tiket yang ternyata terbilang murah sekali. Setelah selesai parkir, kamipun masuk ke pintu di Utara III. Tak ada kejelasan apakah bisa langsung atau membeli tiket lagi. Sialnya, aku tak bertanya lagi. Main beli tiket lagi aja. Ketika nyampe di rumah, aku baru ngeh kalau aku sudah bayar tiket masuk dua kali. Hehehe...

Begitu melewati pintu masuk, "paparazzi" amatiran yang memotret dan seringkali "memaksa" menjual fotonya, memotret kami bertiga tanpa ijin. Aku jadi ingat masa-masa wisuda jika sudah demikian. Aku berharap tidak berjumpa dengan si tukang potret itu lagi nanti. Aku dengar dari satu dua pengunjung di sana, satu foto bisa dihargai mahal, apalagi kalau kita menunjukkan wajah tertarik membelinya.



[caption id="attachment_99563" align="alignright" width="260" caption="gendong tinggi sama ayah, melihat binatang yang minim jumlahnya "][/caption]



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun