Menyusuri Sungai Mutiara atau Pearl River di waktu malam, adalah menyaksikan kota Guangzhou bermandikan cahaya lampu di sepanjang sunga tersebut. Indahnya...
Di hari ke tiga bulan syawal, hari Minggu kemarin. Aku dan keluarga kecilku ingin mencoba menjajal keberanian pergi mencari cara mengikuti Pearl River Cruize, atau naik kapal boat atau kapal wisata menyelusuri Pearl River atau sungai Mutiara yang membelah kota Guangzhou dan melihat keindahan kota di malam hari.
Dua kali datang ke Guangzhou, di kali pertama dulu, aku sama sekali tidak sempat melihat Pearl River. Maka kali ini, bermodalkan peta, petunjuk jalan dan informasi dari asisten manager di Pearl Garden Hotel tempat kami menginap, dimulailah perjalanan kecil ini.
Jam 13.30, setelah suami pulang dari Shipyard, kami bersiap ikut mobil gratis dari hotel -yang selalu disiapkan setiap weekend bagi para tamu hotel- menuju Tee Mall. Pejalanan satu jam tersebut berjalan lancar dibawah nuansa gerimis. Membuat aku berdoa dalam hati semoga cuaca cukup bersahabat malam ini, sehingga bisa jalan-jalan di dock kapal wisata nantinya.
Setiba di Tee Mall, kami langsung mengarahkan kaki ke metro subway statiun Tiyu Xilu dan memilih tiket seharga 3 yuan per orang ke arah line 2 yakni Stasiun Haizhu Square. Sebuah kawasan pasar grosiran mainan, alat tulis kantor dan souvenir. Menjelang keluar statiun, kami pelajari pintu keluar stasiun yang banyak tersebut. Kami lihat, ternyata menuju Tianzi Wharf atau dock tempat naik kapal wisata ada di pintu A, dan harus berjalan cukup jauh. *inilah enaknya ada petunjuk pintu keluar, jadi bisa tahu tujuan yang akan didatangi.
Karena menurut info dari internet yang aku dapat, biasanya kapal wisata baru menyusuri sungai Pearl pada jam 6 sore, maka karena saat itu baru jam 14.45, kami memilih untuk keluar pintu B1 arah Haizhu square sekedar melihat-lihat saja dulu. Meskipun akhirnya setelah tiba di kawasan grosiran boneka dan atk, aku tertarik untuk membelikan dua boneka sebesar badan putriku bertema Minnie Mouse dan Donald Duck. Tawaran pertamanya sih untuk dua boneka adalah 90 yuan, akhirnya bisa aku tawar jadi 70 yuan. Itupun sedikit menyesal kenapa tidak menawar lebih rendah lagi. Karena toh ini kawasan grosiran, biasanya memang harganya jauh dibawah harga boneka di mal atau di toko-toko lainnya. Singkat cerita, setelah beli boneka, kami sekeluarga sekedar jalan sebentar menghabiskan waktu melihat-lihat barang-barang grosiran yang memang dijual super murah.
Bayangkan saja, iseng aku menanyakan harga potong kuku yang bagus kualitasnya dan unik bentuknya. Beberapa hari lalu, aku lihat di toko dekat hotel, harganya 9.9 yuan nyaris 10 yuan. Sementara di toko grosiran, kalau beli satuan, harganya 3,4 yuan, dan kalau beli 1 lusin tidak sampai 45 yuan. Murah banget ya... aku jadi terpikir mau beliin oleh-oleh potong kuku, hehehehe. Kan jarang-jarang ada oleh-oleh potong kuku bagus kualitasnya begini... Tapi baru rencana saja, karena niat utamanya memang mau menuju Tianzi Wharf, jadi kami tidak lama "window shopping" nya.
Kami kembali ke stasiun Haizhu Square, kali ini untuk pindah pintu keluarnya saja. Yakni pintu A. Setelah berjalan beberapa puluh meter, kami keluar pintu A yang posisinya dekat tangga menuju Haizhu Bridge dan tepat di depan kami adalah jalan raya yang memisahkan aku sekeluarga dengan tepian Pearl River.
Senang sekali rasanya hati ini, karena akhirnya bisa melihat sungai yang terkenal di Guangzhou. Kamipun menyebrang jalan dan melihat dari dekat sungai, menyusuri jalan tepi sungai yang rapi dan rindang menuju arah Dock kapal wisata sekitar 300 meter lebih di sebelah kiri pintu keluar tadi.
Kondisi air sungai kecoklatan, mirip sungai Musi di Palembang. Sesaat aku jadi terkenang sungai yang membelah kota kelahiranku tersebut. Bedanya di Guangzhou benar-benar terawat. Aku sempat melihat kerja sebuah kapal pemungut sampah yang menelusuri sungai tersebut untuk memungut sampah yang ada di permukaan air sungai. Aku tak pernah melihat kapal seperti ini di sungai Musi.
Lagipula tak heran jika wisata sungai nya di Guangzhou memberikan janji keindahan, karena memang kiri kanan sungai adalah gedung-gedung megah dan modern. Bandingkan dengan sungai Musi yang kiri kanannya adalah rumah terapung milik penduduk dan juga kawasannya tak begitu terawat. Sehingga rasanya aneh jika hendak berwisata malam hari di kota Palembang. Jikapun ada kapal wisata, kabarnya ada ruang makannya di kapal tersebut. Tidak heran jika dikombinasikan dengan makanan, baru ramai kapal wisatanya. Karena memang kota Palembang cukup menjanjikan jika terkait makanan tradisionalnya.