Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Quiet Quitting: Memahami Kesehatan Mental ala Neurosains

6 September 2022   11:42 Diperbarui: 7 September 2022   12:52 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi burnout pada karyawan | via unsplash.com @elisa ventur

Menurutnya ini merupakan bentuk perlawanan terhadap hustle culture. Di mana kita berpikir bahwa kehidupan kita adalah pekerjaan kita. Video singkat berdurasi beberapa detik ini kemudian disambut dengan pro dan kontra.

Sebetulnya, fenomena ini sudah ramai di kalangan gen Z dan kaum milenial sejak bulan Juni yang lalu. Akan tetapi, media sosial baru-baru ini mulai ikut menyoroti fenomena yang kemudian muncul dan sempat "menggegerkan" dunia mental health.

Apakah fenomena ini termasuk tanda gangguan kesehatan mental? Trus gimana tuh cara mengatasinya? Kasih tips dan triknya dong! Pelajaran apa yang bisa diambil dari pergeseran budaya kerja tersebut? Dew, pertanyaan yang berjubel tanpa diminta hadir menjelma, sodara-sodara.

Olret. Kemon, kita bahas secara ringkas. Eits, seperti janji saya lewat feed instajram dan efbi: Bahwa dalam artikel ini saya juga tidak akan memberikan tips dan triks ala motivator keren. Wokay? So, let's go.

Fenomena Quiet Quitting dalam Faset Anatomi Tubuh

Faset yang akan kita gunakan adalah kesehatan. Maka mari kita belajar bersama bagaimana seseorang pada akhirnya mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan sebagai reaksi dari rangsangan informasi yang datang melalui indera kita.

Dalam mempelajari mekanismenya, otak mempunyai tiga konsep dasar. Salah satunya adalah bahwa otak memiliki sifat plastis.

Dikatakan mempunyai sifat plastis karena otak manusia mempunyai kemampuan untuk memodifikasi dirinya secara dinamis. Kemampuan tersebut memberikan manfaat kepada kita supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan. 

Namun perlu diketahui bahwa sifat plastis pada otak kita mempunyai keterbatasan. Pada kasus psikopat, misalnya. Kondisi plastisitas ini tidak akan berlaku. Karena ada bagian tertentu pada otak psikopat yang tidak dapat berfungsi seperti pada umumnya.

Mekanisme otak pada manusia yang bekerja secara plastis ini kemudian disebut sebagai plasticity neural atau neuroplasticity. 

Yaitu, kemampuan otak bekerja secara simultan untuk merespon setiap rangsangan yang masuk setiap hari sebagai salah satu atribut otak dalam hal-hal tertentu. Inilah yang terjadi mengapa kita dapat membuat keputusan yang berbeda setiap kali menghadapi kondisi yang membuat kita tidak nyaman. 

Otak tidak dirancang untuk membedakan benar atau salah. Otak bekerja mempercayai apa pun yang kita yakini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun