Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Distorsi dalam Secangkir Kopi

26 Agustus 2021   12:43 Diperbarui: 26 Agustus 2021   12:57 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
via unsplash.com @Lexi Anderson

Redup mentari mendaki pundak hari. Pagi tak sempat berucap selamat tinggal pada secangkir kopi. Dan, genangan sisa  mimpi, terjerembab gerimis sepi. Di sini. Di halte ini.

Sunyi menemani riuhnya hati yang bersenandung. Ditemani piano yang mendenting.
Menghentak!
Menyentak! 

Menghanyutkan tepian rasa yang tak berujung.

Aku menunggu waktu, saat musim mulai meninggalkan rinai hujan yang meluruh dalam deru
Kala itu, mentari menepi, di batas denting sepi, hinggap pada sebuah dimensi, suatu ruang tanpa sisi...

Apa kau dengarkan rintihan awan yang menghujan? Kalau ia lepaskan air begitu saja di kalangan tanah kering, pecah, tanpa tuan.
Demi sebuah hidup yang tiada pernah mampu tertawan oleh gaduhnya bising suara tirani tanpa lawan

Kopimu adalah distorsi ketika uapnya merubah menjadi distraksi dalam alam monarki imaji, yang kugulati di halte ini

Bus kota sudah lewat. Hujan belum reda. Kuseduh kembali kopi dan menanti bus selanjutnya. Kupastikan beranjak sebelum tumbuh jerawat. Menikmati penantian tanpa arah tujuan. "Sayang, aku lelah bertualang."

Halte ini kembali sepi, seperti kopi pertama malam ini. Hitam pekat, gelap pada malam yang tak sempat berjabat. Seperti siluet yang melukis pelukan untuk saling berpamitan.

Pisah. Dalam desah yang tak tersampaikan. Peluh dalam keluh. Lalu menghilang dalam ingatan. Membuai lalu menghilang dalam lamunan. Sepi lagi, berulang seperti penantian yang tak terkabarkan. Ah..semua tentang kehilangan.

Andai aku iblis, kan kucipta semua yang bikin tangis. Andai aku Dewa, takkan kucipta semua yang bikin luka. Agar kau tahu kopi ini nikmat. Dan Rindu ini semakin dahsyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun