Ada butir-butir kata bercecer di ladang juragan, sedang dihitung oleh hamba wicara yang gemar bertutur
Dengarlah, dengar! Celoteh pagi yang bergemar, tentang kisah kemenangannya mengusir malam yang telah bersetubuh dengan janari, sementara ia sendiri menyerahkan dirinya dilumat matahari
Di tepi tapi awan hitam bertemu tamu, ia berbincang dengan alam, lantang serupa petir dan guntur nan mengguncang, sedang angin riuh ke sana ke mari meniup semesta bimbang
Lihatlah, lihat! Seorang anak kecil berlari menembus kabut pagi mencoba meraih mimpi sebelum ia tenggelam dan mati di pusaran arus masa yang semakin menggerus, membuatnya semakin kurus
Jauh di ujung jalan, sang tua berkesah tentang sebuah kisah kala ia menunggu kemarin kembali datang bersua, namun saatnya tiada kunjung tiba jua
Rasakanlah sebuah rasa. Legitnya waktu merekam mekarnya kembang, lalu tumbang, jatuh mencium tanah basah, sesaat setelah kematian memeluknya penuh kemesraan
Ada jiwa yang tenang terbang menuju tempat tenang lagi senang, jiwa yang berjumpa terang, telah menang dari segala perang
Titik bukan untuk sebuah akhir, namun awal segala yang baru.
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya" (King Solomon)