Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Putus Cinta, Sebuah Seni Belajar Bangun Relasi

12 Januari 2021   05:50 Diperbarui: 14 Januari 2021   11:04 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: broken heart | via peoplespharmacy.com

Mengapa saya lebih tertarik cinta yang sehat, karena di dalam cinta yang sehat 2 individu yang berpasangan tidak saling melemparkan tanggungjawab emosi mereka. Dalam menjalin hubungan, 2 individu ini mengerti benar bagaimana mereka mengakui dan mengatasi masalah mereka sendiri dengan dukungan pasangan mereka. 

Bahwa segala jenis emosi, termasuk keinginan mendapatkan kebahagiaan adalah tanggung jawab masing-masing individu. Bukan tanggung jawab pasangannya. 

Konsep inilah yang seringkali dilupakan oleh setiap mereka yang merindukan bertemu pasangan. Sehingga pada saat setelah melewati beberapa lama waktu bersama, individu seringkali merasa bahwa pasangannya berubah. Tidak sama seperti pada saat awal perkenalan terdahulu.

Putus Cinta Adalah Sebuah Proses Kehidupan

Seiras dengan Manson, psikolog ternama Viktor E. Frankl sang pelopor logotherapy, pernah mengungkapkan bahwa pencarian makna dalam proses hidup adalah lebih berarti dari pada mengejar tujuan itu sendiri.

Apa yang kita bawa semenjak kecil, doktrinasi cinta romantis sebagai sebuah relasi mengasikkan, membuat senang, gembira dan selalu bahagia mengisi otak kita, memanipulasi, sehingga menimbulkan efek delusi.

Paradigma cinta yang menimbulkan rasa gembira membuat kita menjauhi kata putus cinta. Seakan, ketika putus, dunia serasa kiamat saja.

Saya sendiri tertampar dengan fakta ini, Sobat. Ternyata fase putus cinta adalah sebuah masa krisis eksistensi yang memaksa kita untuk dapat memaknai kehidupan, bahkan mampu membuat kita merubah arah menjadi lebih baik.

Lha tapi, apakah hanya dengan putus cinta lantas kita belajar memaknai hidup? Ya tentu saja bukan begitu, Sobatku. 

Boleh jadi kita mempunyai ekspektasi, mmmh, atau harapan dan tujuan dari hubungan yang kita jalin. Tapi, bukan berarti bahwa kita berhak menuntut pasangan kita memberikan kebahagiaan kita. Saling mendukung mungkin merupakan pilihan yang lebih tepat yha, Sobs.

Bolehlah memiliki wawasan mengenai beragam konflik dalam masa pacaran, tapi bukan berarti dapat begitu saja menempatkan kondisi-kondisi tersebut pada pasangan kita. Saling belajar yha Sobs...kita saling belajar...

Sebagai penutup, saya kutip rangkaian aksara yang cukup terkenal, dari kumpulan cerpen milik Dee Lestari, Rectoverso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun