Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paskah 2020, Keheningan Dalam Penghayatan Kemenangan Membawa Harapan

12 April 2020   11:28 Diperbarui: 12 April 2020   12:37 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana gereja yang sepi |dokpri

Mungkin bagimu aku beruntung, tapi rasa sedih ini semakin merudung, saat kulihat Minggu ini tak ada jejalan jemaat ke rumah Tuhan yang datang berkunjung, karena pandemi yang entah sampai di mana temukan ujung.

Tahun lalu, kami masih sibuk berlatih drama Paskah persembahan anak sekolah Minggu. Paskah tahun lalu, ada beberapa remaja yang mengumandangkan kidung. 

Kini, jangankan drama atau sekedar kidung. Satu jemaat pun tak ada yang berkunjung. Aku tak pernah meminta mereka datang di saat musim seperti ini. Tapi...aku rindu mereka. Sangat.

Mungkin aku satu diantara mereka yang disebut beruntung, karena boleh mengunjungi gereja setiap saat aku inginkan. Bersujud di depan altar kapan pun aku merindukannya. Apakah aku seberuntung itu? 

Kala kawan seiman semua hanya mampu menghampiri tahta Allah dengan penuh ucapan syukur beribadah di rumah, aku beribadah di gereja. Ya, tentu saja, karena aku diijinkan tinggal di bagian belakang gereja.

Hari ini Minggu Paskah. Aku berdandan rapi, duduk di salah satu bangku ruang ibadah. Sama seperti hari-hari Minggu yang dulu. Hanya saja, kali ini, tak ada drama, tak ada liturgi, tak ada denting nada terdengar dari keyboad, tak ada song leader, tak ada singer, tak ada pembicara, tak ada jemaat, tak ada suara tepuk tangan.

Begitu pula ruang soundsystem, tak ada petugas yang mengoperasikan mixer. Di tempat multi media, kunyalakan CPU, layar LCD, proyektor, lalu monitor komputer, semua telah siap. Kemudian aku duduk di salah satu bangku kosong tersebut.

Kutarik nafas dalam, kuhembuskan pelan nan panjang. Aku berkata dalam hati, "Ini Paskah yang berbeda, Tuhan."

Anakku yang kecil, mengambil gitar, ia piawai memainkannya. Ia duduk di sebelah kananku. Olga Putri Adeodatus, pemberian Allah yang terindah. Menyusul kemudian duduk di sebelah kiriku, anakku yang besar, Adek Irma Marhaennita. 

Ya, hanya kami bertiga di ruang ibadah ini, untuk ibadah online. Kami ingin mempersiapkan diri. Kakak yang biasanya bertugas sebagai singer gereja mengangkat satu lagu pujian How Great Thou Art, karya Pendeta Carl Boberg sekitar tahun 1885, diiringi petikan gitar sang adik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun