Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku, Rindu

1 April 2020   19:06 Diperbarui: 1 April 2020   19:11 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : missing  (sumber: picabay.com)

Mataku menatap layar monitor. Jemariku telah bersedia rela melekat di atas keyboard komputer. Kursor pun tak segera beranjak dari tempatnya semula. Tetiba hening ini hanya menyisakan hening.

Di luar mendung makin pekat menghitam. Menutup sinar surya yang seharusnya hadir di kampung kecilku ini. Seharusnya hujan telah turun, tapi nyatanya semua semu. Hanya angin yang memasuki ruangan kamar, bergerak, menelusup, melewati jeruji besi jendelaku yang terbuka lebar.

Kulihat pemandangan di luar jauh lebih menarik daripada layar monitorku. Ada daun yang semakin diombang-ambingkan angin. Ada yang jatuh, namun ada pula yang bertahan.

Entah apa yang menjadikannya berbeda. Apa yang membuat dedaunan itu ada yang terjatuh, ada yang masih bertahan.

Selintas dalam batas lini sadarku, luruh satu perkataan Seneca, si filsuf besar dari Romawi, "kita adalah dedaunan yang ada di pohon yang sama," lalu bisikan Seneca menghilang dengan pelan, mungkin tertiup angin yang sedang meraba wajahku.

Lambat namun pasti, burung-burung terbang tinggi meninggalkan pohon besar itu dengan kepanikan. Mungkin naluri mereka sedang bekerja.

Dari arah kejauhan kudengar suara hujan mulai merambat bagai gelombang elektromagnetik mendekat ke arah kampung kecilku.

Denting lagu Love Me dari Yiruma terdengar semakin kencang dari gawaiku. Sebuah nomor asing muncul, dan aku begitu malas untuk meraihnya. Terakhir kali nomor asing muncul, hanyalah milik seorang pria kesepian yang entah mengapa nyasar ke gawaiku.

Kembali terdengar nada dering yang sama. Usai menutup jendela, karena air hujan sebagian mulai meringsek masuk ke dalam kamar, kuraih ponsel yang tak jua berhenti berdering.

"Halo," tak ada sahutan dari si penelpon. "Ya, halo? Siapa ini?"

"Hai ... ini Rindu ya?" kali ini aku yang tercekat, terkejut demi mendengar suara dari si penelpon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun