"Kayu sanobar," kata Thea yang tersenyum saat melihatku meraba ukiran di pintu masuk. "Pintu ini terbuat dari kayu sanobar. Kau tahu, bukan?"
"Kayu yang ada di Libanon?" Thea hanya tersenyum dan mengangguk sekali  "Oh, keren," aku masih terkagum-kagum.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" seorang pelayan laki-laki agak tua membuka pintu dan menyapa kami.
"Kami ingin bertemu Tuan Dunberg. Tolong katakan, namaku Thea, dan ini Sherin," agaknya Thea memperkenalkan diri dan aku hanya tersenyum.Â
Tak lama kemudian kami memasuki sebuah ruangan indah. Lantai ini dingin. Dalam ruangan itu ada sebuah meja besar nan indah. Terbuat dari kayu pula. Tak kalah indahnya dengan pintu masuk tadi.Â
Ada sebuah tangga di sisi kiri ruangan luas itu. Tangga itu berulir, dan sangat megah. Menurutku. Ada sebuah karpet merah di tengahnya. Karpet yang menambah anggun tangga tersebut.Â
Aku terus saja mengagumi ruangan itu. Seperti anak kecil yang baru saja masuk di sebuah tempat asing.Â
Lalu turun dari tangga itu seseorang yang sudah tua. Usianya mungkin hampir sama dengan Ayahku.
"Tuan Dunberg, "sapa Thea sambil menundukkan kepala dan membungkuk seperti menghormat. Aku pun mengikutinya.
"Selamat datang di rumahku, Tuan Putri," sapa orang tua itu.Â
Kembali aku menghormat padanya.