Belum lama aku duduk, tiba-tiba di sampingku duduk seorang lelaki. Ya, lelaki berbaju putih yang tadi melihatku di saat berlangsungnya prosesi pemberkatan nikah.
"Hai, apa kabar?" sapanya pasti.
Biasanya aku mengacuhkan diri dari sapaan lawan jenis yang tak kukenal. Namun kali ini sapaan yang terdengar akrab di telingaku, membuat aku melirik lelaki yang ikut duduk di samping kananku.
Seulas senyum kusertakan. Kuingat wajahnya. "Hai," aku tak mampu menahan suatu rasa yang kembali hadir dalam hatiku.
Kami kembali terdiam dalam senyum kami masing-masing. Tak tahu apa yang dipikirkannya, yang jelas kenangan dua tahun silam dengan lelaki ini kembali hadir dalam ingatanku.
Tak banyak yang berubah darinya. Kupandangi wajahnya sebentar, lalu kembali kulempar pandanganku ke arah taman kala ia balik memandangku.
Ya, sorot mata elangnya yang tajam selalu menembus bilik jantungku. Bahkan saat aku hanya bisa mengenal lewat foto profilnya. Dan kini aku tak mampu menahan rasa malu, yang entah datang dari mana.
"Apa kabarmu?" tanya lelaki yang tak lain adalah Bimo. Seperti nama salah satu tokoh wayang Pandawa.
"Baik. Mas Bimo sendiri gimana? Sudah lama ga ketemu ya, Mas?"
"Lhoh, kita kan memang baru ketemu ini?"
"Oh iya, saya lupa, Mas."