Disebut sebagai sebuah peristiwa langka, karena adat ritual ini hanya terjadi jika dalam sebuah trah terdapat 4 keturunan yang semuanya masih lengkap.Â
Nah, bisa dikatakan ini adalah hal yang langka di masa sekarang ini, bukan? Mengingat usia seseorang sangat jarang bisa mencapai angka 100 tahun.
Jadi, bukankah ini peristiwa yang langka? Dan bukankah ini adalah sebuah keberuntungan bagi saya untuk ikut ambil bagian menyaksikan peristiwa yang hampir punah di tanah tercinta ini?
Tentu saja yang membuat "gumreki" ini menjadi budaya yang jarang dilakukan oleh penduduk sekitar, adalah rangkaian acara pada budaya ini tergolong rumit dan memakan biaya besar.
Gumreki dan keunikannya
Gumreki pada dasarnya adalah ritual ruwatan berbalut adat Jawa, di mana di dalamnya terdapat uraian ucapan syukur beserta dengan doa supaya dijauhkan dari segala malapetaka.
"Kalau doa-doa, yang pasti disesuaikan dengan agama dan kepercayaan masing-masing keluarga, tapi yang namanya nguri- uri (melestarikan) budaya Jawa, ya pasti ada doa dari sesepuh sini juga, Mbak," begitulah ujar Budi Riyanto (31) seorang warga dusun Kopeng.
Sebuah keluarga besar yang terdiri lebih dari 40 orang dan berkumpul menjadi satu memang bukan hal yang biasa. Mengingat usia seseorang sekarang jarang yang mencapai lebih dari 90 tahun, bahkan hampir mencapai 100 tahun.
Keunikan kedua pada adat ini, adalah pada syarat diberlakukannya adat istiadat gumreki ini.Â
Selain itu, syarat untuk diadakannya ritual Gumreki ini adalah dari 4 keturunan tersebut harus berjumlah minimal 40 orang. Jika kurang dari 40 orang, tentu saja adat istiadat ini tidak bisa dilakukan.Â
Maka wajar bila budaya gumreki adalah budaya yang langka, dan mungkin hampir punah.Â
Prosesi gumreki
Diawali dengan pawai (arak-arakan) terdiri dari seorang pemimpin di depan (manggoloyudo), lalu disertai dengan para pengiringnya. Di belakang pengiring ada keluarga yang akan mengadakan ruwatan tersebut, berbaris sesuai dengan urutan usia paling tua.