Mohon tunggu...
Diah Lutfiani
Diah Lutfiani Mohon Tunggu... Pustakawan - mahasiswa yang mengandalkan kepentingan untuk dapat dekat dengan orang

blog ini akan berisi hal-hal yang membuat pembaca ingin tahu tentang ilmu perpustakaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pertimbangan Masyarakat dalam Pembuatan Kode Etik Komputerisasi

20 November 2019   02:41 Diperbarui: 20 November 2019   02:39 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketika membaca buku berjudul Ethical and Social Issues in the Information Age yang dikarang oleh Kizza, topik utama pembahasan buku ini adalah komputerisasi sehingga bisa dikatakan bahwa topik ini sedikit jauh dari pembahasan utama yang diinginkan pembaca yaitu information society. Uniknya walaupun faktanya subjek utama buku ini menggambarkan informasi dalam teknologi informasi akan tetapi terdapat pemaparan mengenai bagaimana komunitas masyarakat saat ini yang disebut Information Age bisa menggunakan komputerisasi atau teknologi informasi dalam bermasyarakat sesuai kode etik dan perlindungan elektronik yang bisa disediakan oleh ahli teknologi informasi. Hal ini mengingatkan penulis mengenai internet yang digunakan oleh masyarakat daerah pedesaan. Internet bagian dari hidup masyarakat saat ini. Pernyataan ini bukan sebatas pendapat saja, sudah menjadi fakta bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa adanya internet. Mulai dari yang paling esensial yaitu pekerjaan, sampai sebatas hiburan semua ada di dalam internet. Sebegitu besar pengaruh internet hingga kesadaran pemerintah menyediakan akses internet secara menyeluruh diadakan demi kesejahteraan warga negara. Hasil dari program pemerintah melalui kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) pada bidang tersebut adalah program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Artikel kali ini yang akan saya review membahas mengenai bagaimana masyarakat Sigi, Sulawesi tengah menggunakan internet hasil dari program tersebut.

Sudah sewajarnya bahwa demi mengukur penggunaan sesuatu menggunakan penelitian. Penulis menggunakan penelitian kuantitatif dengan kuesioner tujuh belas indikator. Pada sisi penelitian menurut saya penelitian dengan metode seperti ini lebih mudah dan dapat menggambarkan sebagian besar dari seluruh populasi yang ingin diteliti. Hasil yang dipaparkan pun bisa menjadi acuan untuk penelitian lanjutan sesuai dari saran dari penulis.

Sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam tahap belajar, saya memandang bahwa hasil penelitian ini memicu orang lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kajian ini. Data-data hasil penelitian secara umum memberikan gambaran secara demografis penggunaan internet di salah satu daerah yang bisa dibilang terpencil ini. Program PLIK memiliki sasaran yaitu pada masyarakat desa demi peningkatan hasil produksi pertanian. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahawa internet sudah menjadi bagian hidup masyarakat saat ini, maka melalui program ini internet diharpakan bisa menjadi alat untuk peningkatan perekonomian masyarakat khususnya bidang pertanian. Faktanya internet yang ada lebih banyak oleh digunakan oleh kalangan masyarakat terpelajar dan berpenghasilan tinggi. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan penulis pada poin pembahasan yaitu"Pengguna PLIK rata-rata berpenghasilan tinggi dan berpendidikan hingga tingkat atas". Menurut saya hal ini memang mungkin terjadi karena program ini sebatas menyediakan internet tanpa gadget sebagai tool atau alat untuk mengaksesnya. PLIK mayoritas diakses oleh masyarakat berpenghasilan tinggi karena mereka memiliki alat, sedangkan untuk masyarakat berpendidikan cenderung menggunakan karena memang kebutuhan akademisi untuk bersentuhan langsung dengan internet.

            Menurut laman dari KOMINFO dijelaskan bahwa program PLIK saat ini bukan hanya sebatas menyediakan internet bagi masyarakat desa melainkan literasi informasi digital demi pemanfaatan internet yang lebih efektif dan efisien. Pada artikel yan saya review kali ini, tidak ada data yang menjelaskan secara deskriptif bagaimana penggunaan interenet di Sigi mencapai taraf literasi. Penulis memaparkan data-data hasil jawaban kuesioner dan mengahasilkan kesimpulan bahwa terdapat dua kalangan besar untuk usia dan jenis kelamin sesuai penggunaan internetnya. Kalangan usia tua lebih memilih untuk akses lowongan pekerjaan, berita, peluang bisnis, dan bisnis online sedangkan untuk kalangan muda cenderung mengakses musik, video, dan hiburan lainnya. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih mendominasi dalam hal mengakses hiburan dibandingkan perempuan sedangkan untuk perempuan lebih cenderung pada informasi kesehatan, informasi fashion, dan resep masakan. Hasil pemetaan demografis penggunaan internet tersebut pun juga sesuai dengan tulisan Proenza et al (2001). Dalam buku yang berjudul Telecenters for Socioeconomic and Rural Development in Latin America and the Caribbean tersebut menjelaskan bahwa gender memang memberikan perbedaan jenis konten informasi yang dicari melalui internet seperti yang ditemukan Ngemba dan Wahid (2015) pada penelitiannya.

            Kesimpulan untuk keseluruhan pembahasan ini adalah tulisan Ngemba dan Wahid (2015) mengenai bagaimana masyarakat Sigi, Sulawesi tengah menggunakan internet hasil program PSLIK ini masih di tahapan pamaparan data. Tulisan mereka ini memicu akademisi yang belajar mengenai informasi dan literasi khususnya melalui internet untuk melakukan penelitian lebih mendalam sehingga lebih selaras dengan judul yang ditunjukkan oleh Ngemba dan Wahid (2015) pada tulisan tersebut. Saya sendiri selaku mahasiswa yang masih belajar cukup tertarik akan kajian bagaimana internet dan informasi didalamnya dapat digunakan secara efektif dan efisien (red. Literasi informasi). Apabila terdapat kesempatan dan kemudahan akses maka akan lebih baik bagi saya untuk melanjutkan penelitian ini demi mendapat analiss yang lebih menyeluruh. 

Kembali pada pembahasan buku berjudul Ethical and Social Issues in the Information Age Kizza memberikan pandangan mengenai penyampaian informasi oleh masyarakat dan bagaimana hubungannya dengan pembuatan kode etik komputerisasi. Pada era informasi, alat yang dibutuhkan dalam penyebaran informasi biasa disebut dengan teknologi informasi. Fokus utama pada buku ini adalah computing atau komputerisasi yang digunakan mayoritas masyarakat era informasi. Era informasi dapat dikatakan sejak ditemukannya komputer pada tahun 1970-an. Kizza, dalam bukunya menjelaskan bahwa sebelum masifnya penggunaan internet orang-orang biasa menggunakan catatan kecil (memo) atau bahkan mengirim surat melalui pos. Sedangkan setelah internet masif digunakan pesan bisa dikirim secara elektronik dan dengan waktu yang cepat. Hal ini selanjutnya oleh Kizza disebut dengan Confidentiality of Information. Akan tetapi yang menjadi kesulitan adalah apakah pesan-pesan yang dikirim sudah aman? Ataukah malah mengurangi nilai penyampaian informasi.

Pertanyaan tersebut terjawab pada penjelasan penulis pada sub bab Ethics and Privacy. Setelah pengiriman pesan melalui mesin elektronik sering digunakan masyarakat, demi kelancaran promosi bisnis maka perlu ada pengamanan informasi. Informasi merupakan komponen utama pengiriman pesan dan pengunaan teknologi informasi. Kizza menuliskan beberapa komponen pertimbangan dalam pembuatan kode etik informasi dalam komputerisasi yang digunakan oleh masyarakat antara lain:

The most common of these that must be in a good framework are:

Recognize inherent ethical conflicts through comprehension, appreciation, and

evaluation of all ethical dimensions of problem

Understanding the problem and the facts of the problem

Knowing the parties involved

Being aware of alternatives

Demonstrating knowledge of ethical practices

Understand how the decision will be implemented and who will be affected

Understanding the impact the decision will have on the parties affected

Understand and comprehend the impact of the decision of the parties involved

Berdasarkan delapan poin di atas dapat disimpulkan bahwa membuat kode etik membutuhkan pertimbangan dari komponen masyarakat secara umum. Pada poin pertama sudah tertulis mengenai dimensi komprehensifitas, apresiasi, dan evaluasi dapat diambil melalui obek masyarakat sebagai pengguna. Bahkan selanjutnya pada poin tiga dijelaskan bahwa keterlibatan kelompok masyarakat (parties) juga harus diketahui. Kemudian pada poin enam, tujuh, dan delapan pertimbangan lain berupa pemahaman mengenai akibat yang mungkin dihasilkan dalam pembuatan kode etik tersebut.

Buku Ethical and Social Issues in the Information Age oleh Kizza secara umum memang membahas mengenai komputerisasi dan teknologi informasi yang digunakan khususnya pada era infromasi. Akan tetapi terdapat beberapa pembahsan yang menunjukkan bahwa pembuatan kode etik penyebaran informasi dalam perangkat teknologi informasi dalam masyarakat bisa lebih sesuai dan normative melalui kode etik.

DAFTAR PUSTAKA

Kizza, J. M. (2010). Ethical and social issues in the information age. London: Springer. doi:10.1007/978-1-84996-038-0

KOMINFO RI. 2012. 11 Kelurahan Difasilitasi Internet. Diakses melalui https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/2279/11+Kelurahan+Difasilitasi+Internet/0/sorotan_media pada 17 Maret 2019

Ngemba, Rasmita H dan Wahid, Fathul. 2015. Melek Informasi Ekonomi Masyarakat Pedesaan: Apakah Konten yang Diakses Berpengaruh?. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015 Yogyakarta, 6 Juni 2015

Proenza, F. J., Buch, R. B., & Montero, G. Telecenters for Socioeconomic and Rural Development in Latin America and the Caribbean. ITU, IADB, FAO. Washington DC: IADB - Inter- America Development Bank. 2001

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun