Mohon tunggu...
Dhita Arinanda
Dhita Arinanda Mohon Tunggu... wiraswasta -

I find inspiration from hearing a song 'Time' by 'Chantal Kreviazuk'

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Harusnya Nominal Subsidi Tetap 1500 Perak, tapi Harga BBM Juga Naik-turun Ikut Mekanisma Pasar, Dong!

28 November 2014   20:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:36 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1417163705513901596

[caption id="attachment_378932" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Joko Widodo saat berbicara dalam acara Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Jumat (7/11/2014). (Sabrina Asril/KOMPAS.com)"][/caption]

Di awalnya mari kita bahas kembali dampak kenaikan BBM yang menyebabkan sebuah inflasi, perlu kita pahami lagi bahwa sebenarnya inflasi yang disebabkan oleh naiknya BBM itu ada dua macam, yang pertama adanya inflasi karena faktor psikologi, jadi dengan adanya kenaikan BBM ini, semua akan berpikir bahwa harga-harga pasti akan naik juga, maka secara teori ekonomi timbullah apa yang dinamakan ekspektasi rasional, yaitu pembeli merasa better off kalau beli sekarang daripada nanti, dan penjual pun merasa better off kalau menjual nanti daripada sekarang. Maka selanjutnya kondisi ini akan membuat kenaikan demand bersamaan dengan penurunan supply. Makanya sebagai contoh mudahnya kita bisa melihat harga barang, terutama yang bisa agak tahan lama (expired value) mulai naik sebelum BBM benar-benar dinaikkan.

Yang kedua adalah inflasi karena kenaikan cost produktif imbas dari kenaikan BBM sendiri. Inilah yang sering kita salah mengartikan bahwa BBM sering kali diartikan hanyalah komoditi konsumtif yang akan terbakar dan hilang menjadi asap saja. Kita sering kali lupa bahwa BBM sendiri adalah salah satu komponen produktif, semisal kita mau bisnis/bepergian ya menggunakan BBM, kita mau mengirim barang/distribusi produk industri/hasil panen ya menggunakan BBM, dan mesin-mesin pabrik pun bisa berjalan ya menggunakan BBM juga. Jadi dengan kenaikan BBM otomatis harga barang-barang juga cenderung naik, karena cost untuk bisnis, bepergian, produksi dan distribusi juga naik.

Nah yang selalu menjadi dalih dan isu untuk program-program kenaikan BBM adalah inflasi yang pertama, di mana yang ada itu hanya inflasi akibat faktor psikologi semata, yang beberapa waktu ke depan akan mereda dengan sendirinya, karena kenaikan BBM 'hanya' akan berdampak pada pemilik kendaraan bermotor saja, sedangkan inflasi yang kedua selalu dianggap sebelah mata dan mitos. Padahal, inflasi yang kedua itu riil memang benar adanya. Terlepas kita punya atau tidak mobil/motor, tentu saja dengan kenaikan harga BBM tersebut, harga barang-barang akan naik juga, dan semua elemen masyarakat akan kena imbasnya. Jadi bukan berarti kita tidak punya mobil atau motor maka kita tidak akan kena imbasnya.

Beberapa waktu kemarin, Menteri Keuangan Pak Bambang PS Brodjonegoro memberikan sebuah wacana baru tentang adanya implementasi subsidi tetap per liter. Seperti yang penulis kutip dari Harian Kompas. Selasa, 25 November 2014. Pak Bambang PS Brodjonegoro dalam Indonesia Economic Forum, the Rise of the Consumer Class Indonesia 2015 mengatakan,

"Pemerintah ingin mengimplementasikan subsidi tetap per liter. Dengan demikian, anggaran subsidi energi bisa lebih managable. Dengan menerapkan subsidi tetap, maka disparitas antara harga BBM bersubsidi dengan harga keekonomian bisa diperhitungkan. Volume subsidi BBM pun bisa dikontrol. Sedangkan di sisi lain, beliau juga mengatakan, bahwa pemerintah juga akan mengembangkan alternatif energi seperti biodisel, energi baru terbarukan, dan sumber energi non fosil lainnya."

Nah penjelasan mudahnya tentang subsidi tetap itu adalah subsidi dengan nilai nominal tetap per liter, jadi harganya juga berfluktuatif mengikuti mekanisme pasar. Contoh mudahnya, anggap saat ini harga ICP minyak sedang tinggi, sedangkan kurs rupiah melemah. Otomatis harga BBM akan ada di titik tertinggi, tarohlah di angka Rp 11.000-,/liter harga di market, sedangkan nilai subsidi yang ditetapkan adalah Rp 1.500-, maka harga keekonomian yang dijual kepada rakyat adalah Rp 9.500. Demikian juga ketika harga BBM di market menurun, semisal ada di titik Rp 8.500-, selanjutnya dikurangi nominal subsidi per liter Rp 1.500-, maka harga keekonomian yang dijual ke rakyat adalah Rp 7000-,. dan seterusnya.

Dengan strategi manajemen seperti itu, hal ini bisa menjadi salah satu solusi yang tepat, karena dengan naik-turunnya harga sesuai mekanisme pasar, maka inflasi yang disebabkan oleh faktor psikologi (inflasi pertama) akan bisa berkurang, karena masyarakat sudah terbiasa dengan naik-turunnya harga BBM. Dengan begitu bukan cuma pemerintah yang berkurang bebannya, tetapi juga produsen/pelaku usaha kecil yang cost hasil produksinya bergantung dengan harga BBM (inflasi kedua), bisa sedikit lebih kreatif karena bisa bermain-main dengan big data untuk menggunakannya dalam menyiasati strategi cost produknya ketika harga BBM berfluktuatif mengikuti mekanisme pasar. Sementara di sisi lain, pemerintah bisa membuat struktur skema targetted subsidy dengan menentukan prioritas subsidi hanya diberikan pada angkutan umum, angkutan distribusi atau nelayan dengan kapal di bawah standar dan ketentuan yang berlaku, dll..

Adanya subsidi flat/tetap ini penulis rasa akan banyak membawa keuntungan dibandingkan struktur subsidi yang berlaku saat ini. Yang pertama rakyat bisa menjadi terbiasa dengan naik-turunnya harga BBM, tetapi di sisi lain rakyat masih menikmati subsidi dengan nominal yang ditentukan sesuai dengan amanat pasal 33 UUD, sementara struktur subsidi juga akan terlihat lebih transparan, yang selanjutnya akan membuat rakyat sendiri teredukasi dengan pengartian subsidi sendiri. Yang kedua dari sudut pandang pemerintah juga safety lebih aman, karena dengan hal ini pemerintah sendiri bisa mengontrol volume subsidi BBM dan tidak khawatir lagi karena risiko anggaran jebol pun semakin minim.

Memang penulis rasa kebijakan kenaikan harga BBM (pengurangan subsidi) kemarin itu sangatlah terlihat terburu-buru, dan terlihat kurang dengan perhitungan yang matang, akan tetapi adanya wacana implementasi subsidi tetap ini setidak-tidaknya mari kita apresiasi sebagai salah satu langkah yang bagus juga untuk ke depannya. Sementara di sisi lain mari kita tunggu kinerja dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) yang dipimpin oleh Pak Faisal Basri menunjukkan hasil kinerjanya, untuk membenarkan adanya inefisiensi harga BBM dalam strukturnya.

Penulis yakin kok semua data itu ada, cuma mungkin masih berserakan dan ada juga yang 'sengaja' disembunyikan. Jadi semoga saja dengan adanya struktur subsidi flat/tetap ini dan adanya TIM TRTKM, selanjutnya semua data tersebut bisa terkumpul di satu media online, yang sifatnya sangat user friendly sehingga bisa diakses siapa saja dengan mudah. Biar kalau tanya lagi ke Pertamina tentang besaran subsidi, mereka tidak menjawab lagi bahwa yang tahu hitungan pastinya hanya pemerintah, kan ini lucu, masak nerima uang subsidi tapi tidak tahu yang harus diterima berapa.

Dhita A

28 November 2014

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun