Mohon tunggu...
Dhinar S. Kusumadwi
Dhinar S. Kusumadwi Mohon Tunggu... Lainnya - .

Pembaca yang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nomofobia: Generasi yang Diperbudak Teknologi

20 Agustus 2020   07:50 Diperbarui: 20 Agustus 2020   07:49 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bicara tentang generasi milenial pasti tidak bisa lepas dari kemajuan teknologi. Dimanapun, kapanpun, selalu ada teknologi disekitar kita. Terutama ponsel genggam, bukan hanya sebagai perangkat untuk komunikasi, namun juga aktivitas lainnya seperti mengerjakan tugas hingga bersosial media. Namun, dibalik kebutuhan kita terhadap ponsel genggam, ada fakta mencengankan yang patut diketahui.

Pernahkah sebelumnya anda mendengar tentang nomofobia?

Banyak dari kita yang belum menyadari bahwa kebiasaan menggunakan ponsel genggem dapat menimbulkan sebuah sindrom. Yaitu ketakutan jika tidak mempunyai atau tidak dapat mengakses telepon genggam. 

Kondisi psikologis ini disebut Nomofobia (bahasa Inggris: Nomophobia, no-mobile-phone phobia). Istilah ini pertama kali muncul pada tahun 2010, dalam suatu penelitian di Britania Raya oleh Yougov. 

Dalam studinya terlihat presentase bahwa 58% pria dan 47% wanita pengguna telepon genggam cenderung merasa tidak nyaman ketika mereka kehilangan telepon genggam, kehabisan baterai, pulsa atau berada di luar jaringan. 9% lainnya merasa stres ketika telepon genggam mereka mati.

Ciri-ciri penderita nomophobia antara lain: Selalu membawa smartphone kemanapun mereka pergi, entah ke pasar, kebun, sungai, toilet, dan tempat lainnya. Sebentar-sebentar melihat ke layar smartphone. Kemanapun pergi selalu membawa charger atau powerbank karena takut smartphonenya mati.

Dampak yang disebabkan pun beragam, misalnya bersifat konsumtif, kurang bersosialisasi di dunia nyata (technoference), dan malas bergerak sehingga mengganggu kesehatan. 

Pengguna yang sudah ketergantungan biasanya akan mengalami gangguan pola tidur, serta rentan terkena gangguan penglihatan karena radiasi layar smartphone.

Isu ini sebenarnya begitu dekat namun seringkali diacukhkan oleh mahasiswa. Mengingat hal tersebut, untuk mengetahui tingkat nomofobia mahasiswa di Politeknik Negeri Madiun, telah dilakukan penyebaran kuisioner kepada 20 mahasiwa.

Kuisioner dari Iowa State University tersebut menggolongkan pengguna ponsel genggam ke beberapa ketegori nomofobia, dari yang tidak kecanduan hingga kecanduan berat. Berikut adalah analisis hasil kuisioner yg telah dibagikan: 5% nomofobia ringan, 80% nomofobia sedang, dan 15% nomofobia berat.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar koresponden terindikasi nomofobia sedang, hanya satu orang yang berada di tingkat nomofobia ringan, dan sudah ada tiga orang yang mengalami nomofobia berat. Ini menandakan masih lemahnya kesadaran mahasiswa akan pentingnya pengendalian diri dalam menggunakan ponsel genggam.

Perangkat yang selayaknya menjadi alat bantu dalam beraktivitas kini justru menjadi sesuatu yang selalu kita prioritaskan di atas aktivitas lainnya. Jika dibiarkan, fenomena ini dapat mengubah generasi masa depan menjadi budak teknologi. 

Maka mulai dari sekarang, diperlukan adanya aware dari para pemuda akan hal ini. Mahasiswa khususnya diharapkan untuk bersikap dan bertindak lebih bijaksaana dalam memanfaatkan kemajuan teknologi. 

Kita bukan hanya menjadi pengguna tapi juga pencipta. Teknologi seharusnya dapat menjadi sarana untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesuksesan.

 

Penulis: Dhinar Sri Kusumadwi

Terbit di Majalah WAVE Persma G-PLASMA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun