Mohon tunggu...
Dhimas Andianto
Dhimas Andianto Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

A Fatboy who is a Wheel-to-Wheel Argy Bargy Enthusiast and a Food Preacher. Soon to be a Mechanical Engineer ?

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menilik Penghapusan Pajak Sepeda Motor ala PKS

23 November 2018   07:00 Diperbarui: 27 November 2018   10:51 3149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan di Jakarta (Sumber: viva.co.id)

Kemarin saya seperti biasa mengisi waktu istirahat dari jam perkuliahan dengan berselancar di internet melalui berbagai platform media sosial, Twitter dan Instagram. Salah satu yang sangat menarik perhatian saya adalah ketika melihat tweet dari akun Twitter resmi DPP Partai Keadilan Sejahtera (@PKSejahtera) yang mempublikasikan gagasan program kampanye terbaru mereka dalam infografis. Saya cukup kaget melihatnya.

Kekagetan saya lantaran gagasan yang dipublikasikan adalah berupa penghapusan pajak terhadap sepeda motor serta pemberlakuan Surat Izin Mengemudi (SIM) selama seumur hidup, seperti halnya e-KTP.

Mengapa saya kaget? Karena pada saat saya seperti membaca gagasan yang luar biasa absurd. Sangat absurd. Seakan partai Kabah ini ingin mengajak bangsa Indonesia untuk "menari" dengan gerakan moonwalk ala Michael Jackson.

Kata "menari" yang saya maksud berarti berpikir, berangan-angan, berwacana. Mengapa gerakannya adalah moonwalk? Karena kita "diajak" untuk berpikir seolah-olah pemikiran ini adalah bentuk langkah ke depan namun sebenarnya bergerak ke arah sebaliknya.

But, it was only my initial reaction.

Saya tidak ingin melihat isu ini hanya dari penilaian kualitatif melalui perspektif saya saja. Saya merasa perlu menggali isu ini lebih dalam lagi.

Tapi saya hanya akan bahas mengenai wacana penghapusan pajak sepeda motor saja karena yang satu ini benar-benar bikin saya gatel. Saya akan membahas tiap butir alasan untuk mendukung jalannya gagasan ini menurut PKS.

Infografis Program Kampanye 2019 dari Partai Keadilan Sejahtera (Sumber: Akun Twitter @PKSejahtera)
Infografis Program Kampanye 2019 dari Partai Keadilan Sejahtera (Sumber: Akun Twitter @PKSejahtera)
Mengurangi beban hidup rakyat banyak.
Saya langsung membuka dompet dan mengeluarkan STNK Sepeda Motor Honda Supra X 125 cc Tahun 2015 yang saya miliki. Motor yang menurut saya cukup umum digunakan oleh masyarakat.

Tertera bahwa nilai total pajak yang harus saya bayar setiap tahun adalah Rp. 347.500,00. Memang angka yang cukup besar ternyata ya. 

Eh tapi kali ini saya jadi penasaran, sebenarnya pajak sebanyak itu mahal apa nggak ya? Atau lebih tepatnya jadi "beban hidup" untuk rakyat banyak atau tidak ya seperti yang dikatakan oleh PKS?

Ternyata kalau dihitung kembali pengeluaran pajak sepeda motor saya sama sekali tidak berat lho karena setiap harinya pajak yang saya harus bayar tidak sampai 1.000 rupiah per hari.

Menurut hemat saya nilai pajak sepeda motor tersebut sama sekali tidak menjadi beban hidup pemilik sepeda motor.

Analoginya, ketika keluar dari minimarket sudah ditunggu tukang parkir yang mengharap koin se-ribuan atau selembar dua ribuan saja kita jarang protes, kok, masak bayar pajak ngga sampai 1 000 rupiah per hari saja protes. Apalagi sudah mampu beli sepeda motor yang harganya jutaan rupiah.

Mengurangi kerepotan, kerumitan, dan waktu produktif yang hilang.
Ah kalau alasannya cuma kaya gitu ngga seru, ah. Pembayaran pajak yang bikin repot bukan berarti solusinya pajaknya dihapus. Kalau gini kan kesannya seperti mau ambil cara yang gampang saja.

Mestinya, sistem birokrasi yang dibenerin biar masyarakat yang mau bayar pajak nggak repot. Apalagi sekarang juga sudah ada SAMSAT Online dan SAMSAT Keliling yang semakin memudahkan masyarakat untuk bayar pajak kendaraan bermotor.

So, menurut saya butir argumen ini tidak kuat.

Sepeda Motor adalah alat produksi masyarakat, baik di desa maupun kota.
Sejujurnya saya bingung kenapa kalimat ini dipakai sebagai salah satu butir alasan untuk mendukung wacana. Karena tidak ada hablum-nya (baca: tidak nyambung) dengan wacana terkait. Sehingga tidak akan saya bahas lebih lanjut.

Penghapusan pajak ini tidak akan mengganggu keuangan daerah secara signifikan.
Pada butir ini yang menurut saya kesalahan berpikir yang fatal terjadi. Saya membaca pernyataan Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu PKS Almuzzammil Yusuf yang mengatakan bahwasanya uang hasil pajak sepeda motor tidak akan mengganggu APBD provinsi, yang mana "hanya" menyumbang 7 sampai 8 persen dari total APBD.

Memang secara besaran angka tidak signifikan, tetapi semua pengendara sepeda motor juga ikut memanfaatkan jalan yang dibangun dan dirawat menggunakan APBD.

Apa iya nanti para pengendara sepeda motor tidak ikut "menanggung" biaya membangun jalan? Apa iya nanti dibebankan semua pada kendaraan roda empat atau lebih? Justru di sini adalah bentuk ketidakadilan yang sesungguhnya.

Saya akan ambil contoh dari provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan dari data BPS DKI Jakarta 2016 komposisi lalu lintas di Jakarta dikuasai oleh sepeda motor dengan rasio 73,92%. Logikanya adalah masak iya sih yang akan bayar pajak hanya 26,08% pengguna jalan?

Dengan adanya gagasan ini akan membuat masyarakat pengendara sepeda motor "tidak bertanggungjawab" pada penggunaan prasarana transportasi yang sudah seharusnya dibiayai melalui kontribusi mereka yang berupa pajak kendaraan bermotor.

Eh tapi apa iya sih nilai pajak dari sepeda motor tidak signifikan jumlahnya?

Saya kembali mengutip dari Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu PKS Almuzzammil Yusuf yang mengatakan bahwasanya jumlah sepeda motor di Indonesia kurang lebih sebanyak 105 juta unit. Dalam perhitungan ini saya berasumsi rata-rata pajak sepeda motor di Indonesia adalah sebesar Rp 120.000,00 per tahun karena setiap daerah memiliki nilai pajak berbeda.

Dalam perhitungan ini apabila 105 juta unit sepeda motor dibayarkan pajaknya selama setahun maka akan mendapatkan setidaknya 12,6 Triliun Rupiah.

Tentu angka tersebut adalah jumlah fantastis dan pastinya dapat berperan dalam menyokong pembangunan infrastruktur jalan di seluruh wilayah Indonesia.

Ketika berbicara mengenai pajak kendaraan bermotor mungkin saya adalah salah satu dari sedikit sekali orang yang justru mendorong naiknya nilai pajak yang harus dibayar oleh pemilik kendaraan, apapun itu jenisnya secara bertahap.

Karena menurut saya seharusnya pajak dijadikan sebagai tools untuk mendongkrak pemasukan negara sekaligus untuk mengurangi populasi kendaraan pribadi sehingga masyarakatnya akan terdorong untuk menggunakan transportasi umum.

Memang betul transportasi umum di Indonesia masih jauh sekali dari kata baik, tetapi seiring dengan dibangunnya infrastruktur transportasi massal perlu juga mulai dilakukan pengurangan populasi kendaraan bermotor dan ditingkatkan lagi nilai pajaknya, sehingga pembangunan tidak akan terbentur masalah pendanaan, bukan malah pajaknya dihilangkan.

Buat apa pemerintah sekarang mengeluarkan anggaran sedemikian banyak membangun MRT, LRT, dan transportasi umum sejenisnya di berbagai provinsi kalau pada akhirnya masyarakat akan lebih memilih membeli sepeda motor karena bebas pajak?

Kesimpulan yang bisa saya ambil adalah gagasan ini sama sekali tidak mengandung sisi positif untuk memanjukan kehidupan bangsa ini. Cara ini hanya memudahkan masyarakat pada jangka pendek dan tidak mengajak mereka untuk berpikir jangka panjang.

Dari 4 butir alasan untuk menopang gagasan ini pun menurut saya semuanya memiliki dasar argumentasi yang tidak kuat. Gagasan ini adalah langkah yang luar biasa instan. Cara yang tanpa ribet sebagai The Ultimate Shortcut.

Menunjukkan kepada khalayak bahwa gagasan ini adalah suatu pembaruan brilian yang akan membawa kita melangkah ke depan., sepertinya tidak benar-benar memunculkan manfaatnya. Sedangkan, faktanya justru kita bergerak ke belakang layaknya moonwalk.

Gagasan seperti itu yang menurut saya (mohon maaf) berbahaya karena tidak mengedukasi masyarakat dengan benar mengenai bagaimana seharusnya kebijakan yang sebenarnya berpihak dan berkeadilan pada seluruh elemen masyarakat. 

---
23 November 2018
Oleh seorang mahasiswa yang masih belajar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun