Mohon tunggu...
Dhimas Andianto
Dhimas Andianto Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

A Fatboy who is a Wheel-to-Wheel Argy Bargy Enthusiast and a Food Preacher. Soon to be a Mechanical Engineer ?

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menilik Penghapusan Pajak Sepeda Motor ala PKS

23 November 2018   07:00 Diperbarui: 27 November 2018   10:51 3149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan di Jakarta (Sumber: viva.co.id)

Menurut hemat saya nilai pajak sepeda motor tersebut sama sekali tidak menjadi beban hidup pemilik sepeda motor.

Analoginya, ketika keluar dari minimarket sudah ditunggu tukang parkir yang mengharap koin se-ribuan atau selembar dua ribuan saja kita jarang protes, kok, masak bayar pajak ngga sampai 1 000 rupiah per hari saja protes. Apalagi sudah mampu beli sepeda motor yang harganya jutaan rupiah.

Mengurangi kerepotan, kerumitan, dan waktu produktif yang hilang.
Ah kalau alasannya cuma kaya gitu ngga seru, ah. Pembayaran pajak yang bikin repot bukan berarti solusinya pajaknya dihapus. Kalau gini kan kesannya seperti mau ambil cara yang gampang saja.

Mestinya, sistem birokrasi yang dibenerin biar masyarakat yang mau bayar pajak nggak repot. Apalagi sekarang juga sudah ada SAMSAT Online dan SAMSAT Keliling yang semakin memudahkan masyarakat untuk bayar pajak kendaraan bermotor.

So, menurut saya butir argumen ini tidak kuat.

Sepeda Motor adalah alat produksi masyarakat, baik di desa maupun kota.
Sejujurnya saya bingung kenapa kalimat ini dipakai sebagai salah satu butir alasan untuk mendukung wacana. Karena tidak ada hablum-nya (baca: tidak nyambung) dengan wacana terkait. Sehingga tidak akan saya bahas lebih lanjut.

Penghapusan pajak ini tidak akan mengganggu keuangan daerah secara signifikan.
Pada butir ini yang menurut saya kesalahan berpikir yang fatal terjadi. Saya membaca pernyataan Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu PKS Almuzzammil Yusuf yang mengatakan bahwasanya uang hasil pajak sepeda motor tidak akan mengganggu APBD provinsi, yang mana "hanya" menyumbang 7 sampai 8 persen dari total APBD.

Memang secara besaran angka tidak signifikan, tetapi semua pengendara sepeda motor juga ikut memanfaatkan jalan yang dibangun dan dirawat menggunakan APBD.

Apa iya nanti para pengendara sepeda motor tidak ikut "menanggung" biaya membangun jalan? Apa iya nanti dibebankan semua pada kendaraan roda empat atau lebih? Justru di sini adalah bentuk ketidakadilan yang sesungguhnya.

Saya akan ambil contoh dari provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan dari data BPS DKI Jakarta 2016 komposisi lalu lintas di Jakarta dikuasai oleh sepeda motor dengan rasio 73,92%. Logikanya adalah masak iya sih yang akan bayar pajak hanya 26,08% pengguna jalan?

Dengan adanya gagasan ini akan membuat masyarakat pengendara sepeda motor "tidak bertanggungjawab" pada penggunaan prasarana transportasi yang sudah seharusnya dibiayai melalui kontribusi mereka yang berupa pajak kendaraan bermotor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun