Mohon tunggu...
Dhimas Agung Ramadhan
Dhimas Agung Ramadhan Mohon Tunggu... Arsitek - seorang arsitek yang memiliki kegandrungan di dunia organisasi kepemudaan

- Penikmat Arsitektur - Pecandu Buku - Penggila Organisasi - Pemuja Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa dan Kepulangan Anak Muda

18 Juli 2019   12:21 Diperbarui: 18 Juli 2019   12:53 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tripisia.id

1 Advanced issues found▲

1

Sebuah tontonan yang sangat biasa jika kita lihat hampir diseluruh desa maupun daerah berkembang di Indonesia jika para pemudanya  berbondong-bondong berurbanisasi ke kota besar yang dianggap maju menjadi tujuan utama seperti Kota Bandung, Bekasi, semarang, Surabaya tentu yang paling utama yaitu di DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pusatnya roda perekenomian. 

Banyak motivasi dari mereka muncul melakukan urbanisasi ditunjang oleh factor pendorong dari makin menyempitnya lahan pertanian, ketidak cocokannya dengan budaya didesa,tidak tersedianya lapangan kerja serta motivasi tinggi untuk menjadi kaya dengan tawaran-tawaran menarik dari kota-kota besar baik tawaran tersedianya lapangan kerja dengan upah yang tinggi serta tersedianya fasilitas-fasilitas di kota besar jauh lebih lengkap dan memadai hal ini tentu berbeda jika kita bandingkan dengan desa yang jauh tak ada apa-apanya.

Anak muda desa yang menempuh pendidikan tinggi di universitas-universitas di luar kota pun seolah tak berbekas, banyak dari mereka setelah setelah  lulus kuliah ketika mereka pulang ke desa sarjana-sarjana muda ini merasa kebingungan entah apa yang harus mereka lakukan setelah ini di lain sisi keasikan mereka di tanah rantau seolah menghapus memori-memori indah desa mereka dan tanggung jawab besar mereka tentang masa depan desanya nanti.

Ketidaksiapan pemerintah desa dan daerah mempersiapkan anak mudanya untuk memajukan daerah karena monopoli kekuasaan oleh segelintir elite dan reformasi birokrasi yang cenderung tak merata serta  terlambatnya membaca perubahan zaman menambah permasalahan baru yang seolah rumit untuk dipecahkan, stagnasi yang terjadi di desa serta munculnya harapan tinggi dari para orang tua yang telah susah payah menyekolahkan membiayai menjadi alasan kuat bagi para pemuda sarjana ini melakukan urbanisasi demi mewujudkan cita-cita tinggi pemuda dan perubahan  nasib ekonomi keluarga yang lebih baik tak bisa di elakan lagi.

Dalam laporan yang berjudul No Ordinary Disruption (Richard Dobbs, 2016) ditemukan 4 sumber perubahan besar di dunia, salah satunya ialah semakin banyaknya megacity yaitu kota-kota besar yang berpenduduk lebih dari sepuluh juta jiwa. Sebanyak tiga perempat penduduk dunia dari perdesaan diketahui akan berpindah ke kota karena urbanisasi. 

Sebanyak delapan dari sepuluh kota berpenduduk diatas 23 juta orang berada di Asia, China memiliki 15 dari total 46 megacity di dunia, Tokyo menjadi toplist 37 juta penduduk diikuti DKI Jakarta diperingkat ke 2 dengan 31 juta penduduk total tersebut sudah termasuk dengan kota penopang disekitar Jakarta seperti depok, Tangerang selatan, bogor dan Bekasi. Di Indonesia sendiri kota-kota yang sudah bergeser ke kota metropolitan adalah Bandung, Surabaya dan Medan yang memiliki penduduk diatas 2 juta orang. 

Sepertinya mimpi hidup di kota-kota besar ini sudah menghegemoni dikalangan anak muda desa bahwasanya  perubahan nasib yang lebih baik kota besar dan urbanisasilah solusinya dan desa selalu menjadi pihak yang selalu dikorbankan, walaupun pada akhirnya tidak semua anak muda ini ketika diperantauan mereka berbuah manis dan hidup lebih baik terkadang di kota-kota besar justru menimbulkan permasalahan-permasalahan baru di kota tujuan urbanisasi terutama di DKI Jakarta sebagai tujuan utama bagi para angkatan kerja baru, data BPS (Badan Pusat Statistik) menerangkan bahwa angka pengangguran meningkat 8,25%  sepanjang 2018 dimana pada bulan Februari 2018 ada 290.120 orang menganggur, angka ini naik menjadi 314.840 orang di bulan Agustus 2018 yang rata-rata mereka sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan sebuah usaha atau sudah diterima kerja tapi belum mulai bekerja. 

Di sisi lain World Economic Forum (WEF) memprediksi akan ada 5 juta pekerjaan yang hilang pada tahun 2020. Dari jumlah manusianya, akan meningkat  menjadi 2 miliar yang akan kehilangan pada 2030. Menurut laporan The Financing Commission on Global education Opportunity yang dibentuk oleh PBB, kejadian ini antara lain disebabkan oleh otomatisasi dikarenakan perkembangan technologi yang memicu revolusi industry 4.0. situasi yang cukup dilematis dimana seolah Indonesia akan diserbu berbagai perubahan dari segala penjuru ketika perekonomian Indonesia dan SDM terpusat bagaimana nantinya nasib desa dan masyarakat di pinggiran ketika dihadapkan pada situasi 10-20 tahun kedepan, pemerataan pembangunan dan SDM sudah selayaknya mulai dilakukan dan ini mulai harus dipikirkan oleh anak muda kita dimana perubahan tak bisa diselesaikan dengan cara yang biasa-biasa saja dan butuh keberanian siap tidak populer.  Maka dari itu saya ingin coba ajak teman-teman mengenal lebih dekat tentang desa.

DESA, UJUNG TOMBAK PEMBANGUNAN
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan kita. Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Indonesia terbentuk. Secara geografi desa berjarak cukup jauh dengan pusat kekuasaan diatasnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun