Mohon tunggu...
Humaniora

[Inspirasi Hidup] Sanggupkah Aku? (Kisah Nyata Perempuan Kecil Titipan Tuhan)

18 Januari 2018   07:49 Diperbarui: 18 Januari 2018   09:16 8146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://rebanas.com/

"Adek, kenapa menangis?" tanyaku kepadanya sambil mengelus rambutnya yang lurus.

Dia pun menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya dan keluarganya. Mendengar cerita dari anak tersebut membuatku seakan berhenti bernafas dan tanpa terasa air mataku membasahi tubuhnya yang mungil.

"Ya Allah saya sangat bersyukur kepada-Mu atas semua Karunia dan Rahmat-Mu, ternyata kisah kehidupan anak ini lebih menyakitkan dariku" Kataku dalam hati.

Anak tersebut mengingatkanku akan kehidupanku sewaktu kecil, tentang perjuangan dan ketidakputus asaan dan berharap kepada Allah SWT.

Ketika berusia 4 tahun, masih segar diingatanku akan diriku dikala tersebut. Ibuku mengalami sakit yang kata orang-orang penyakit lumpuh, dan memang sejak ibuku mengandungku dia sudah dalam keadaan tersebut. Orang-orang selalu mengatakan bahwa bagaimana mungkin orang yang sakit lumpuh dan tidak bisa tersentuh dengan air sedikitpun akan melahirkan. Hal tersebut membuat ibuku semakin takut, karena memang jika dilihat dari kondisinya saat itu dan merujuk pada logika maka suatu ketidakmungkinan. Bahkan pada saat itu dia tidak bisa bangun dari tempat tidur, dan hanya dilakukannya adalah tidur. Beribu kekhawatiran yang timbul difikiran ibuku yang membuatnya semakin takut. Namun, dia hanya berdo'a kepada Allah karena yang bisa membantunya hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Hingga saatnya aku dilahirkan kondisinya masih tetap sama, akan tetapi atas izin Allah tak ada sedikitpun masalah. Orang-orang kurang percaya karena melihat kondisinya yang kurang memungkinkan akan tetapi itulah kuasanya Allah.

Tidakkah mereka memperhatikan sebuah hadits yang mengatakan bahwa meskipun semua orang mengatakan "tidak" akan tetapi jika Allah berkata "iya" maka tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Karena di dalam Al-Quran juga telah dikatakan bahwa cukuplah Allah mengucapkan Kun fayaakun jadilah maka jadilah. Meskipun manusia mengatakan tidak mungkin namun segala Kuasa ada di tangan-Nya.

Hingga ketika saya berusia 4 tahun, keadaannnya masih tetap sama. Akan tetapi dia sudah bisa bangun dari tempat tidurnya namun belum bisa berjalan. Layaknya seorang anak-anak saya ingin bermain bersama teman-teman yang lainnya tapi teringat dengan jelas difikiranku tidak pernah sekalipun saya melakukannya, karena saya harus tinggal dirumah dan menjaga ibuku.

Meski tak banyak yang dapat saya lakukan tapi itulah yang kulakukan setiap hari. Hingga berusia 5 tahun ku hanya bisa melihat teman-teman sebayaku digandeng oleh ibunya kesana kemari sedangkan aku hanya bisa melihat mereka. Namun hikmah yang kudapatkan adalah banyak hal yang bisa saya tahu sejak usia tersebut, mulai dari surah Al-Fatihah, Surah An-Nas hingga Al-Maun. Oleh karena itu, saat memasuki TK saya sudah hafal huruf abjad dan juga angka. Namun sebagai anak yang masih polos saat pertama masuk Taman Kanak-kanak tangisku tak tertahan karena melihat semua teman-teman ditemani oleh ibunya.

Orang-orang berpendapat bahwa penyakit ibuku sepertinya tidak bisa disembuhkan mengingat sudah berapa lama dia menjalaninya. Mungkin mereka tidak mengetahui akan penyakit yang menimpa nabi Ayyub a.s, sebuah penyakit kulit yang dipenuhi ulat kemudian dinamakan kusta dan diderita selama 17 tahun. Dan atas izin Allah nabi Ayyub bisa sembuh karena kesabarannya. Penyakit ibuku pun perlahan-lahan sembuh saat aku mulai menempuh pendidikan sekolah dasar. Alhamdulillah dia bisa mengantarku ke sekolah dasar pada hari pertama. Kebahagiaan yang kurasakan saat itu tak bisa kudeskripkan rasanya jantungku ingn keluar. Setelah sakit selama beberapa tahun yang menurut orang-orang susah untuk sembuh akhirnya dengan pertolongan Allah ibuku bisa sembuh meskipun belum sepenuhnya.

Keceriaan dalam hidupku pun kembali setelah tenggelam beberapa waktu, dan layaknya seorang anak kecil hari-hariku dipenuhi dengan kebahagiaan bermain bersama teman-teman. Namun mungkin itulah hidup tak selamanya sesuai dengan keinginan, keceriaan yang kualami tak berlangsung lama. Menduduki bangku kelas III sekolah dasar sebuah masalah menimpa keluargaku, ku belum tahu yang sebenarnya karena usiaku yang masih kecil tapi pada saat itu ayahku pergi meninggalkan ibuku. Orang-orang bertanya kepadaku dimana ayahku sekarang dengan cara menyindir dan meledek seakan menusuk relung hati. Saat ku bertanya dimana dia sekarang ibuku hanya terdiam dan mungkin hal inilah yang juga membuatku terpukul.

"Kasihan, ditinggal sama ayahnya" begitulah kata orang-orang terhadapku dan sebagai anak kecil saat itu saya hanya bisa mengatakan bahwa dia hanya merantau untuk mencari nafkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun