Mohon tunggu...
D. Henry Basuki
D. Henry Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kerinduan akan bersatunya seluruh lapisan masyarakat dalam suasana damai menjadikan tekun dalam Interfaith Comitte Kota Semarang (IFC), Hati Nurani Interfaith Forum (Hanif), Paguyuban Manusia Ranah Semesta (PAMARTA), Forum Keadilan dan Hak Azasi Umat Beragama (Forkhagama) serta Bhinneka Swa Budaya Nusantara (BSBN) Kiprah sebagai Pandita Agama Buddha dalam MAGABUDHI (Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia) bukan melulu melaksanakan pembinaan agama Buddha di pedesaan Jawa Tengah, namun berusaha mengembangkan serta memelihara budaya lokal maupun budaya nasional Indonesia yang pluralis.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pasar Sentiling

26 September 2015   00:43 Diperbarui: 26 September 2015   00:56 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi orang Semarang, “sentiling”adalah nama snack lokal yang terbuat dari singkong yang diparut halus, dicampur gula pasir, sedikit garam, diberi warna kemudian dikukus. Setelah matang, dipotong berbentuk persegi, dicampur dengan parutan kelapa. Rasanya kenyal.
Di Semarang, pada 19 dan 20 September 2015 diselenggarakan “Pasar Sentiling” yang menggunakan tempat Kota Lama. Kalangan rakyat mungkin semula mengira bahwa event itu menampilkan berbagai bentuk kuwe sentiling dengan berbagai variasinya. Ternyata tidak!

Pasar Sentiling 2015 yang diselenggarakan pd 19 & 20 September 2015, konon merupakan yang keempat. Pasar yang dilaksanakan tahunan membangkitkan minat wisata di Kota lama ini mengambil nama plesetan kata”tentoonsteling” dalam bahasa Belanda yang berarti “pameran”. Rakyat yang susah menyebut “tentooensteling” secara gampang mengucapkan “sentiling”. Pameran” yang dinamakan “Koloniale Tentoonsteling de Semarang” tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 20 Agustus s/d 22 November 1914 di Kota Semarang diikuti oleh berbagai negara, antara lain Jepang, China, Australia, beberapa-negara Asia & Eropa serta negara jajahan Belanda waktu itu. Pameran tersebut menggunakan lahan seluar 26 hektar dari wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Jl Pandanaran, Randusari hingga kaki bukit Candi. Peristiwa itu demikian bergengsi di wilayah tanah jajahan Hindia Belanda, merupakan peringatan 100 tahun lepasnya Kerajaan Belanda dari Kerajaan Perancis.

Semarang Mulai Kondang
Sejak pelaksanaan “Koloniale Tentoonsteling de Semarang” itulah nama kota Semarang jadi kondang, terangkat ke permukaan sejarah, sehingga para pengiat pariwisata merasa perlu membuat peringatan “Koloniale Tentoonsteling” yang oleh rakyat dikenal sebagai “Pasar Sentiling” dengan menggunakan area kota lama yang dulu merupakan pusat pemerintahan, termasuk tempat atase negara asing di kota Semarang.

Dalam websitenya, “Oens Semarang Fondation” menyebutkan bahwa penyelenggaraan “Pasar Sentiling” di Semarang memaknai sesuatu yang berbeda bahwa sejarah memang harus terjadi seperti itu, namun masyarakat tidak boleh terlelap, bahkan melupakan sisi positifnya, bukannya memperingati “Koloniale Tentoonsteling te Semarang” tetapi memberikan gambaran kepada khalayak bahwaKota Semarag bisa menjadi SETARA dengan masyarakat global jika mau belajar dari sejarah. Jadi bukannya kita memperingati hal yang sama artinya seperti tahun 1914, namun mengumandangkan kondangnya kembali serta eksistensi kota Semarang,

Menampilkan yang “Koeno
Ada banyak ragam badang dan suasana serba “koeno” yang disediakan oleh Panitia di kota lama pada Pasar Sentiling 2015 ini. Kita bisa menyaksikan alat transportasi “koeno” di kawasan Jalan Perkutut. Primadonanya adalah mobil yang digunakan Presiden Pertama RI. Pengunjung yang berminat dapat berfotol foto bersama mobil bersejarah ini, bersama dengan penggiat anjungan yang berpakaian tentara jaman “koeno”. Pasar klitikan yang sebenarnya terhampar setiap hari Sabtu dan Minggu di sebelah Timur Taman Srigunting dekat Gereja Blenduk menampilkan berbagai macam barang antik, menambah lengkapnya “barang koeno”. Ada tulisan yang berbunyi “Haroes Dijem, Ada Chotbah” pada lempengan besi yang menunggu pembeli. Setiap pemburu barang antik menurut penuturannya merasa bangga bila punya barang spesifik yang dapat diperoleh dengan harga terjangkau, baik gramaphone, uang, barang, pecah belah, kamera, korek api, pecah belah, lukisan, majalah, batu akik, gambar produk masa lampau berbagai merk maupun berbagai hiasan yang kemungkinan pernah dimiliki kakek nenek dimiliki moyang kita. Barqang itu pernah kita biarkan terbengkalai tak terurus. Terdapat pula Kampung Batik Pekalongan. Sayang yang khas Semarangan tidak tampil.Pameran Lukisan Skatsa di “Gudang Gambir”.

Kuliner “tempo doeloe” khas kota Semarang disamping disediakan oleh Toko “Oen”, ada juga wedang tahu, lunpia, sentiling, nasi langgi, nasi berkat, bervariasi dengan wingko dan kuwe moaci tersedia bersama dengan wedang sekoteng, es juce serta ikan bakar. Keantikan termaksud berbaur dengan berbagai tenda yang maupun “mobil layanan” bank, penawaran produk mobil maupun produk dalam kemasan serta tenda yang merupakan informasi dari Ditjen Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI.

Hiburan
Acara resmi pembukaan Pasar Sentiling yang sudah siap sejak Sabtu tengah hari baru dilaksanakan selepas senja pada panggung yang dibangun disamping Gereja Imanuel, dengan sambutan dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang mengharapkan perhelatan ini akan membawa “ruh” baru bagi kota lama, sehingga kawasan ini tidak terkesan “seram”.
Malam yang dipadati pengunjung menampilkan berbagai hiburan bernuansa “tempo doeloe” menampilkan alunan piano oleh Prof Hye Won-jo dari Korea, New Season Orchestera dan Ruth Sahanaya.
Juga ada peluncuran “Midden Java Reunie Next Generation” oleh Budi Santoso Foundationyang menurut rekan saya Adi Ekopriyono baru start tahun depan, serta diskusi dengan narasumber Direktur Kerjasama Fungsional Asean Kemlu Jehezhiel Stephanus George Lantu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun