Mohon tunggu...
Syarief Kate
Syarief Kate Mohon Tunggu... Freelancer - Simple dan Senang Berbagi

| Menjadi insan yang bermanfaat bagi yang lain | Penulis Buku : ~Sudut Kota~ ~Biarkan Aku Menulis~ ~Negeri Seribu Alasan~ ~Demokrasi Rasa Kopi~ Founder Home Writing Institute

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Cinta Bugis Makassar Tak Kalah dari Valentine

16 Februari 2020   10:06 Diperbarui: 16 Februari 2020   10:05 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di zaman yang serba modern saat ini, interaksi antara individu yang satu dengan lainnya tidak terbendung lagi. Seperti pengaruh budaya luar yang mudah ditiru oleh generasi milenial khususnya di Indonesia. Hari kasih sayang misalnya yang diperingati setiap tanggal 14 Februari setiap tahunnya. Bulan Februari selalu diidentikkan dengan bulan kasih sayang dimana dihari tersebut orang-orang akan mengungkapkan perasaan dan bersama dengan orang yang mereka sayangi. Pada umumnya dihiasi dengan cokelat, bunga mawar, jalan-jalan dan ungkapan rasa cinta itu sendiri.

Meski banyak versi yang beredar terkait hari kasih sayang tersebut yang berawal dari kisah St. Valentine. Seorang pendeta yang diam-diam menikahkan dua anak muda padahal pada saat itu sang penguasa Roma melarangnya karena bala tentara enggan berangkat ke medan perang karena terikat dengan istri atau kekasihnya. Saat tindakan ini ketahuan, St. Valentine ditahan, dipukuli, hingga pada akhirnya meninggal dunia karena dihukum pancung. Peristiwa ini terjadi tepat 14 Februari sekitar 270-an masehi.

Menurut salah satu Budayawan Sinjai, Drs. Muhannis mengatakan secara pribadi merasa bahwa itulah dunia, kita hidup dalam dunia modern dan kadangkala meniru budaya orang yang kita tidak mililki. Hanya saja bagaimana mengingatkan anak-anak sekarang bahwa kasih sayang dapat dilakukan kapan dan dimana saja. Janganlah selalu bersandar sama dengan gaya Barat. Kalau sekedar memperingati itulah problem masyarakat sekarang.

"Karena kita tidak mencari hal-hal baik budaya sendiri dan tidak mau merasa menggali apa sih kasih sayang itu menurut kisah leluhur di masa lalu yang memiliki kisah cinta juga. Banyak raja-raja yang setia dengan pasangan, katakanlah di Bugis Imam Qawani dengan La Padomai dan di Makassar kita mengenal Datuk Museng dengan Mipa Deapati misalnya sesuatu yang sangat fenomenal kisah cintanya. Kenapa itu bukan dijadikan rujukan, kita juga memiliki kisah sayang yang notabene hampir sama dengan di Eropa," ungkapnya Jumat (14/2).

Ia menambahkan Imam Qawani dengan La Padomai dan Datuk Museng dengan Mipa Deapati merupakan kisah sayang dua insan yang membuktikan cintanya sampai akhir hayat apapun alasannya, harusnya digali juga. Bahkan lebih bagus tanpa mengumbar nafsu dan cinta mereka suci daripada bangsa Eropa lakukan dan kisah leluhur kita lebih mengena dengan kehidupan kita sehari-hari.

"Imam Qawani dengan La Padomai misalnya hanya karena perbedaan strata sosial mereka terpisah cintanya walaupun mereka saling mencintai. Datuk Museng dengan Mipa Deapati hanya karena kesetiaan diatas cinta akhirnya mati terbunuh kedua-duanya," lanjutnya.

Ia pun menghimbau bahwa hari kasih sayang kapan dan dimana saja dan kepada siapa saja bisa saja itu terjadi. Untuk menghindari hal-hal negatif, maka galilah kearifan lokal leluhurmu yang berhubungan dengan kasih sayang tersebut seperti kisah Imam Qawani dengan La Padomai dan Datuk Museng dengan Mipa Deapati.

"Sebenarnya kita tidak mengenal hari kasih sayang. Kita tidak bisa melarang juga kita hanya memberikan pemahaman bahwa kasih sayang bukan hanya tanggal 14 Februari saja, kapan dan dimana pun serta kepada siapa saja dapat ditebarkan. Tetapi sebenarnya kita memiliki teladan dari cerita Bugis dan Makassar tersebut bahkan lebih bagus apa yang kita punya dibanding Eropa, kisah cinta mereka suci tanpa harus mengumbar nafsu macam-macam, betul-betul hanya mempertahankan cintanya," harapnya.

Setelah mendapat penjelasan dari Drs. Muhannis tentang kisah fenomenal yang dimaksud penulis mencoba menelusuri. Diketahui bahwa nama Datuk Museng dan Maipa Deapati diabadikan sebagai nama jalan di Kota Makassar. Nama jalan dibuat berdampingan saling berdekatan sebagai saksi keabadian cinta mereka.

Jalan Maipa berada di sisi kanan Hotel Imperial Aryaduta Makassar. Pada ujung barat jalan Datuk Museng, terdapat situs makam dengan dua nisan kayu yang bersanding kukuh, yang diindikasikan makam kedua pasangan cinta tersebut dimakamkam, Datu Museng dan kekasihnya Maipa Deapati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun