Mohon tunggu...
Dhea Puspita
Dhea Puspita Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Seseorang yang hobi makan pedes dan suka makan es krim

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Tax Avoidance dalam Etika Akuntansi

30 Juni 2022   17:43 Diperbarui: 30 Juni 2022   17:57 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak merupakan suatu keharusan yang harus dibayarkan oleh wajib pajak, baik itu perorangan atau badan usaha. Namun, masih banyak Wajib Pajak yang mangkir dan melakukan pelanggaran perpajakan. Tentu saja, ini tidak diperbolehkan. Salah satu bentuk pelanggaran pajak yaitu tax avoidance, yang akan kita bahas berikut ini.

Penghindaran Pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah untuk menekan atau mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. 

Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak, khususnya badan dalam bentuk tax avoidance memang dimungkinkan atau dalam hal ini tidak bertentangan dengan undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, karena lebih dianggap pemanfaatan lubang atau celah atau dalam hukum perpajakan.

Penghindaran pajak merupakan salah satu skema transaksi yang digunakan untuk mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan berbagai aspek kelemahan ketentuan perpajakan suatu negara. Menghindari sebelum Surat Ketetapan Pajak (SKP) diterbitkan. Pasal 1 nomor 15 SKP adalah surat ketetapan yang meliputi SKP kurang bayar, SKP kurang bayar tambahan, SKP nihil, atau SKP lebih bayar.

Ronen Palan (2008) menyatakan suatu transaksi diindikasi sebagai tax avoidance jika terdapat salah satu transaksi seperti dibawah ini:

  • Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak yang lebih sedikit daripada yang terutang dengan memanfaatkan interpretasi yang wajar dari undang-undang perpajakan.
  • Wajib Pajak berusaha mengenakan pajak atas laba yang dinyatakan dan bukan laba yang sebenarnya diperoleh.
  • Wajib Pajak berusaha untuk menunda pembayaran pajak.

Menurut James Kessler, konsep penghindaran pajak dibagi menjadi dua kategori, pajak yang dapat dihindari (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak dapat diterima (unacceptable tax evasion).

Berikut ini adalah ciri-ciri penghindaran pajak yang dapat diterima (acceptable tax avoidance):

  • Mempunyai  tujuan bisnis yang baik
  • Bukan hanya untuk menghindari pajak.
  • Sesuai dengan hokum
  • Tidak melakukan transaksi yang direkayasa.

Sedangkan penghindaran pajak yang tidak dapat diterima (unacceptable tax evasion) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Tidak mempunyai tujuan bisnis yang baik
  • Hanya untuk menghindari pajak
  • Tidak sesuai dengan hokum
  • Ada transaksi yang dilakukan untuk menimbulkan biaya atau kerugian.

Namun, pandangan suatu negara tentang konsep tax avoidance yang dapat diterima (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak dapat diterima (unacceptable tax evasion) mungkin berbeda, sehingga akan kembali ke bagaimana negara itu sendiri memahami arti dari tax avoidance.

Adapun penyebab terjadinya tindakan tax avoidance, diantaraya:

Dari sisi wajib pajak:

  • Kesadaran pajak yang rendah. Faktor penyebabnya antara lain: pajak dianggap sebagai beban dan kurangnya kepercayaan terhadap otoritas pajak.
  • Biaya kepatuhan pajak dinilai lebih tinggi, yang ditunjukkan dengan besarnya nominal pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun