Disini saya akan menjelaskan beberapa poin tentang etika dan hukum dari Platon.
Poin-poin penting nya yang akan saya bahasa yaitu sebagai berikut:
- Pengertian Etika, dan Hukum
- Mengapa Perlu Etika, dan Hukum
- Contoh kasus Etika, dan Hukum;
Sebelumnya saya akan menjelaskan siapakah itu platon.
Pengertian Etika, dan Hukum
Etika
Â
Etika mencoba memikirkan tentang konsep akhlak atau tingkah laku manusia, seperti bagaimana mengetahui dan menilai perbedaan antara perbuatan baik dan perbuatan buruk, termasuk cara untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Banyak filosof yang berbicara tentang tema ini, termasuk filosof ternama Plato dan Aristoteles. Menurut Plato etika itu bersifat menjadi dua yaitu intelektual dan rasional, artinya bisa dijelaskan secara logis. Baginya tujuan hidup manusia adalah memperoleh kesenangan hidup dan kesenangan hidupnya diperoleh dengan pengetahuan. Menurut Plato lebih lanjut, ada dua macam budi: budi filosofis dan budi biasa. Plato juga mengatakan bahwa orang itu baik apabila ia dikuasai oleh akal budi, buruk apabila ia dikuasai oleh keinginan dan hawa nafsu.
Bagi orang Athena menjelaskan bahwa jiwa adalah penguasa tubuh dan karena itu harus diprioritaskan daripada tubuh. Namun demikian, kebanyakan manusia gagal melakukan ini, dan malah mengejar kecantikan, kekayaan, dan kesenangan dengan mengorbankan kebajikan, dan akibatnya, mereka memprioritaskan tubuh daripada jiwa. Meskipun manusia harus mengutamakan jiwa di atas tubuh, mereka juga berkewajiban untuk menjaga tubuh mereka. Namun, orang tidak menghormati tubuh dengan menjadi sangat cantik, sehat, dan kuat. Sebaliknya, mereka menghormati tubuh dengan mencapai rata-rata di antara ekstrem masing-masing negara bagian ini. Prinsip yang sama berlaku untuk kekayaan. Terlalu banyak kekayaan akan menyebabkan permusuhan dan keserakahan, sementara kekayaan yang terlalu sedikit akan membuat seseorang rentan terhadap eksploitasi.
Namun, keanehan ini dapat dijelaskan jika kita mempertimbangkan tiga hal.
- Pertama, pembagian orang Athena antara menghormati jiwa dan menghormati tubuh memetakan perbedaan yang dia utarakan dalam Buku 1 antara barang-barang ilahi dan manusiawi. Manusia menghormati jiwa dengan mengejar kebajikan. Ini adalah latihan ilahi karena jiwa itu sendiri adalah ilahi. Meskipun hubungan agama penting bagi Platon, perbedaan ini sebenarnya antara barang "internal" dan "eksternal". Barang-barang internal adalah barang-barang akal dan budi pekerti, sedangkan barang-barang eksternal adalah segala sesuatu yang berpotensi baik yang berada di luar pikiran dan budi pekerti. Bagi Plato, nilai barang-barang eksternal bergantung pada keberadaan barang-barang internal, sedangkan nilai barang-barang internal sama sekali tidak bergantung pada keberadaan barang-barang eksternal. Dengan kata lain, barang internal bagus dalam setiap situasi, sedangkan barang eksternal hanya bagus dalam beberapa situasi. Karena itu, Platon merasa aneh bahwa manusia mencurahkan begitu banyak waktu dan energi untuk mengejar barang-barang eksternal dan sangat sedikit untuk mencapai barang-barang internal.
- Kedua, etika Yunani Kuno biasanya diartikan sebagai egois dalam arti bahwa penyelidikan etis berpusat pada pertanyaan tentang apa kehidupan terbaik bagi seorang individu. Dalam kerangka ini, diskusi tentang mengapa seseorang harus menjadi bajik diletakkan dalam kaitannya dengan bagaimana kebajikan berhubungan dengan kesejahteraan. Dengan kata lain, ahli etika Yunani Kuno berpendapat bahwa kita memiliki alasan untuk menjadi bajik; yaitu, kebajikan itu akan membantu kita menjalani kehidupan yang sukses dan bahagia. Dengan pemikiran ini, masuk akal jika Platon berpikir kita berkewajiban untuk merawat jiwa dan tubuh, karena kehidupan yang baik membutuhkannya.
- Ketiga, perlu diingat bahwa teori-teori etika utama saat ini memiliki fitur-fitur tentang diri sendiri yang dibangun di dalamnya dan dengan demikian gagasan ini tidak sepenuhnya unik bagi Plato (dan ahli etika Yunani Kuno lainnya). Tiga teori etika utama saat ini adalah etika kebajikan (diadvokasi oleh Plato), deontologi, dan konsekuensialisme. Immanuel Kant, sang inspirasi bagi deontologi, berpendapat bahwa kita memiliki kewajiban untuk memperbaiki diri, sementara konsekuensialisme, dalam bentuknya yang paling tradisional, berpendapat bahwa ketika menentukan bagaimana saya harus bertindak, kesejahteraan pribadi saya sendiri dipertimbangkan.