Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Asa Berlalu di Laut Indramayu

17 Juli 2017   11:46 Diperbarui: 18 Juli 2017   00:45 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal yang terombang-ambing di perairan Indramayu sekitar 15 jam (dok.pri).

Masa kritis itu akhirnya lewat juga, masa di mana isi lambung sudah tidak ada lagi dan tidak mungkin untuk muntah. Guncangan ombak yang semula membuat kepala pusing dan mual, kini hanya menjadi pemandangan saja. Samar-samar daratan terlihat, kembali menumbuhkan asa jika sebentar lagi akan mendarat. Kisah tragedi 7 jam terapung dari 15 jam pelayaran di laut Jawa, membuat kami belajar.

3 set alat selam sudah kami persiapkan berikut dengan perbekalan selama 2 hari. Kami berencana berlayar ke Pulau Biawak di utara Kabupaten Indramayu. Sebuah kapal nelayan dengan nama lambung Al-fajar kami sewa untuk menghatarkan kami mengarungi lautan yang biasa ditempuh 4 jam pelayaran.

Sesaat sebelum kami berlayar, sempat kami memerhatikan situs BMKG untuk melihat kondisi perairan. Angin bertiup dari timur ke barat, tinggi gelombang 0,75 - 2 m. Kondisi yang masih memungkinkan untuk berlayar, namun di sisi lain ada kabar jika pelayaran menuju Karimunjawa-Jepara tidak berjalan karena gelombang besar.

Tepat pukul 03.00 pelan-pelan 2 ABK memutar perahu menuju muara Sungai Cimanuk. Hampir 1 jam kami menyusuri sungi untuk menuju laut lepas. Pukul 04.00 saya melihat arloji, perahu sudah di laut lepas dan gelombang sudah terasa menghantam lambung kapal. Kami 8 orang penumpang mulai limbung, tetapi mencoba untuk tetap tertidur.

Saya yang tertidur di dekat mesin kapal, masih terjaga melihat aktifitas 2 ABK. Salah seorang ABK sibuk dengan senternya, ternyata dia sedang membetulkan kabel gas mesin kapal yang putus. Tak berapa lama, mesin perahu kembali maraun-raung untuk menambah kecepatan.

Belum juga terlelap, saya kembali melirik 2 ABK yang kini lebih sibuk membetulkan sesuatu. Sesaat saya memerhatikan, ternyata selang bahan bakar-solar bocor. Dengan sigap mereka mengikat selang tersebut agar tidak bocor. Waktu menunjukan pukul 05.00 kembali saya mencoba memejamkan mata dengan kepala beralaskan pelampung sembari merebahkan badan di atas tumpukan jaring ikan.

Di ufuk timur, langit sudah merona merah. Momen yang berharga untuk mengabadikan sang surya terbit, sesaat saya hendak mengambil kamera, terlihat ABK sedang sibuk di pinggir perahu dengan mesin kapal yang pelan bunyinya.

Saya mengamati mereka, lantas terdengar ucapan "as baling-baling patah". Ibarat urat otot terputus, manusia akan lumpuh tak bergerak, begitu juga dengan as baling-baling. Mesin dimatikan, dan kami tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi patahnya as baling-baling.

Serentak semua penumpang, bangun dari tidurnya. Beberapa sudah ada yang di tepi perahu sembari mengeluarkan isi perut. Ombak besar menghajar badan kapal dan kami limbung. Saya mencoba tetap bertahan, alhasil harus muntah juga.

Kami yang masih kuat mencoba mencari bantuan pada kapal-kapal yang lewat dan terlihat samar. Ada yang berteriak, melambaikan pelampung, meniup peluit, membunyikan terompet selam untuk menarik nelayan agar datang. Semua usaha kita sia-sia, bahkan membuat kami semakin pusing dan mual, dan akhirnya muntah.

Menyintas di Lautan Lepas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun