Singkong yang dipanen kemudian dikupas dan cuci bersih, lalu dipotong-potong. Yang paling penting adalah proses pengukusan, tidak boleh terlalu lama tetapi harus dipastikan benar-benar matang. Biasanya saya menusukan ujung lidi dari bambu. Jika amblas, maka sudah selesai prosesnya.
Dalam keadaan masih panas, singkong kemudian dipindahkan ke dalam irig atau sejenis tampah dari anyaman bambu yang berlubang. Tujuan dipindahkan dalam irig untuk memberikan kesempatan singkong kukus dingin secara pelan dan menyeluruh. Jika singkong hanya dingin sebagian, nanti tapenya akan gosong atau berwarna hitam. Butuh waktu 3- 4 jam untuk mendinginkannya.
Tahap berikutnya adalah peragian. Tahap ini adalah kunci, kerena yang akan menentukan jadi tidaknya tape. ragi yang digunakan adalah ragi tape yang di dalamnya ada jamur Rhizopus oryzae. Ragi dalam bentuk pada dihancurkan hingga lembut, kemudian ditaburkan secara merata sambil di aduk-aduk, atau istilahnya diuleni.
Setelah rata semua, baru di tata dalam keranjang yang sudah dilapisi dengan daun pisang. Daun pisang digunakan selaian untuk menutupi, juga bisa memberi aroma sedap.Â
Selain daun pisang, kadang memakai daun jati, waru, atau andong. Masing-masing daun akan memberi aroma yang berbeda-beda namun tetap sedap dan enak rasanya, beda kalau memakain plastik. Setelah di tata kemudian ditutup rapat dan diperam selama 3 hari 3 malam.
Tape yang sudah jadi, teksturnya empuk, aromnya wangi, dan rasanya manis. Kalau terlalu matang nanti akan keluar airnya. Pada tahap ini, tape kemudian siap dijual. Apabila tape tidak terjual, maka tape bisa diolah menjadi wedang tape, rondo royal (tape goreng dengan salutan tepung), atau dibuat kue.
Demikian mbah Pujiono bercerita tanpa ada yang disembunyikan. Dalam seminggu dia bisa membuat 3-6 keranjang tape. Namun seiring usia, kali ini dia hanya bisa membuat 2 keranjang dan itu pun dijual pada akhir pekan.
Saya hanya berguman "omsetnya setengah juta sehari, itu pun paling sepi". Sepertinya tidak banyak yang menyadari, namun itulah rejeki mBah Pujiono. Akhirnya saya berpamitan, "mbungkus mas...".