Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memet Ikan, Budaya yang Hampir Hilang Ditelan Zaman

2 April 2019   16:17 Diperbarui: 2 April 2019   17:48 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebelum memet di awali dengan mancing bersama (dok.pri)

Waktu saya kecil, orang tua atau kakek nenek saya selalu marah kalau saya ketahuan habis memet. Memet, sebuah kosakata yang saat ini sepertinya hampir punah, namun tetiba muncul lagi menjadi agenda wisata. Sebuah kearian lokal bagaimana menjaga kelestarian ikan dengan budaya memet.

Memet
Memet adalah teknik menangkap ikan dengan tangan kosong (dhave.id). Tangan meraba-raba dasar sungai atau kolam untuk meraba-raba ikan lalu menangkapnya. Jika ikan terasa masih kecil maka akan dilepaskan, dan jika besar maka akan masuk kepis (wadah ikan dari anyaman bambu).

Entah mengapa orang tua selalu marah jika menjumpai anak-anaknya memet. Memet identik dengan pekerjaan orang miskin, karena tidak memiliki tangkap ikan atau memiliki mata pencaharian menangkap ikan. Bukan hanya itu, memet memiliki risiko. Bisa saja saat memet yang terpegang oleh tangan adalah ular air, atau kaki menginjak beling, terkena kutu air, bisa masuk angin dan lain sebagainya. Yang pasti orang tua melarang betul memet itu.

Namun, memet adalah kegiatan menyenangkan. Tangan meraba-raba dan melatih indera peraba kita untuk menebak-nebak ikan. Jika licin mungkin itu lele atau belut.

Jika bersisik dan berbentuk bulat segera lepaskan atau tangkap dan lempar jauh-jauh karena itu ular air. Jika bersisik pipih artinya itu ikan mujair, karper, ikan mas dan jika agak lonjong pastilah itu ikan tomang atau gabus. Itulah memet, masa kecil saya terlatih mengidentifikasi ikan hanya dengan merapa. Namun apa daya, jika ketahuan sandal bisa melayang atau gagang sapu mampir di pantat.

Memet menjadi atraksi wisata yang mampu meraup pendapata 4,5 juat sekali event dan bisa memggerakan roda perekonomian masyarakat lokal (dok.pri)
Memet menjadi atraksi wisata yang mampu meraup pendapata 4,5 juat sekali event dan bisa memggerakan roda perekonomian masyarakat lokal (dok.pri)
Memet sebuah tradisi yang hampir punah. Alat tangkap ikan sudah berubah menjadi lebih modern seperti pancing, seser, jaring, setrum, dan bahkan ada yang menebar racun/apotas/tuba. Memet seolah tidak efektif lagi untuk memenuhi kebutuhan tangkap ikan. Bagimana tidak, jika dahulu memet hanya untuk kebutuhan dapur sehari, sekarang kebutuhan menjurus pada pasar.

Memet Menjadi Agenda Wisata
Saya beruntung bisa mendapatkan kesempatan memet tanpa dimarahi orang tua. Di Desa Ujung-ujung, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang-Jawa Tengah ada kegiatan memet setiap 3-4 bulan sekali. Memet kali menjadi agenda triwulan dan menjadi atraksi desa wisata.

Mendapat ikan lele ukuran besar (dok.pri)
Mendapat ikan lele ukuran besar (dok.pri)
Pada kesempatan ini panitia menebar 150 kg beragam jenis ikan, seperti; lele, nila, karper, dan tawes. Aliran irigasi dibendung agar lebih dalam. Panitia mewajibkan peserta untuk membayar Rp 10.000,00 dan berhak membawa 1 pancing.

Hari itu peserta ada 450 orang yang siap dengan pancingnya masing-masing. Sebelum memet ikan-ikan akan dijadikan lomba pancing. Peserta yang ikut adalah yang memiliki tiket. Memancing dibatasi hanya 3 jam.

Setelah memancing, saatnya yang ditunggu-tunggu. Peserta masuk ke dalam sungai lalu dengan tangan kosong menangkap ikan. Inilah keseruannya, dimana mereka akan mengenang masa-masa kecil saat sedang memet dan saat ini tidak akan dimarahi orang tua.

Memet menjadi cara konservasi terhadap ikan-ikan sungai. Dengan memet bisa memilah dan memilih ikan yang ditangkap. Selain itu ada nostalgia masa lalu yang bisa dikenang tanpa takut ketahuan.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun