Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Balung Buto Sangiran, Mitosmu Kini

9 November 2017   12:18 Diperbarui: 9 November 2017   19:17 3702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
fosil Stegodon di Museum Sangiran (dok.pri).

"Mas ini fosil tulang apa?" tanya seorang mahasiswa. "oh itu gigi rusa" saya menjawab sekenanya saja. Saya teringat 2 tahun yang lalu saat saya menemukan fosil yang mirip dan bertanya pada penduduk sekitar dan dijawab "gigi rusa". 

Saya yang bukan berlatar belakang paleoantropologi tidak berani lebih jauh membahas itu. Yang mengusik pikiran saya, mengapa orang lokal paham akan repihan-repihan fosil? Itulah tanda tanya saat beberapa waktu yang lalu mengujungi situs manusia purba di Sangiran-Jawa Tengah.

Balung Buto

Berbicara tentang pengetahuan lokal masyarakat Sangiran, terutama tentang kemampuan mereka mengindetifikasi fosil. Masyarakat Sangiran, memahami fosil adalah sebagai balung buto atau tulang raksasa. Di sebut balung buto, karena ukurannya yang tidak lazim dengan ukuran tulang manusia atau binatang peliharaan. 

Sekilas saya membaca tulisan Bambang Soelistyanto yang tesisnya berjudul "Balung Buto: Studi Tentang Pemaknaan Benda Cagar Budaya Sangiran" dan tulisan Retno Handini yang berjudul "Balung Buto dalam persepsi masyarakat Sangiran, antara mitos dan fakta". Kedua penulis begitu dalam menjelaskan tentang balung buto, menurut sudut pandang masyarakat.

Jauh sebelum Eugene Dubois (1883) dan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald (1934) datang ke Sangiran, penduduk setempat sudah mengenal balung buto. Mereka sadar, jika balung buto itu adalah tulang yang membatu dan telah berumur ribuan hingga jutaan tahun semenjang para ahli sejarah itu datang. 

Persepsi mereka yang dahulu fosil adalah tulang raksasa yang susah digambarkan, tetapi para ahli sejarah mampu menerjemahkan secara visual. Yang menarik, konsep balung buta tidak semata-mata itu adalah fosil tulang, tetapi ada pemaknaan lain yang mengarah pada spiritual.

Khasiat dan Mitos Balung Buto

Orang Indonesia, ada yang masih menganggap sebuah benda memiliki kekuatan. Sederhana saja, ada yang percaya batu kerikil mampu menahan orang untuk buang air besar sementara waktu, batu milik ponari yang mampu mengobati penyakit, begitu juga dengan balung buto. Dahulu masyarakat Sangiran percaya balung buto memiliki kekuatan, bahkan saat ini juga ada yang memercayai.

Fosil kuda nil di Museum Sangiran (dok.pri).
Fosil kuda nil di Museum Sangiran (dok.pri).
Fosil gigi kuda sungai (Hexaprotodon siyalensis) yang masyarakat menyebutnya dengan warak dipercaya mampu mengobati beragam penyakit. Fosil gading gajah jenis Stegodon trigonocephalus, Stegodon hypsilphus dan Elephas hysudrincus dipercaya bisa mengobati sakit gigi, gigitan binatang berbisa. 

Balung-balung buto juga dipercayai mampu menolak bala (menghadang bencana), baik sifatnya kecelakaan atau gangguan roh-roh jahat. Balung buto dijadikan jimat atau simpanan yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk beragam keperluan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun