Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandemi dan Tradisi Mudik

8 Mei 2021   14:30 Diperbarui: 8 Mei 2021   14:36 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah setahun lebih pandemi mendera umat manusia. Kaum muslim kembali menjalani ibadah ramadan untuk kedua kalinya di tengah pandemi Covid-19. Bahkan, kini muncul varian Covid-19, B.1.617 yang berasal dari India sudah terdeteksi masuk Indonesia. B.1.617 merupakan hasil dari mutasi ganda E484Q dan L452R.

Varian ini dianggap lebih menular dan dapat menyebar lebih cepat. Angka kematian akibat penyakit ini terus meningkat. Pada Selasa (4/5/2021), India mencatat 20 juta kasus Covid-19, 7 juta penambahan kasus terjadi hanya dalam waktu sebulan.

Dari total 222.000 kematian akibat Covid-19 di India, lebih dari 57.000 kasus tercatat dalam sebulan. Artinya, ada 80 kasus kematian per jam di India. Namun, angka itu dipercaya hanya catatan rumah sakit, sedangkan angka aslinya lebih banyak.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan ekstra ketat untuk menekan penyebaran Covid-19 ditengah masyarakat. Satgas Penanganan Covid-19 bersama jajaran pemerintah terkait diantaranya Kementerian Perhubungan dan Polri, pada Kamis (8/4/2021) petang di Graha BNPB, mengumumkan dirilisnya Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 No. 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah selama 6 - 17 Mei 2021.

Melalui surat edaran ini, pemerintah tegas melarang masyarakat melakukan kegiatan mudik lebaran tahun ini demi melindungi masyarakat dari penularan virus Covid-19. Larangan ini diberlakukan untuk moda transportasi darat, laut dan udara.

Dalam aturan terbaru ini, terdapat pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik ini. Yaitu layanan distribusi logistik, perjalanan dinas, kunjungan sakit/duka, dan pelayanan ibu hamil dengan pendamping maksimal 1 orang dan pelayanan ibu bersalin dengan pendamping maksimal 2 orang.

Untuk memastikan aturan larangan mudik dipatuhi oleh masyarakat, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga menyiagakan ribuan personel untuk berjaga di ratusan titik penyekatan. Dengan menjaga banyak titik penyekatan, Polri berharap dapat mencegah mobilitas kendaraan pemudik agar tidak bergerak lintas-daerah.

Sebelumnya Polri merencanakan ada 333 titik penyekatan yang tersebar dari Lampung, Pulau Jawa hingga Bali. Namun, belakangan kepolisian memutuskan untuk menambah jumlah pos penyekatan menjadi 381 titik. Ratusan titik sekat itu menyebar dari Sumatera Selatan hingga Pulau Bali.

Sudah dua kali masyarakat Indonesia mengadakan hari raya Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19. Dengan angka infeksi yang belum dapat ditekan sepenuhnya, pemerintah kembali memutuskan bahwa kali ini masyarakat tidak bisa menjalankan tradisi mudik.

Namun tetap saja, rasa rindu kampung halaman yang kuat dan ditambah dengan perasaan bahwa tahun lalu tidak dapat berlebaran di kampung halaman mendorong sebagian masyarakat untuk mudik tahun ini. Berbagai cara dilakukan, mulai dari mencari jalan tikus hingga menumpang di bak truk sayur.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat mengatakan dengan hadirnya Hari Lebaran, seseorang diajarkan untuk lebur, yaitu menyatu kembali dengan sesama hamba Tuhan, apa pun status sosialnya, setelah kembali ke fitrahnya. Itu ditandai dengan diselenggarakannya acara halalbihalal di lingkungan perkantoran dan masyarakat, sebuah forum untuk saling memaafkan dan memperkukuh rajutan sosial.

Lebaran juga mendorong munculnya sikap luber, yaitu sikap filantropis, senang berbagi rezeki, mensyukuri anugerah Tuhan yang diterimanya selama ini. Karena itu, banyak keluarga muslim yang mengeluarkan zakat tahunan serta sedekah sehabis Ramadan, di luar zakat fitrah.

Tradisi mudik pulang kampung juga menjadi medium untuk mengekspresikan rasa syukur setelah puasa sebulan yang di dalamnya terkandung semangat lebur dan luber. Tradisi pulang mudik yang awalnya hanya populer di kalangan masyarakat Jawa sekarang juga menular ke luar Jawa.

Ketika Lebaran tiba, yang paling utama dari segi agama ialah mendirikan salat Idul Fitri di lapangan atau masjid agung. Namun, yang membuat heboh ialah acara pulang kampung alias mudik kumpul keluarga, dilanjutkan dengan silaturahim saling memaafkan dan menikmati hidangan Lebaran bersama tetangga dan sanak saudara.

Tekad yang sangat besar untuk mudik seolah tidak menghiraukan larangan pemerintah agar masyarakat tidak melakukan mobilitas massal di tengah pandemi yang masih mengancam keselamatan. Penyekatan yang dilakukan oleh petugas gabungan di sejumlah lokasi berimbas terjadinya kemacetan panjang di ruas tol Jakarta-Cikampek.

Ancaman wabah Covid-19 dan banyaknya korban meninggal dunia karena virus tersebut tidak membuat pemudik takut dan khawatir. Padahal aktivitas mudik diproyeksi dapat meningkatkan risiko penularan Covid-19 di lingkungan masyarakat sehingga menimbulkan kematian.

Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan kelompok yang paling rentan mengalami fatalitas jika terinfeksi Covid-19 merupakan lansia. Data sementara, lansia mengontribusi 48,3 persen kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Masyarakat perlu memahami bahwa melakukan mudik di tengah pandemi Covid-19 saat ini tentunya akan sangat membahayakan, khususnya bagi kelompok lansia.

Dalam tradisi mudik, interaksi fisik seperti berjabat tangan akan berpotensi untuk menjadi titik awal penularan Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah meminta kepada masyarakat untuk mengurungkan niatnya menjalankan kegiatan mudik guna melindungi diri dan keluarga di kampung halaman agar tidak tertular Covid-19.

Keputusan Pemerintah untuk melarang mudik sebagai upaya untuk melindungi keselamatan warga. Salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi). Namun, hasrat yang tinggi bagi pemudik untuk bertemu dengan sanak kerabat di hari raya seakan tak bisa dicegah. Sebab, baginya mudik telah menjelma sebagai perwujudan rasa cinta yang mampu mengalahkan segalanya.**

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun