Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Bersiap Menyongsong Pilkada Serentak

15 Januari 2021   23:15 Diperbarui: 5 Februari 2021   19:18 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Wacana pengunduran pilkada serentak dari tahun 2024 ke tahun 2027 yang sedang digodok pemerintah dan DPR bermula dari niat melakukan normalisasi siklus pilkada tanpa menghilangkan pilkada di tahun 2022 dan 2023.

Hal ini yang sedang dibahas secara menyeluruh dalam revisi undang-undang pemilu. Nantinya UU Pemilu akan mencakup aturan di Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sejumlah kalangan menilai pilkada serentak nasional pada November 2024 atau setelah pemilu nasional dianggap terlalu berisiko. Risiko itu baik dari sisi beban penyelenggaraan, kualitas pemilihan, maupun penetrasi politik gagasan dan program. Sehingga normalisasi jadwal adalah pilihan yang bijaksana.

Pembina Perludem, Titi Anggraini menyebutkan ancaman elektoral cukup besar kalau pemungutan suara pilkada serentak nasional tetap dilaksanakan pada November 2024, pada tahun yang sama dengan pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Pertama, beban teknis berlebih membuat penyelenggaraan pemilu potensial tidak terkelola dengan baik. Pelaksanaan tahapan akan beririsan satu sama lain. Sebab menuju pemungutan suara harus ada sejumlah tahapan persiapan yang dilakukan, dari pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, dan distribusi logistik pemilihan. Tentu hal itu akan membuat beban petugas semakin berlipat ganda. Fenomena kelelahan petugas seperti Pemilu 2019 akan kembali terulang.

Kedua, politik gagasan bisa semakin menjauh dari diskursus pemilih karena terlalu banyak calon dan isu yang tersebar dari tiga jenis pemilihan yang berbarengan. Hal ini bisa menimbulkan ekses digunakannya cara-cara ilegal dalam berkampanye sebagai jalan pintas untuk menang. Misalnya politik uang, hegemoni identitas, dan hoaks.

Ketiga, adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang mengubah pendiriannya soal konstitusionalitas pemilu serentak 5 kotak sebagai satu-satunya pilihan yang konstitusional, sebagaimana termuat dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 (23 Januari 2014), sesungguhnya merupakan refleksi atas kompleksitas Pemilu 2019. Semestinya tidak kita tambah dengan kerumitan baru lagi. (https://rumahpemilu.org/normalisasi-jadwal-pilkada-oleh-titi-anggraini/)

Berdasar sejumlah alasan tersebut hendaknya DPR dapat memastikan pembahasan RUU Pemilu diselesaikan tepat waktu. Sebelumnya Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia menargetkan RUU Pemilu bisa selesai paling cepat pada pertengahan tahun ini sehingga bisa diimplementasikan pada gelaran Pilkada tahun 2022.

Sejumlah provinsi yang masa jabatan gubernurnya berakhir pada 2022 meliputi Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Sedangkan pada 2023 ada 17 provinsi yang gubernurnya akan berakhir masa jabatan antara lain Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku, serta Papua.

Sementara di Provinsi Jawa Barat ada 3 Kabupaten/Kota yaitu; Kabupaten Bekasi, Kota Cimahi dan Kota Tasikmalaya masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2022. Sedangkan 16 Kabupaten/Kota kepala daerahnya berakhir masa jabatan pada tahun 2023. Semua pihak harus memahami dan mematuhi regulasi pilkada di masa pandemi Covid-19.

Sejauh ini belum ada yang mampu memprediksi kapan pandemi berakhir. Analisis yang dilakukan oleh Citi Research mengungkap herd immunity kemungkinan belum terbentuk sampai akhir 2021. Kekebalan kelompok terjadi ketika cukup banyak orang dalam satu populasi mengembangkan perlindungan terhadap penyakit dan cara terbaik mendapatkannya adalah dengan vaksinasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun