Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Walk the Talk

25 Agustus 2020   12:30 Diperbarui: 27 Agustus 2020   05:41 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam setiap perhelatan pemilihan pemimpin tersedia masa kampanye sebagai sarana untuk menyampaikan visi misi, program dan gagasan dari setiap kandidat. Para calon pemimpin menawarkan beragam janji dan cara untuk menghadirkan perubahan kepada masyarakat agar menjadi lebih baik.

Penyampaian visi misi menjadi salah satu prasyarat pencalonan dalam pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020. Pertukaran gagasan disuguhkan kepada masyarakat melalui debat antar kandidat. Publik dapat menyaksikan langsung kemampuan para calon kepala daerah dalam memberikan solusi terhadap setiap permasalahan.

Jargon yang diusung oleh setiap pasangan calon pemimpin pasti menawarkan kebaikan dan serasa nikmat untuk didengarkan. Komitmen semua paslon ingin menjadi pemimpin yang jujur, amanah, merakyat, anti korupsi dengan spirit perubahan di berbagai bidang. Jika kita cermati isu-isu yang disoroti oleh para kandidat tidak bergeser dari persoalan pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pelayanan publik.

Selain itu yang tidak pernah absen adalah janji untuk membuka lapangan kerja, mengatasi pengangguran dan perbaikan ekonomi masyarakat. Kampanye menjadi media interaksi antara kandidat dan para pemilih. Semburan narasi dan retorika dikemas sedemikian rupa agar dapat menarik simpati publik untuk mencoblosnya pada saat di bilik suara.

Kemampuan kandidat dalam berkomunikasi dengan khalayak menjadi kunci untuk menyakinkan publik bahwa program yang ditawarkan bukan sekedar pepesan kosong tapi benar bisa direalisasikan. Tantangan yang dihadapi oleh paslon kepala daerah adalah persepsi publik yang terlanjur beranggapan bahwa pil KB kalau lupa, jadi sedangkan pilkada kalau jadi, lupa.

Ungkapan tersebut mencerminkan ketidakpercayaan publik terhadap janji-janji yang ditawarkan oleh para kandidat. Seolah siapapun dia dan darimana berasal pada akhirnya setelah terpilih dan menjabat lupa pada janji yang pernah dilontarkan. Rendahnya kepercayaan masyarakat tentu tidak terjadi tiba-tiba melainkan sebagai akumulasi dari pengalaman empiris yang dirasakan dalam proses demokrasi yang terjadi di republik ini.

Harapan publik dengan pemilihan pemimpin secara langsung oleh rakyat maka ketika menjabat akan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat. Kewajiban untuk memenuhi tanggungjawab terhadap penyediaan kebutuhan rakyat, seperti pangan, sandang dan papan semestinya menjadi program prioritas. Esensi seorang pemimpin adalah kesediaan dan kerelaan untuk mewakafkan diri dan jiwanya demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Cita-cita yang dirumuskan dalam visi-misi hendaknya bukan sekedar utopia. Program yang dijanjikan harus bisa diimplementasikan sehingga publik merasakan langsung manfaat dari keterpilihannya sebagai kepala daerah. Untuk merealisasikan janji kampanye diperlukan komitmen dan konsistensi dalam diri setiap pemimpin bahwa jabatan yang diemban adalah amanah yang mesti dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepada rakyat semata tapi juga kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Demokrasi elektoral yang membuka peluang bagi setiap warga negara untuk menjadi pemimpin publik harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas kepemimpinan dari setiap kandidat. Proses kandidasi yang dilakukan oleh partai politik semestinya dilakukan dengan mengedepankan profesionalime dan sistem meritokrasi yang teruji.

Rekam jejak kandidat dalam memimpin organisasi dan perilaku keseharian berinteraksi dengan masyarakat dapat menjadi ukuran seseorang untuk dicalonkan dalam pemilihan kepala daerah. Rivalitas politik untuk mendapatkan tiket maju pilkada mesti dimaknai sebagai perlombaan pengabdian untuk mewujudkan kebaikan bagi masyarakat.

Seorang pemimpin yang mumpuni dan berintegritas mampu memperbaiki sistem dan budaya secara bersamaan. Memperbaiki sistem tanpa perbaikan budaya kerja membuat orang  bersiasat, budaya kerja yang baik tanpa dukungan sistem yang baik sulit terwujud sinergi kolaboratif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun