Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Karakter Jalan Kesuksesan

13 Juli 2020   15:00 Diperbarui: 15 Juli 2020   20:26 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usia anak merupakan salah satu persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Permendikbud Nomor 17/2017 maupun Permendikbud Nomor 44/2019 menyebutkan, persyaratan calon peserta didik baru kelas satu SD berusia tujuh hingga 12 tahun, atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan. Untuk SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan untuk jenjang SMA/SMK berusia paling tinggi 21 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan.

Ketentuan tersebut yang memicu kegaduhan dalam proses PPDB di DKI Jakarta. Seperti ramai diberitakan sejumlah orang tua mengaku kecewa dengan pemberlakukan batas usia anak dalam seleksi penerimaan peserta didik baru. Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad menjelaskan ketentuan tersebut sebenarnya sudah lama, namun baru diterapkan di DKI Jakarta mulai tahun ini. (https://tirto.id/syarat-usia-ppdb-jakarta)

Pendidikan merupakan pintu gerbang bagi perjalanan kehidupan seorang anak di dunia. Memilih sekolah untuk putra-putrinya adalah tahap awal para orang tua agar anaknya memiliki masa depan yang lebih baik. Tak heran bila para orang tua berupaya sekuat tenaga agar anaknya bisa masuk sekolah pilihan. Maka setiap awal tahun pelajaran, banyak orang tua yang cemas dan stress karena memikirkan sekolah anaknya.

Jalan panjang pendidikan anak di Indonesia memerlukan waktu yang relatif lama jika merujuk pada ketentuan yang berlaku. Dalam kondisi normal, kebanyakan anak mulai masuk SD pada usia 7 tahun. Butuh waktu sekitar 6 tahun untuk menyelesaikan sekolah dasar dan lulus pada umur 12 tahun. Ditingkat sekolah dasar anak diajarkan banyak macam mata pelajaran yang sebenarnya bisa lebih disederhanakan.

Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Prof. Dr. Soedijarto, MA mencontohkan di negara-negara maju para siswa tidak dibebani banyak mata pelajaran. Sistem pendidikan di negara maju lebih mendukung anak bereksplorasi sesuai minat. Sekolah baru selesai pada sore hari bersamaan dengan waktu para orangtua pulang kerja. Sehingga ketika sampai di rumah, anak bisa bertemu dan berinteraksi dengan orangtuanya. Di tanah air, siswa pulang ke rumah pada siang hari, ketika orang tua masih sibuk bekerja di luar rumah sehingga anak kehilangan waktu untuk berinteraksi dengan keluarga inti.

Sekolah Dasar sebaiknya difokuskan pada pendidikan karakter sehingga siswa tidak dibebani banyak mata pelajaran. Pendidikan nilai-nilai agama yang ditanamkan sejak dini akan memberikan pengaruh pada perilaku anak terhadap lingkungan sekitar. Sekolah memang bukan tempat satu-satunya bagi seorang anak untuk memperoleh pendidikan, namun sekolah berperan penting dalam membentuk akhlak mulia. Sekolah Dasar menjadi pusat pembudayaan dengan model pebiasaan sehingga mampu mengubah perilaku, misalnya anak yang pemarah menjadi penyabar.

Pada rentang usia 12 sampai 15 tahun, anak melanjutkan pendidikan ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Proses pembelajaran yang diberikan lebih ditekankan kepada pengenalan bakat dan life skill sehingga anak lebih mengenali potensi diri. Pada rentang usia ini biasanya anak sudah memasuki masa akil baligh. Pertumbuhan fisik dan mental harus menjadi perhatian agar anak berkembang sesuai dengan harapan.

Selepas SMP melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat pada usia 15 sampai 18 tahun. Seharusnya ditingkat SMA, siswa lebih difokuskan pada penjurusan yang dikehendaki agar mereka lebih dapat mengenal skill yang dimiliki. Hal ini sangat penting bagi siswa yang akan melanjutkan ke per­gu­ru­an tinggi sehingga dapat lebih mengetahui kemana arah dan tujuan yang ingin dicapai.

Pendidikan formal yang dilalui setiap anak seolah menjadi peta jalan bagi nasibnya kelak di kemudian hari. Bagi yang memilih bekerja setelah lulus SMA maka harus bersaing untuk mencari peluang kerja. Sedangkan yang ingin melanjutkan kuliah maka mesti menjalani seleksi penerimaan dengan banyak modelnya. Perjuangan untuk menentukan nasib sepatutnya dijalani sungguh-sungguh agar bisa mencapai hasil seperti yang diinginkan.

Menyelesaikan kuliah dalam rentang waktu normal empat tahun, anak sudah berumur 22 tahun. Bagi laki-laki itu artinya 3 tahun lagi waktunya jika ingin mengakhiri masa lajang mencontoh pada usia Nabi Muhammad SAW saat menikah pertama kali. Perjalanan kehidupan seoarang anak manusia sejatinya ditentukan oleh Allah SWT, tetapi yang harus kita pedomani Allah tidak akan mengubah nasib seorang hamba jika ia tidak mau berusaha. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra'd:11).

Perlu diketahui bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tiga hal yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam menilai seseorang yaitu karakter (atttitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Faktor karakter yang paling dominan dan menjadi bahan pernilaian dalam dunia kerja. Karakter positif seperti disiplin, tanggungjawab, rajin, inisiatif, peduli merupakan nilai-nilai dasar yang semestinya menjadi materi pembelajaran sejak dini.

Indonesia diprediksi akan mengalami era bonus demografi pada kurun waktu 2020-2030. Di saat penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas), dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia (BPS). Bonus demografi menjadi berkah jika kelompok usia produktif mempunyai attitude yang baik dan profesional, ditambah skill dan pengetahuan yang mumpuni. Tetapi, bisa menjadi malapetaka seandainya kalangan usia produktif tidak memiliki kompetensi dan daya saing karena bisa jadi jumlah pengangguran malah membengkak.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi hal yang krusial. Sebab melihat dari sisi penawaran angkatan kerja yang tinggi, maka kompetisi akan semakin meningkat. Jika sisi permintaan tidak berubah, justru yang terjadi adalah penalti demografi. Di samping itu, revolusi industri 4.0 akan menuntut kualitas dan kapasitas SDM yang lebih tinggi. Dunia pendidikan menjadi penentu untuk melahirkan generasi muda yang handal dan profesional. Hal ini dapat dimulai dengan menjadikaan pendidikan karakter sebagai materi berkelanjutan yang ditanamkan sejak bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Tantangan yang ada sekarang ini, generasi milenial kadang dikeluhkan dengan sikap individual, mudah putus asa dan menyerah, maunya serba instan, baperan, mudah mengeluh dan rasa sopan santun meluntur. Sebagaian besar lebih pada permasalahan attitude yang harus digembleng agar menjadi sosok yang tangguh dan berakhlak mulia. Sementara usaha untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan akan sia-sia jika karakter dan perilakunya enggan berubah.

Jejak panjang pendidikan yang mesti dilewati oleh setiap anak Indonesia memang tidak lepas dari beragam ujian akademis, mulai dari SD, SMP, SMA hingga kuliah. Namun yang tidak kalah penting adalah melewati seleksi alam untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan. Diperlukan kedisiplinan dan ketekunan untuk menjadi pemenang dalam kehidupan. Pendidikan formal sebagai gerbang awal untuk meraih keberhasilan, berikutnya karakter mulia yang akan menuntun jalan kesuksesan.**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun