Mohon tunggu...
Dhannang Nugroho
Dhannang Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan UNS

Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyesuaian Rincian APBN untuk Menyesuaikan Kondisi Ekonomi di Tengah Pandemi

10 Januari 2021   12:36 Diperbarui: 10 Januari 2021   12:57 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah dalam memenuhi rumah tangga negara masih menargetkan dapat memperoleh utang baru sebesar Rp 342 triliun di kuartal I 2021 melalui Surat Utang Negara (SUN). Selain itu lelang SUN juga dilakukan dengan mata uang Rupiah selama bulan Januari, Februari, Maret dengan tanggal lelang yang ditentukan oleh Kementerian Keuangan. 

Sedangkan lelang SUN ditahun 2020 juga dilakukan pemerintah pada November lalu. Lelang masuk mencapai Rp104,68 triliun dari beberapa seri Surat Utang Negara seperti FR0087 sebesar Rp 29,35 triliun, FR0080 sebesar Rp 24,34 triliun, FR0086 penawaran masuk sebesar Rp23,41 triliun.  Selanjutnya penawaran masuk sebesar Rp 14,13 triliun, Rp 8,63 triliun, Rp 3,36 triliun serta Rp 1,46 triliun untuk masing-masing seri Surat Utang FR0083, FR0076, SPN12210812 dan SPN03210218.

Kebijakan pemberlakuan lelang yang dilakukan pemerintah untuk menekan atau mempersempit defisit anggaran baik outlook 2020 maupun ditahun 2021. Berkaca dari kondisi shock pemerintah diawal pandemi di Indonesia sehingga terjadi kegagapan atau ketidaksinkronan antara pusat dan daerah  terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Perhitungan dan kalkulasi ekonomi dan keuangan secara matang perlu dilakukan pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional. Perhitungan dan kalkulasi tersebut di tahun 2021 berupa masih perlunya keberlanjutan kebijakan ekonomi-sosial seperti program-program ditahun 2020.

Upaya Pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi meski melebarkan defisit dan melambungkan utang yaitu dengan mengeluarkan kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ditengah pandemi. Langkah ini untuk memperpendek kondisi resesi Indonesia. Prospek bangkitnya ekonomi baik secara mikro dan makro menjadi tugas negara yang berat bagi pemerintah saat ini. Berdampingan dengan pandemi, anggaran yang biasanya dikucurkan untuk pembangunan strategi nasional beralih ke belanja kesehatan dan sosial-ekonomi yang ekstra.

Pemulihan ekonomi harus dilakukan pemangku kebijakan dengan sesegera mungkin memeberikan kemudahan dalam permodalan dan pendampingan terhadap UMKM dan koperasi. Pertumbuhan ekonomi UMKM di Indonesia tersendat akibat turunya daya beli masyarakat. Seiring dengan vaksin impor yang telah tiba di tanah air, secepat itu juga seharusnya Pemerintah membuat UMKM survive ditengan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Berbeda pada krisis 1998 dimana UMKM menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia pada saat resesi ekonomi akibat pandemi saat ini usaha masyarakat terpaksa gulung tikar. 

Dengan tumbuhnya UMKM kembali secara perlahan ditahun 2021, diharapkan dapat menyumbang pertumbuhan ekonomi negara secara positif.  Angin segarpun bagi UMKM Indonesia dengan strategi pemerintah dalam memulihkan ekonomi 2021 menganggarkan alokasi program PEN  mencapai Rp 403,9 triliun dari rencana awal sebesar Rp 372,3 triliun. Fokus anggaran tersebut teralokasi untuk UMKM dan korporasi sebesar 63,84 triliun. Sedangkan anggaran untuk kesehatan seperti vaksinasi, imunisasi dan laboratorium litbang sebesar Rp 25,4 triliun, sisanya untuk program ekonomi lainnya.

PEN dengan langkahnya membangkitkan gairah ekonomi UMKM sebenarnya merupakan langkah yang tepat. Dengan memulai dari rumah tangga mikro bisa jadi memberikan sumbangsih bagi pendapatan negara. Berdasarkan data Dirjen Pajak, UMKM berkonstribusi terhadap PDB sebesar 60,3%penyumbang PDB pajak tertinggi setiap tahunnya. UMKM berbentuk Badan Usaha tercatat penerimaan negara berupa PPh pada tahun 2014, 2015, 2016 dan 2017 masing-masing sebesar Rp1,3 triliun, Rp1,8 triliun, Rp2 triliun dan Rp3,2 triliun. 

Sedangkan UMKM orang pribadi pada rentang periode tahun yang sama masing-masing PPh sebesar Rp 0,97 triliun, Rp1,6 triliun, Rp2,2 triliun, Rp3,2 triliun. Dilihat dari data pendapatan PPh, pertumbuhan usaha rakyat ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Meski 2020 terpuruk namun jika ditahun 2021 pemerintah secara tepat sasaran memupuk modal dan pelatihan SDM berbasis teknologi, maka  bisa jadi pendapatan negara dari PPh usaha kecil ditahun 2022 akan meningkat seiring dengan membaiknya kondisi bisnis pelaku usaha kecil menengah.

Masyarakat saat ini menunggu kebijakan pemerintah yang extraordinary untuk mengontrol defisit anggaran dan menekan utang negara demi pertumbuhan ekonomi yang baik. Belanja pemerintah selama tahun pandemi juga perlu dikontrol. Belanja publik  untuk kesehatan, dan sosial-ekonomi menjadi prioritas APBN. 

Jika kebijakan lockdown wilayah memang menekan kasus baru Covid-19 namun menurunkan pertumbuhan ekonomi negara. Sedangkan PSBB memang diharapkan menekan Covid-19 dan tetap menjalankan roda ekonomi, namun nyatanya  infeksi tetap meningkat dan ekonomi ikut loyo hingga masuk ke jurang resesi. Sudah saat ada produk kebijakan baru dari pemerintah yang dapat ­mengotrol keduanya di era new normal ini. Jika PSBB memang solusinya, maka perlu payung hukum untuk kekuatannya. Kembali lagi ke prioritas utama yaitu demi kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi terhadap kontrol defisit dan utang negara.  

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun