Mohon tunggu...
D. Febrian
D. Febrian Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dictum Sapienti Sat Est

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jawaban Terhadap Save Dokter Ayu, Malapraktik dan Kemanusiaan

20 November 2013   19:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:53 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dokter adalah profesi mulia seperti profesi mulia lainnya di dunia. Semulia penjual gorengan yang mangkal di persimpangan jalan dengan cara yang halal. Semulia pedagang yang jujur. Semulia insinyur yang jujur, semulia tukang parkir yang membantu pengendara. Semulia anggota parlemen yang tidak korup dan menjalankan fungsinya. Seluruh profesi adalah mulia, asalkan di jalankan oleh orang yang mulia juga.

Kemulian sebuah profesi tidak tergantung kepada gelar yang mesti dimiliki untuk mendapatkan profesi tersebut. Tetapi bagaimana profesi itu dijalankan penuh dengan ketulusan, kejujuran, profesionalitas dan kerendahan hati. Kemuliaan bukan karena jas putih atau sebuah setelan Armani. Begitu juga ketika seorang profesional lalai, malas dan dikarenakan keinginan berlebih untuk mendapatkan materi mengakibatkan pekerjaan terbengkalai dan bahkan melakukan tindakan kriminal, maka semua profesi haruslah dapat didakwa secara etik dan pidana. Dunia dokter dan kedokteran harus juga seperti itu. Tidak bisa karena menganggap profesi ini mulia dan dengan mudah menjadikan alasan bahwa tujuan profesi ini untuk kemanusiaan, lantas si profesinal tidak bisa dituduh lalai, ceroboh dan kriminal.

Para dokter selalu berlindung di balik jas putihnya yang mereka anggap dapat menghapus segala kesalahan dan kelalaian. Sudah banyak korban dan kerugian yang diakibatkan oleh dokter pemalas, lalai dan kemaruk. Namun lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk menegakkan kehormatan para dokter di Indonenesia (IDI) justru menjadi benteng untung melindungi mereka dari setiap kesalahan dan kelalaian dan kerugian yang mereka akibatkan. Pembelaan yang membabi buta terhadap para dokter menyebabkan masyarakat muak dengan jubah palsu kemuliaan insan medis.

Saya bisa jadi bersepakat, bahwa mungkin Dr. Ayu tidak bersalah. Tapi dengan mengusung tema besar KRIMINALISASI, para dokter telah menunjukan arogansi yang sangat memuakkan. Mereka tidak pernah berteriak ketika ada masyarakat yang mati karena antre di rumah sakit. Mereka tidak pernah ribut ketika banyak pasien yang tak berduit yang enggan dilayani oleh sesama dokter yang mulia ini. Sepertinya dunia kedokteran Indonesia sudah penuh hipokrisi terhadapkemanusiaan.

Mereka berteriak ketika rekan sejawat dipidanakan. Tapi mereka tak pernah menyerahkan kepada penegak hukum rekan mereka yang nyata-nyata bersalah. Semisal, apakah bukan malapraktek namanya jika sebuah gunting bedah tertinggal di dalam tubuh pasien? Apakah bukan kelalaian yang mengakibatkan kematian namanya jika ada orang mati karena ada perban yang tertinggal di dalam tubuh pasien..? Namun ketika tersinggung jubah kemuliaannya begitu ribut dan berteriak-teriak.

Tidakkah anda sadar sudah sekian minggu anda ribut soal Dr. Ayu hampr tidak ada dukungan kepada para dokter dari masyarakat..? Tidakkah anda sadar bahwa rekan sejabat anda yang malapraktik terbantu sekali karena aksi anda, padahal mereka pelaku kejahatan, karena aksi anda mereka menjadi punya dukungan moral. Tidak kah anda sadar pernyataan anda bahwa dokter berbuat karena tujuan mulia dan ketika anda lalai dan malas dan kemaruk uang karena anda praktek di lima dan delapan tempat, lantas pasien mati karena anda dan anda berlindung dibalik jas kemuliaan anda dan jargon kejadian yang tak diinginkan adalah sebuah kemunafikan proofesional. Para insinyur sipil juga tidak ingin jembatan runtuh ketika ia lalai mengaduk campuran beton dan jembatan runtuh dan ia dipidana. TAK ADA YANG INGIN KETAHUAN KETIKA IA MENYEBABKAN ORANG MATI. NAMUN ANDA BERLINDUNG DIBALIK ITU. Anda benar-benar profesional yang amatir.

Ketika terjadi kasus seperti ini anda mengeluarkan jurus bahwa dokter adalah pengabdi kemanusiaan. Anda pikir berapa banyak dokter yang mau benar-benar mengabdikan dirinya kepada kemanusiaan. Sebutkan satu saja klinik yang tanpa subsidi mau menggratiskan pembayaran bagi kaum miskin yang sudah menjadi program kliniknya? Kalaupun ada berapa buah yang ada di Indonesia ini? Sudah menjadi buah bibir masyarakat bahwa rumah sakit tak lebih dari sebuah bengkel yang sering memperlakukan manusia dengan cara yang tak manusiawi. Siapakah yang memiliki otoritas dan kemampuan mengubah pelayanan menjadi lebih baik di rumah sakit? Para dokter. Ketika banyak keluhan masyarakat miskin tentang mahalnya jasa seorang dokter dan biaya pengobatan. Lembaga kedokteran sibuk memperjuangkan kenaikan penghasilan mereka.

Saya sering berkata pada adik saya yang seorang dokter, Seorang dokter mungkin tidak akan menjadi kaya raya, tapi mereka tidak akan pernah menjadi miskin. Tapi mengapa para dokter ini kebanyakan adalah orang yang sangat kemaruk. UU menyatakan bahwa dokter hanya boleh berpraktek di tiga tempat saja. Karena sangat pentingnya pelayanan kepada pasien dan kemanusiaan. Agar para dokter fokus dan tidak terlalu lelah karena harus gonta-ganti dan bolak baik ke klinik dan rumah sakit dalam satu hari. Namun saya bertanya kepada anda, diberapa tempatkah anda berpraktek? Di berapakah tempatkah teman anda berpraktek. Saya tahu ada dokter dan saya kira banyak, yang berpraktek bahkan sampai di delapan tempat. Ujilah kembali pernyataan anda soal kemanusiaan. Karena dokter kebanyakan adalah mahkluk paling tidak humanis di dunia. Dan pernah ada seorang monster paling keji yang hidup di dunia, ingatlah Dr. Josef Mangele.

Dan saya sering mendengar percakapan. Pergilah ke dokter, periksa apa penyakitnya. Jawaban si sakit sangat sederhana, Mahal. Dokter pengabdi kemanusiaan? Ukurlah kembali kadar seberapa manusiakah anda di hadapan pasien miskin dan para gelandangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun