Mohon tunggu...
Dewo Dwi Febriyans
Dewo Dwi Febriyans Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Saya seorang mahasiswa hukum yang terpesona oleh dunia kata. Membaca dan menulis adalah perjalanan saya untuk menjelajahi pemahaman-pemahaman yang masih tersembunyi, mengasah pikiran kritis, dan terus mencari makna di balik setiap cerita.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menguak Keagungan Tuhan: Harmoni Akal dan Iman

26 November 2024   13:00 Diperbarui: 26 November 2024   13:19 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tuhan adalah sumber dari segala eksistensi, zat yang tidak terikat ruang dan waktu, menciptakan alam semesta dari ketiadaan. Dalam Islam, keimanan kepada Tuhan bukan sekadar dogma, tetapi perjalanan akal dan hati yang saling berpadu. Konsep ketuhanan ini menjadi landasan penting dalam membentuk hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Allah SWT menegaskan kehadiran-Nya melalui tanda-tanda di alam semesta. Dalam QS. Al-Baqarah: 164, Allah berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, serta kapal-kapal yang berlayar di laut… terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Ayat ini adalah seruan agar manusia memanfaatkan akal untuk mengenal keagungan Tuhan. Filsafat ketuhanan pun mengajarkan bahwa setiap kejadian di alam adalah bukti keberadaan-Nya. Sebagaimana setiap tulisan membutuhkan penulis, setiap lukisan membutuhkan pelukis, demikian pula alam semesta menunjukkan adanya Sang Maha Pencipta.

Tuhan dalam Perspektif Akal dan Iman

Dalam filsafat Islam, Tuhan dipahami melalui dua pendekatan:

1. Akal (Rasionalitas): Tuhan adalah al-Qadim (Yang Maha Awal) dan tidak serupa dengan makhluk-Nya (Tanzih). Ini ditegaskan dalam QS. Asy-Syura: 11, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.” Prinsip ini mengajak manusia untuk mensucikan Allah dari segala sifat makhluk, seperti gerak, berubah, atau menyerupai benda.

2. Iman (Keyakinan): Keimanan adalah pengakuan hati yang dibuktikan dengan amal. Rasulullah bersabda: “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah,’ lalu beristiqamahlah.” (HR. Muslim). Istiqamah menjadi bukti nyata bahwa iman kepada Tuhan bukan hanya konsep, melainkan praktik nyata yang terus-menerus terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

Tuhan dan Tantangan Zaman Modern

Di era digital ini, materialisme sering menggiring manusia menjauh dari spiritualitas. Sains dan teknologi sering dianggap cukup untuk menjelaskan segala hal, seolah-olah Tuhan tidak lagi relevan. Namun, sains sejatinya adalah jembatan menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang Tuhan. Contohnya, hukum gravitasi dan keteraturan alam semesta mengungkap kebijaksanaan Sang Pencipta.

Lebih dari itu, filsafat ketuhanan memberi jawaban atas pertanyaan eksistensial yang tidak mampu dijawab sains: Mengapa kita ada? Untuk apa kita hidup? Allah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat: 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

Ibadah bukan sekadar ritual, tetapi juga refleksi dari kesadaran bahwa kehidupan adalah amanah. Memahami keesaan Tuhan (Tauhid) mengajarkan kita untuk menghargai ciptaan-Nya, menjalani hidup dengan adil, dan merawat alam.

Keimanan sebagai Pondasi Kehidupan

Dalam hadisnya, Rasulullah bersabda: “Amal yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara konsisten meskipun kecil.” (HR. Bukhari-Muslim).

Hadis ini mengajarkan bahwa iman bukanlah sesuatu yang stagnan, tetapi harus dirawat melalui amal yang kontinu. Konsistensi ini penting di tengah era yang penuh dengan godaan seperti hedonisme dan individualisme.

Filsafat ketuhanan mengingatkan kita bahwa iman dan akal bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan dua sayap yang membawa manusia kepada kedalaman makna hidup. Dengan memahami keagungan Tuhan, hidup menjadi lebih bermakna, baik secara spiritual maupun intelektual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun