Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Coding" Akan Dimasukkan ke Kurikulum, Bagaimana dengan TIK?

14 November 2015   12:34 Diperbarui: 14 November 2015   20:35 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dalam pertemuan antara Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, yang akrab disapa Chief RA dengan Menteri Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan Anies Baswedan, direncanakan pelajaran coding atau pembuatan program komputer akan dimasukkan ke kurikulum pada tahun depan. Sehingga, ke depannya, akan melahirkan generasi muda yang dapat membuat program komputer dan bisa bekerja di negeri sendiri, bukan melarikan diri ke luar negeri. Sebab teknologi di dunia ini akan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pelajaran coding akan diberikan pada siswa sekolah, dengan jenjang SMK terlebih dahulu, demikianlah seperti yang diberitakan di situs viva.co.id

Lantas, kalau pemerintah benar-benar serius dengan dimasukkan coding di sekolah-sekolah, bagaimana dengan pelajaran TIK? Itu karena coding atau pemograman komputer, tentunya tidak bisa dilepaskan dari komputer sebagai perangkat dasarnya. Masalahnya, saat ini pelajaran TIK sudah ditiadakan dan diganti oleh pelajaran prakarya, sedangkan pelajaran TIK sendiri akan diintegrasikan oleh mata pelajaran lainnya.

Saya membaca beberapa artikel dari Kompasianer Omjay dan di antaranya masuk dalam kolom Headline Kompasiana, yang intinya menyuarakan agar pelajaran TIK dan KPPI kembali dimasukkan sebagai mata pelajaran tersendiri di sekolah-sekolah. Karena pelajaran TIK tetap harus diberikan walaupun zaman modern sudah berkembang dengan menjamurnya gadget-gadget yang lebih canggih, agar para siswa bisa menggunakan teknologinya dengan lebih sehat.

Tentunya masih ingat bukan, ada beberapa alasan pemerintah menghapus pelajaran TIK, di antaranya anak TK dan SD saja sudah bisa bermain komputer, bahkan sudah bisa memegang tablet. Itu wajar, karena anak-anak generasi Y, terutama yang terlahir pada tahun 90-an, bahkan di atasnya lagi, anak-anak yang lahir pada era 2000-an, itu sudah termasuk masyarakat digital natives. Tapi, ya tidak semuanya bukan, generasi tersebut bisa tersentuh teknologi, apalagi generasi yang berada di pedalaman, daerah terpencil, terluar, tertinggal, bahkan belum tersentuh pembangunan. Jangankan memegang tablet, memegang komputer saja tidak pernah!

Tak heran, jika anak-anak di negeri ini masih banyak yang butuh bimbingan dari guru komputer untuk belajar TIK, bahkan banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas lab komputer. Jika pelajaran TIK dihilangkan, apa jadinya generasi bangsa ini? kalau misalnya, banyak anak-anak SD yang belum paham terpaksa kursus komputer yang terletak di daerah sekitar, di daerah pedalaman, terpencil, dan tertinggal, adakah tempat kursus komputer di sana? Adakah orang yang bisa menguasai komputer? Minim sekali!

Selain itu, krisis listrik masih menjadi masalah pelik di negeri ini, padahal negara kita ‘kan negara yang kaya dengan sumber daya alamnya. Dalam pembelajaran dan penggunaan teknologi, energi listrik mutlak diperlukan. Ya sudah jelas, masyarakat modern sangat bergantung pada listrik untuk mengoperasikan alat-alat berbau digital, salah satunya ya komputer ini. Tidak hanya pada dunia teknologi, juga pada kehidupan masyarakat sehari-hari di dunia ini!

Memang ada potensi kelistrikan di daerah yang dikembangkan menjadi pembangkit listrik mandiri, itu bagus. Namun, saya berharap pemerintah segera mengatasi krisis listrik dengan berbagai cara, misalnya membangun pembangkit listrik dengan tenaga yang ramah lingkungan. Apalagi di daerah pedalaman, terpencil, dan tertinggal yang pembangunannya masih tidak merata di sana-sini. Bahkan, di beberapa artikel berita yang pernah saya baca, masih ada puluhan ribu desa di Indonesia belum teraliri listrik.

Memang benar seperti yang dikatakan Omjay, mata pelajaran TIK harus dirombak. Dirombak yang bagaimana? Dirombak sesuai kebutuhan pada zaman sekarang ini. Jika pada zaman saya bersekolah pelajaran TIK hanya sebatas belajar Ms. Word, Excel, Powerpoint, bahkan ditambah dengan pelajaran menggunakan Internet dan e-mail, hendaknya pelajaran TIK pada zaman sekarang harus diperluas lagi, bahkan ditambah dengan pelajaran bagaimana pengoperasian teknologi yang baik dan aman, apalagi penggunaan internet secara sehat untuk kalangan generasi muda yang digital natives. Dan tidak hanya itu, alangkah baiknya pemerintah belajar dari negara tetangga dan negara maju dalam mengajarkan TIK serta materi yang diajarkan di sekolah-sekolah mereka. Bagi negara-negara maju, TIK atau yang disebut Computer Science sangatlah penting untuk memunjang kemajuan negara mereka, khususnya di bidang teknologi.

Sudah jelas bukan, penyelesaian masalah dalam TIK itu bagaimana? Sekarang, jika pelajaran coding akan dimasukkan pada kurikulum pada tahun 2016 mendatang, ya pelajaran TIK dan KPPI harus dimasukkan juga pada kurikulum.

Alasannya, saya ibaratnya begini:

“Pada pelajaran matematika, tentunya kita harus menguasai dasarnya terlebih dahulu, yaitu Aljabar. Jika kita telah menguasai aljabar, tentunya akan mudah mempelajari cabang ilmu matematika lainnya, limit misalnya”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun