Tapi masalahnya, perangkat untuk tes dengan metode usap (PCR) ada tidak? Masa iya, harus dikirim ke laboratorium yang jumlahnya terbatas, belum lagi pakai antri?
Nah, biar bisa memudahkan penduduk desa untuk tes, alangkah baiknya setiap kecamatan punya alat tes PCR yang ditempatkan di puskesmas pusat atau pembantu.
Lebih bagus lagi kalau ada di puskesmas keliling, jadi bisa menjangkau wilayah desa yang tak mampu meraih akses ke puskesmas yang ada, jadi sekalian saja tes korona lebih gampang dan bisa terdeteksi keberadaan virusnya!
Lha, kenapa harus ditempatkan di puskesmas kecamatan? Apa enggak di setiap desa?
Maklum saja, harga alat tes PCR mahal sekali! Belum lagi harus dirakit di luar negeri. Dengan anggaran desa yang segitu, sanggup enggak membelinya?
Walaupun begitu, toh tanggung jawab penyediaan alat tes PCR tetap berada di tangan Pemerintah Kabupaten. Dan itu pun tergantung anggaran yang ada.Â
Kalau keuangannya masih sanggup, bagus! Seluruh kecamatan bisa kebagian tes PCR yang akan dimaksimalkan demi kesehatan penduduk desa, yang turut berperan untuk mengendalikan pandemi di negeri ini.
Lain halnya kalau anggaran lagi menipis, jangankan alat tes PCR, ventilator yang sejatinya kurang, tak sanggup kebeli!
Mungkin, kalau itu terjadi, bisa juga melakukan tes di kecamatan tetangga yang punya mesin PCR.Â
Jikalau alat tes PCR berhasil dibeli oleh kecamatan, tantangannya adalah, bagaimana sumber daya manusianya yang akan menjalankan tes swab?
Sayangnya, di banyak kecamatan, jumlah dokter di sana masih kurang, bahkan bisa jadi tak ada. Ini kenyataan, lho.