22 April ini, adalah hari yang paling terindah. Bukan (hanya) buat diriku ya, tapi, Bumi kita yang peringatannya telah mencapai setengah abad!
Ya, bagaimana tidak, pandemi virus korona (SARS-CoV-2) bagi kita, anak bangsa adalah hadiah terburuk nan tak terduga, tapi bagi Ibu Pertiwi, inilah kesempatan emas dan paling besar. Untuk apa? Ya buat beristirahat dan merawat dirinya!
Misalnya, gak usah jauh-jauh deh! Di Ibu Kota Jakarta, semenjak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan kebijakan bekerja dari rumah, warna langit yang semula kelabu berubah jadi biru. Sangat cerah!
Di seluruh dunia juga begitu. Semenjak diberlakukan lockdown yang telah dijalani oleh 3,9 miliar manusia akibat pandemi COVID-19, kota-kota besar di Eropa dan juga Tiongkok, mengalami penurunan emisi akibat berkurangnya kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Intinya, kalau pergerakan kendaraan dibatasi, ya lingkungan kita semakin indah, bukan?
Oh ya, ada lagi. Gara-gara karantina wilayah juga, sungai-sungai di kota Venesia, Italia, berubah menjadi jernih seperti semula. Terus, di India, Gunung Himalaya telah kembali untuk ditatap oleh manusia dari kejauhan setelah berlalu hampir tiga dekade.
Lalu, di Afrika Selatan, tepatnya di taman nasional. Satwa-satwa langka nan liar malah diliputi kegirangan. Sampai-sampai, tidur di jalanan. Benar-benar bagaikan surga!
Tapi, tunggu dulu. Mengapa saya menyebutnya 'Ibu Pertiwi' ya?
Memang sih, 'ibu pertiwi' merujuk pada tanah air tempat kita dilahirkan. Padahal, ada juga makna lainnya yang termaktub di KBBI; bumi. Jadi, Bumi tempat kita berdiam, juga disebut Ibu Pertiwi.
Kalau kalian telisik kembali ya, istilah 'pertiwi' diambil dari dewi penguasa bumi dalam kepercayaan Hindu, yang pengaruhnya telah sampai ke Nusantara pada zaman lampau. Tepatnya, pas era sejarah dimulai dengan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha, bukan? Â
Begitu pula di Eropa sana, di mana dikenal dengan Gaia dalam kepercayaan Yunani kuno dan Terra/Tellus di Romawi. Artinya sama: dewi perwujudan dari bumi.