Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

PR untuk Pak Johnny, Selesaikan soal Migrasi TV Analog ke Digital!

26 Oktober 2019   04:47 Diperbarui: 26 Oktober 2019   13:13 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekejen Partai Nasdem Johnny G Plate datang ke Istana, Selasa (22/10/2019). (KOMPAS.com/ RAKHMAT NUR HAKIM)

Dari zaman Muhammad Nuh sampai Rudiantara, PR soal migrasi TV analog ke digital, ternyata susaaah sekali ngerjainnya. Duuh, kapan selesainya, ya?

Ya, gak tahu sih.

Saya sendiri bermimpi dalam hati, bahwa kepengen banget Indonesia bisa mengulangi sejarah, bersiaran TV dengan format digital saat Asian Games 2018 digelar sebagaimana siaran TV (analog) pertama di tanah air berdiri untuk menyambut Asian Games 1962. Tapi, rencananya malah meleset.

Dan, rencananya dipatok target (lagi) untuk bisa sukses migrasi ke TV digital pada 2020.

Lha, bukankah 2020 sudah dekat, ya? Tapi ulitimatum dunia untuk seluruh negara-negaranya untuk segera berkemas untuk pindah ke TV digital tak bisa ditawar-tawar lagi. Kalau suatu saat izin penggunaan TV analog dicabut sama dunia, ya kita nggak bisa nonton TV lagi kalau penyiaran negeri kita masih betah di "rumah" analog, ye 'kan?

Makanya, saya menunggu dengan penasaran, siapa sih pembantu-pembantu Jokowi dalam lima tahun ke depan. Kalau yang lain menanti menteri-menteri seperti sosok Nadiem Makarim, Erick Thohir, maupun Wishnutama kebagian posisi di bidang apa, saya malah menunggu Menkominfo.

Menteri Komunikasi dan Informatika: Johnny G Plate

Begitu terpilih, saya langsung bilang: "Pokoknya PR buat Bapak Menteri, selesaikan soal migrasi TV analog ke digital!"

Ya gimana lagi, melihat TV analog itu membosankan. Sejak lahir sampai sekarang, yang dijumpai, TV kalau sinyalnya lemah atau cuaca buruk, gambarnya "dikerubungi semut".

Belum lagi munculnya stasiun-stasiun TV baru, yang harus menelan pil pahit kekecewaaan; tidak kebagian karena satu kanal hanya bisa "dikavling" buat satu stasiun televisi.

Hmmm, bertahun-tahun diriku sudah bersabar, impianku untuk menonton televisi yang lebih cling harus tertunda karena revisi UU Penyiaran masih tertahan di DPR. Tapi, kini kesabaranku sudah tidak tertahankan lagi. Rasanya ingin kuajak pemirsa setia di seantero Nusantara buat demo, eh malah enggak mungkin.

Ya sudah deh, dirku sampaikan pada Bapak Menteri lewat tulisan aja, ya 'kan?

Oh ya, jauh sebelum itu saya sudah menonton proses migrasi TV analog ke digital di berbagai negara-negara di dunia lewat YouTube, dan saya dapat gambaran bagaimana negara-negara tersebut mengakhiri siaran televisi analog yang menemani pemirsa selama puluhan tahun. Dan apa yang saya dapatkan dan kemudian tuliskan, semoga Bapak Menteri bisa mempertimbangkannya.

***

Nah, sebelum menyelesaikan soal migrasi TV analog ke digital, mumpung RUU Penyiaran yang masih dalam masa perampungan, lebih baik Bapak Menteri sama pemangku kepentingan penyiaran TV harus belajar lebih dahulu sama negara lain dalam berkemas siaran analog untuk segera pindah ke digital.

Apa sih yang dipelajari?

Siaran TV analog dan digital, biarlah bersiaran bareng-bareng. Jangan sampai kayak TVRI yang menurut yang saya dapatkan di Twitter, pemirsanya pada ngeluh sinyalnya hilang. Terus mereka tanya-tanya lagi, jawabannya harus pindah ke Digital yang "masih asing" di mata mereka.

Mengapa sih nggak niru negara-negara tetangga (Singapura dan Malaysia) yang dalam masa transisi menyiarkan siaran analog dan digital bersama-sama? Tapi siaran analognya dibedakan dengan tulisan ANALOG yang diletakkan di dekat logo stasiun TV dan layar "dikecilkan" dengan tempat pemberitahuan migrasi TV analog ke digital beserta nomor telepon yang dihubungi. Ya sekalian buat "numpang" sosialisasi ke pemirsanya, bukan?

Tampilan TV analog di TV Singapura. Capture Youtube
Tampilan TV analog di TV Singapura. Capture Youtube

Tampilan siaran TV Analog di Malaysia. Capture Youtube
Tampilan siaran TV Analog di Malaysia. Capture Youtube

Atau seperti yang dilakukan di Jepang, dimana layar televisi diapit oleh "pita hitam" untuk memberitahukan perihal pemindahan siaran ke TV digital, seperti ini.

Tampilan siaran TV analog di Jepang. Capture Youtube
Tampilan siaran TV analog di Jepang. Capture Youtube

Lalu, dalam proses migrasi siaran TV analog ke digital, tentu ada batasnya, bukan? Nah, biar terus diingat, lebih baik pake cara hitung mundur.

Misalnya, "53 hari lagi menuju siaran TV Digital" yang di tempatkan di layar teve kayak mau menyambut Piala Dunia atau Pilpres 2019, bahkan sampai urusan ulang tahun stasiun TV sendiri. 

Ya, biar masyarakat pada penasaran 'kan akhir kehidupan TV analog di tanah air, sekaligus memacu masyarakat untuk segera membeli dekodernya?


Dan, pada detik-detik penutupan siaran TV analog untuk selama-lamanya, saya malah lebih senang dengan cara yang dilakukan oleh Negeri Sakura. Yakni, pakai cara countdown. 

Habis hitung mundur selesai, muncul pesan peringatan yang menandakan bahwa migrasi TV analog ke digital sudah tuntas seluruhnya, sekaligus permintaan pada pemirsa untuk segera berailh ke TV digital kalau mau lanjut.

Hitung mundur menuju pentupan siaran TV analog di Jepang. Capture Youtube
Hitung mundur menuju pentupan siaran TV analog di Jepang. Capture Youtube


Tapi, walaupun proses sebagus dan terencana pun bisa berantakan kalau ada yang nggak dukung. Kendalanya sih ya DPR yang merevisi RUU Penyiaran, alotnya minta ampun! 

Tapi, di periode baru ini, per 1 Oktober yang lalu, semoga kinerja DPR lima tahun ke depan harus ditingatkan optimal lah, termasuk merevisi RUU Penyiaran karena sudah tak sejalan dengan perkembangan zaman.

Apalagi ini 'kan sudah era digital, revolusi industri 4.0, segalanya sudah serba canggih, masa' teknologi analog masih dipertahankan? Apalagi 6 hari lagi siaran analog di negeri jiran bakal harus pamit dari dunia pertelevisian dan berganti ke digital, apa nggak malu tuh?

Nah, setelah Singapura dan disusul Malaysia, tinggal negara kita nih yang ditunggu oleh mereka; segera hijrah ke penyiaran TV digital. 

Kalau sudah pindah 'kan enak, bisa menampung banyak kanal jika dibandingkan dengan siaran analog, jadi ada pilihan kalau menonton TV yang berkualitas. 

Plus-nya lagi, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kebencanaan mengingat Indonesia negeri yang rawan gempa bumi dan "dikelilingi" cincin api.

Dan kembali lagi ke pemangku kepentingan yang harus bekerja cepat; menyiapkan dan memperbarui teknologinya, SDM-nya di saat pembahasan RUU Penyiaran masih berlangsung, dan masyarakat harus rela mengorbankan sebagian uangnya untuk beli STB (Set Top Box) yang membantu mereka untuk menyaksikan acara teve saat sinyal TV analog sudah tak ada lagi.

Oke, begitulah masukan dariku yang jenuh melihat perkembangan televisi di negeri ini. Semoga bisa dipertimbangkan juga ya, Bapak Menteri!

Oh ya, jangan lupa, soal migrasi TV digital harus dikerjakan juga!

TV DIGITAL, HARGA MATI!

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun