Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

"Jakarta Bisa Sih Jadi Tuan Rumah Olimpiade, Tapi..."

19 Desember 2018   20:52 Diperbarui: 20 Desember 2018   04:59 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: The Comeback

Bagi negeri kita yang begitu gandrung pada kebanggaan, prestasi, kemampuan fanatisme olahraga di atas rata-rata terutama di sepak bola dan bulu tangkis, menjadi tuan rumah Olimpiade (musim panas) adalah tujuannya. Impiannya. Tentu saja Indonesia sangat-sangat berharap bisa berjumpa dengan pekan olahraga sejagat, yang meraih juara di acara itu adalah idaman semua olahragawan di dunia.

Puncak harapan dan kecintaan di dunia olahraga adalah Olimpiade dan Paralimpiade. Ya, siapa sih yang nolak untuk bisa berkompetisi di sana atau ambil bagian jadi tuan rumah? Hanya orang-orang picik yang menganggap pesta olahraga sedunia itu tidak penting dan diperlakukan layaknya Porda. Tapi, mudah-mudahan semua anak manusia di dunia mengerti betapa besarnya gengsi akan gelaran Olimpiade.

Ya tentunya kita tahu dong, keberhasilan Indonesia jadi penyelenggaran Asian Games dan Asian Para Games 2018? Media asing sampai melantunkan pujian yang amat tinggi pada sang tuan rumah pesta olahraga se-Asia, atas pelayanan yang terbaik yang diberikan oleh para tamu. Bahkan, pihak luar bahkan tidak ragu lagi---seraya mengucapkan terima kasih---bahwa Jakarta layak, layak banget jadi tuan rumah Olimpiade!

Namun, pujian itu janganlah berlalu jadi wacana belaka. Ingat, kita punya waktu 14 tahun untuk mempersiapkannya---yang setengah perjalanan akan ditentukan pada voting untuk menentukan tuan rumah Olimpiade musim panas tahun 2032. Ya, tahun itu 'kan giliran benua Asia (atau, bisa jadi Afrika dan Australia ikut) yang akan tampil, dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) sepertinya akan membuka audisi untuk semua negara-negara itu untuk mendaftar dan mengajukan lamaran untuk diterima sebagai tuan rumah Olimpiade.

Duuh, kayaknya bakal susah deh. Indonesia enggak sendiri, dan pasti ada pesaing-pesaingnya. Ada China (diwakili Shanghai), India, dan duet Korsel-Korut. Nah,untuk menghadapi itu, adakah pengalaman yang dibutuhkan untuk menggelar pesta olahraga terakbar di bawah kolong langit?

Sebenarnya, Indonesia punya bekal untuk melakukan perjalanan menuju tuan rumah Olimpiade. Yakni, kesuksesan jadi tuan rumah Asian Games 2018 yang sempurna dan bisa menebus kekurangan-kekurangan yang terjadi saat penyelenggaraan multievent selanjutnya, katakanlah termasuk SEA Games 2011. Malah, bahkan jadi patokan dalam mengadakan pesta olahraga multicabang berikutnya, ya 'kan?

Tapi, harus diingat juga dong, antara penyelengaraan Asian Games dan Olimpiade itu bedanya hanya setipis kertas. Serupa, tapi tak sama. Nggak samanya di mana? Jumlah negara yang lebih banyak lagi (ada hampir 200 negara yang ikut), dan level mutunya (atletnya, penyelenggaraannya) sudah berada di tingkat tinggi. Malu lah, acara yang mendunia tapi kualitasnya masih tingkat nasional? Hehehe.

Jadi, memang Olimpiade harus digelar di kota utama suatu negara, yang paling dikenal negara-negara sedunia. Mengenai Jakarta, itu pilihan yang tepat. Ibu kota negara yang paling berkelas, sering dijadikan tujuan singgah turis-turis asing, berbagai perhelatan internasional dan konser artis luar negeri sering digelar, kurang apa lagi? Bahkan ketua KOI Erick Thohir pernah mengatakan memilih Jakarta dan Jawa Barat karena banyak stadion sepakbolanya.

Kalau alasan-alasan itu sih, kayaknya belum cukup, deh. Soalnya, dalam pengajuan tuan rumah Olimpiade, harus disertai pengajuan porposal untuk tuan rumah Paralimpiade. Kalau tidak, sekeras apa pun usaha untuk buat jadi host Olimpiade, ya nggak bakal kepilih karena dianggap "pincang", akibat salah satunya (Paralimpiade) enggak ada di multievent tingkat dunia. Camkan itu, ya!

Mengenai hal itu, Jakarta pernah berkesempatan jadi tuan rumah Asian Para Games yang dihelat Oktober lalu, yang terbilang sukses penyelenggaraannya. Ini adalah titik balik untuk mewujudkan arena olahraga dan fasilitas yang ramah disabilitas sehingga nyaman diakses oleh mereka.

Dan, bukan tanpa alasan mengapa Komite Paralimpiade Asia (APC) memillih Jakarta, karena semata mengikuti (salah satu) tuan rumah Asian Games, dan bukan Palembang karena lebih fokus diselenggarakan di satu kota dan venue cabor utama yakni atletik dan renang berada di ibu kota . Ya lah, masa' Solo melulu, gantian dong!

Tapi, bukan berarti modal pengalaman bisa memuluskan jalan menuju kemenangan jadi tuan rumah Olimpiade dan Paralimpiade, ya. Ada catatan penting yang harus disampaikan karena, ya menjadi penyelenggaraan pesta olahraga dunia enggak gampang. Oke, saya akan jelaskan hal tersebut.

Pertama-tama, yang paling krusial nih, soal negara-negara peserta Olimpiade juga Paralimpiade. Pokoknya semua negara-negara di dunia harus ikut, nggak ada kata tapi. Pengen menolak satu negara karena paham politik? No no no, olahraga adalah wilayah yang bebas politik; haram untuk ikut campur di dalamnya.

Masalahnya, Indonesia negara dengan mayoritas muslim sebagaimana negara-negara di dunia Arab, udah tau negeri ini pro Palestina dan selalu bersama untuk kemerdekaan Palestina. Demi kelancaran pelaksanaan Olimpiade nanti, boleh enggak, untuk sementara Indonesia menerima kedatangan atlet dari Israel? Please, jangan menolak mereka, ya!

Maaf, bukan saya membela negara Zionis itu. Tapi, sesuai ketentuan internasional, semua negara harus hadir dan dilayani dengan baik oleh tuan rumah tanpa terkecuali. Enggak malu tuh, Indonesia "dikucilkan" IOC gara-gara menolak Israel dan Taiwan dalam gelaran Asian Games 1962 dan diusir dari kepesertaan Olimpiade Tokyo 1964? Semoga kejadian tersebut jadi pelajaran, ya.

Kemudian, masalah waktu pelaksanaan. Indonesia kayaknya nggak bisa milih jadwal sesuka hati seperti Asian Games yang dilaksanakan pada bulan kemerdekaan dan SEA Games yang dihelat pada akhir tahun. Ada ketentuannya memang. 

Olimpiade harus dilaksanakan pada akhir Juli-akhir Agustus dan Paralimpiade dua minggu setelah Olimpiade resmi ditutup, jadi mau nggak mau Indonesia harus buat jadwal pertandingan mengikuti ketentuan tersebut. Hal itulah yang membuat Qatar gagal mewujudkan impiannya jadi tuan rumah Olimpiade gara-gara waktu gelaran di penghujung tahun; yang notabene-nya di luar jadwal resmi Olimpiade.

Walaupun begitu, Indonesia masih lebih beruntung ya. Soalnya di akhir Juli sudah masuk musim kemarau, jadi nggak masalah pertandingan dilaksanakan tanpa diganggu hujan. Dan, karena Indonesia beriklim tropis (semoga nggak berubah) jadi panasnya nggak terlalu ekstrim seperti yang tengah dihadapi Tokyo tahun 2020 nanti, jadi masih okelah.

Lalu, bagaimana dengan panitianya? Nah, ini yang membuatku harus diperbaiki lagi pada gelaran multievent olahraga sedunia. Pasalnya, pada kenyataannya pada dua gelaran pesta olahraga se-Asia, panitia Asian Games dan panitia Para Games dipisah. 

Walaupun emang gak bisa disatukan karena perbedaan afiliasi dan belum ada kesepakatan untuk bareng-bareng, toh kulihat kedua panitianya (INASGOC dan INAPGOC) jalan bersama-sama. Jadi, nggak masalah kalau kepilih untuk jadi tuan rumah pada 2032 dan diminta panitia jadi satu, tinggal sedikit penyesuaian aja. 

Terus, untuk kinerjanya di segala aspek termasuk transportasi dan makanan, kurasa sangat-sangat baik, tinggal jadi pelajaran dan bekal untuk gelaran olahraga ke depannya, kok.

Yang paling penting, tentu yang dihadapi adalah venue-venue dan penyelenggaraannya ke depan. So pasti, gelanggang-gelanggang olahraga peninggalan Asian Games semuanya berkelas internasional. Jadi, tinggal perawatannya yang terpenting, karena itu lebih sulit dari pembangunannya, bisa enggak?

Salah satunya, sesuai pesan IOC pada Indonesia menuju host Olimpiade: rutin menggelar event menggunakan venue-venue yang berstandar itu tadi. Nah ini yang bisa dimanfaatkan oleh atlet-atlet Indonesia agar berprestasi lebih baik dan siap bersaing di Olimpiade. Kan masih banyak tuh, multievent lain yang negara kita belum "mencicipinya" menjadi tuan rumah seperti Asian Indoor dan Matrial Arts Games, World Games, Universiade, Asian Youth Para Games, dan sebagainya, ayo jangan ragu-ragu untuk ambil kesempatan buat bidding jadi tuan rumah!

***

Akan tetapi, semua tak berarti apa-apa jika perekonomian sedang morat-marit. Tau sendiri 'kan, pesta olahraga Olimpiade biayanya gila-gilaan, serba mahal, lebih tinggi dari biaya penyelenggaraan Asian Games bahkan bisa jadi biaya Olimpiade lebih besar dibanding biaya pemindahan ibu kota?

Maka, sungguh langkah yang tepat---kalau saya pernah baca di berita sih---jika persiapan dana untuk Olimpiade 2032 di Jakarta dimulai dari sehabis Pilpres, dikumpulin dananya dari swasta dan pemerintah, pakai anggaran multiyears. Bikin venue baru untuk bertanding walau Olimpiade masih lama, itu namanya persiapan yang jempolan!

Lihat tuh, pembangunan stadion BMW untuk markas baru Persija mulai tahun depan, bisa jadi bakal dipake jadi main venue Olimpiade dan Paralimpiade nantinya, buat opening-closing. Intinya, semakin jauh-jauh hari persiapannya, semakin baik, janganlah terlalu buru-buru kayak perhelatan olahraga yang dulu-dulu, kalau enggak mau dilihat "memalukan" di mata IOC. Ya, gitu aja sih.

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun