Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mempersiapkan Asian Games Hanya 4 Tahun? Bisa Kok!

15 Agustus 2018   20:40 Diperbarui: 15 Agustus 2018   22:16 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Impian Jaya Ancol yang di dalamnya ada venue Jetski. Sumber @dewiwiddie

Emang bisa ya, negara kita mempersiapkan Asiad alias Asian Games dalam kurun waktu setengah windu? Yang benar saja!

Empat tahun, lebih tepatnya empat puluh tujuh bulan sebenarnya bukan waktu yang ideal buat menyiapkan acara besar sekelas Asian Games. Pasalnya, pada umumnya kalau gelaran bergengsi ini butuh lebih dari lima tahun bagi suatu negara untuk mempersiapkan diri!

Dan, tentu kalian tahu mengapa penunjukkan kota tuan rumah untuk event olahraga empat tahunan harus dilakukan lebih dari lima tahun sebelumnya. Bahkan Olimpiade yang dilangsungkan di LA tahun 2028 nanti sudah ditunjuk lebih dari sepuluh tahun sebelumnya! Termasuk, sudah menyiapkan jadwal acara, dan logo acara yang diadakan.

Tentu, ada hikmah tersendiri mengapa komite penyelenggara harus melakukan hal itu. Maklum saja, perhelatan olahraga internasional harus siapkan uang  yang begitu fantasis. Belum lagi soal venue yang diperlukan, pembangunannya bagaimana, harus rela mengikuti standar internasional yang ditetapkan federasi olahraga dunia, bukan?

Memang, kita ini awalnya bukan jadi tuan rumah Asian Games, seharusnya jatah untuk posisi ini ada di tangan Vietnam sejak 2012, kala terpilih mengalahkan Surabaya. Tapi, dua tahun berikutnya, hanya karena krisis ekonomi, akhirnya, Vietnam angkat tangan kepada yang punya kuasa atas Asian Games, yaitu Olympic Council of Asia (OCA)!

***

Setelah Vietnam melepaskan haknya sebagai host, status tuan rumah selanjutnya masih menjadi teka-teki. Padahal, OCA harus gerak cepat untuk mencari penggantinya, lho. Setelah Incheon yang digelar tahun 2014, edisi selanjutnya harus ada tuan rumah selanjutnya, biar kelangsungan Asian Games bisa berkesinambungan gitu 'kan?

Dan, setelah melalui rapat demi rapat, akhirnya dihasilkan sebuah berita baik: Indonesia mendapat kehormatan sebagai tuan rumah Asian Games untuk edisi selanjutnya!

Tapi, sebelum itu Indonesia mengajukan semacam syarat: ubah waktunya menjadi 2018! Ya, walaupun OCA ingin mengadakan event itu pada 2019 karena alasan persiapan menuju Olimpiade Tokyo 2020, pada tahun itu negeri kita ada hajatan besar yang lebih penting lagi; Pemilu. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan oleh OCA!

Lalu, Mengapa Harus di Dua Kota?      

Sumber foto: wiranurmansyah.com
Sumber foto: wiranurmansyah.com
Ya, memang sebenarnya cukup logis juga. Dengan waktu 4 tahun, mustahil kalau bisa membangun venue baru di satu kota hingga selesai, dan ujung-ujungnya masih ada pengerjaaan di hari pertandingan. Sungguh hal ini memalukan, bukan?

Akhirnya, OCA menunjuk kota Jakarta (yang pernah jadi tuan rumah AG 1962) dan kota Palembang. Ya, penunjukkan ini jadi terbawa memori SEA Games 2011 yang bertuan rumah dua kota yang sama, deh. Hanya saja, kali ini Jakarta bertindak sebagai main host, sebagai Palembang sebagai kota tuan rumah pendukung. Dengan kata lain, kita menorehkan sejarah sebagai negara yang menyelenggarakan Asian Games di dua kota!

Karena apa? Alasannya jelas, agar mengurangi beban persiapan yang hanya dilakukan empat tahun. Mereka mengatakan bahwa Indonesia, terutama Jakarta ditunjuk karena memiliki fasilitas olahraga yang lengkap.

Walaupun hanya diberi waktu empat tahun dan harus dikebut, bukan berarti Indonesia lengah begitu saja. Setiap saat OCA pasti akan mengawasi persiapannya dalam hal apa pun agar tidak keluar dari standar mereka. Jika tidak, bisa-bisa kita dinilai tak layak menggelar perhelatan sekaliber Asian Games!

Terus, bagaimana caranya ya?

***

Sumber gambar: http://www.globalindonesianvoices.com
Sumber gambar: http://www.globalindonesianvoices.com
Saya jadi teringat, apa yang dikatakan Gubernur DKI waktu itu, Basuki Tjahaja Purnama setelah kota Jakarta ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games: "Kita justru pakai event ini untuk memperbaiki GBK!". Kalau dipikir-pikir, cukup masuk akal juga, ya.

Kenapa?

Sejak awal pembangunan, kompleks Gelora Bung Karno tak pernah disentuh perbaikan sampai tiba waktunya dipugar besar-besaran. Lalu, ada beberapa venue olahraga  yang tidak memenuhi standar sehingga saat sempat diwacanakan untuk menggelar Islamic Solidarity Games (ISG) 2013 di Jakarta akhirnya batal.

Terus, kondisi bangunan yang sudah tua, ditambah lagi adanya kebocoran saat pertandingan Indonesia Open tahun 2016 di Istora inilah yang mendesak kompleks GBK untuk segera direnovasi!

Karena itulah, tahun 2016 pihak kementerian PUPR bergerak cepat untuk merenovasi dan membangun venue di kompleks GBK. Dari 15 venue yang dibangun dan dipugar seperti, enam di antaranya merupakan cagar budaya sehingga proses renovasi, walaupun harus mengikuti standar internasional, harus dilakukan dengan hati-hati, ya 'kan?

Misalnya saja, stadion akuatik GBK. Awalnya venue-nya terbuka, tapi sesuai permintaan OCA, desain akan dilakukan semi tertutup sehingga harus ada atap yang didesain bergelombang. Kolam renang utamanya mau tidak mau harus dibongkar dan ditambah jalur yang tadinya 8 line menjadi 10 line dan kedalaman ditambah menjadi 3 meter sesuai standar federasi renang dunia (FINA). Namun, karena menyangkut cagar budaya, strukturnya tetap tidak akan berubah.

Terus, Stadion Utama. Bangku yang semula berbentuk kursi panjang kini berubah menjadi single seat flip up sesuai standar FIFA, penggunaan lampu yang meningkat menjadi 3.500 lux, terus ditambah lagi dengan kamera pendeteksi yang amat canggih!

Di samping renovasi  kompleks GBK, di Jakarta sempat dilarang membangun venue baru oleh OCA karena alasan kesiapan, toh akhirnya dibangun juga seperti venue BMX, lapangan baseball Rawamangun dan Jetski di Ancol yang berstandar internasional. Bahkan, wilayah Pulomas yang dikenal dengan pacuan kuda, harus menggusur pemukiman dan tempat ibadah demi membangun Jakarta International Equestrian Park!

Belum lagi Velodrome Rawamangun yang lebih dulu ada sejak 1970-an dan dipakai SEA Games 2011, toh akhirnya dirobohkan. Alasannya, jelas; OCA menilai arena ini sudah tua, tidak layak. Karena itu, dibangun Jakarta International Velodrome dengan desain yang lebih kekinian dan hemat energi serta menggunakan lintasan kayu Siberia, didatangkan dari Jerman.

Tapi, tidak semua venue melulu dibangun baru. Ada pula yang cukup dengan menyewa venue yang layak dipakai untuk pertandingan olahraga seperti JIExpo untuk senam, tinju, angkat besi, bridge, JCC untuk pertandingan bela diri, GOR PROPKI utuk handball, TMII untuk pencak silat dan kabaddi, dan tentu saja Pondok Indah Golf Course untuk pertandingan golf. Dan itu memang nggak gampang karena harus ada pertimbangan tersendiri dari beberapa pihak.

Bahkan untuk sekelas voli terpaksa pindah ke GOR Bulungan setelah disetujui OCA, yang harus dibenahi agar layak menjadi venue sampai hari ini, ya meskipun ada yang dibilang gak pantas buat sekelas Asian Games terutama dari Ombudsman.

Ya apa boleh buat, dimaklumin saja. GOR Simprug (venue sebelumnya) ternyata harus direnovasi besar dan pemiliknya tak sanggup menggarapnya!

Kalau untuk Palembang, Bagaimana?

Sumber gambar: Kumparan.com
Sumber gambar: Kumparan.com
Sejauh ini venue warisan dari SEA Games 2011 (ada juga yang venue peninggalan PON 2004, malah) masih terpelihara dengan baik. Hanya, tetap direnovasi sesuai standar. Belum lagi, dengan adanya cabor yang dilimpahkan ke Palembang, membuat harus membangun venue baru seperti venue Bowling  dan Bukit Asam Convention Hall untuk Soft Tennis. Ditambah lagi venue Skateboard yang masuk belakangan karena akan ditampilkan dalam ajang Olimpiade Tokyo 2020.

Sisanya? Tinggal direnovasi saja sesuai standar Internasional. Danau JSC diperluas untuk venue dayung dan triathlon. Stadion Bumi Sriwijaya dan Gelora Sriwijaya untuk cabor sepakbola putri harus rela direnovasi. GOR Ranau berbenah untuk cabor sepak takraw, begitupun dengan lapangan voli pantai. Venue menembak, sepatu roda, panjat tebing dan Lapangan Tenis yang ada sejak SEA Games 2011 juga ikut dipugar, apalagi tenis yang sampai membangun 8 lapangan tambahan!

Belum lagi penataan yang membuat kawasan JSC semakin indah, bahkan sampai dibangun enam rumah ibadah dari agama yang diakui di negeri ini, yang berdampingan. Light Rail Transit (LRT) juga sudah dibangun sejak 2015 karena permintaan OCA yang wajib punya transportasi cepat untuk persyaratan sebuah kota tuan rumah perhelatan internasional. Tujuannya, sudah pasti; agar atlet tidak terlambat sekaligus di masa depan bisa mengatasi problem kemacetan!

Tapi itu pun belumlah cukup. Jawa Barat dan Banten harus turun tangan untuk menyediakan venue tertentu. Apalah artinya jika Asian Games diselenggarakan tanpa mereka, ya 'kan?

Beruntung Jawa Barat menyediakan empat stadion yang merupakan tuah dari perhelatan PON 2016 (Pakansari, Wibawa Mukti, Patriot, dan Jalak Harupat), meskipun lagi-lagi harus diperbaiki untuk menyesuaikan standar AFC. Di Puncak, ada Gunung Mas untuk perlombaan Paralayang, yang harus dibenahi. begitu pun di Khe Bun Hill untuk sepeda gunung (MTB) dan Jalan raya Subang untuk nomor road race.

Jadi, mereka tinggal dibangun venue kano shalom di Bendung Rentang Majalengka.  Wilayah Banten pun begitu, sekolah Adria Pratama Mulya (APM) harus bersiap dengan cabor Pentathlon-nya dengan membangun kolam renang berstandar internasional dan tribun penonton.

Namun gara-gara penunjukkan ini, daerahnya harus berimbas dalam dukungan infrastruktur. Desa Bunihayu yang dekat venue sepeda MTB kecipratan berkah dengan diperbaiki jalan akses yang berkubang. Jalan masuk sekolah APM pun sama, dilebarkan menjadi lebih dari lima meter dalam radius satu kilometer. Jadinya, mobilitas masyarakat akan semakin dipermudah sehingga ujung-ujungnya berdampak positif bagi warganya!

Tapi 'kan Wisma Atlet jangan dilupakan juga!

Hmmm, iya ya.

Sumber gambar: Tempo.co
Sumber gambar: Tempo.co
Karena atlet Asian Games wajib tinggal di wisma atlet sampai-sampai hal itu ditanyakan OCA di awal-awal persiapan Indonesia selaku tuan rumah. Kecuali, bagi pertandingan yang digelar di luar daerah host utama harus menginap di hotel dekat venue yang ditunjuk panitia.

Makanya, sejak 2016, dibangunlah Wisma Atlet di Kemayoran sebanyak 10 tower yang menampung 22 ribu orang dengan fasilitas setara hotel berbintang, begitu pun di Palembang. Meskipun sudah ada wisma atlet eks SEA Games 2011, itu pun tidak cukup untuk menampung atlet dan official yang datang sebanyak 3000 orang! Sehingga, dibangunlah lima tower rusunawi dengan lima lantai yang kualitasnya setara di Jakarta yang bisa menampung 1.320 orang.

Dan lagi-lagi, wisma atlet dan rusunawi tersebut bakal bermanfaat untuk suplai perumahan untuk warga di dua kota itu kedepannya!

***

Ya meskipun persiapannya terbilang singkat, toh negara kita yang nyaris gagal jadi tuan rumah kini dipuji-puji sama pihak OCA karena kerja keras semua pihak. Venue-nya? Cukup memuaskan juga termasuk wisma atlet yang lebih baik dibanding di Incheon. Jadi, tunggu apa lagi? Kita tinggal mendukung pelaksanaannya biar lancar sehingga memudahkan jalan menuju tuan rumah Olimpiade 2032, bukan?

Dan ternyata, kita yang jago ngebut persiapannya layaknya legenda Bandung Bondowoso yang membangun seribu candi, tetap berhasil juga diterapkan di Asian Games! [*]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun